Dahi Reka mengerut seketika, ketika melihat seseorang tengah berdiri di depan pagar rumah ibunya. Pasalnya waktu saat ini menunjukan pukul dua belas malam. Dan rasanya tidak patut jika bertamu saat ini."Ka- kamu?" ucap Reka merasa heran. Tapi perasaan herannya berubah menjadi perasaan gelisah. Jantungnya berdebar tak beraturan melihat orang itu mendekat ke arahnya. Tatapannya tajam, rasanya dia akan menerkamnya hidup-hidup."Kenapa? Tidak boleh?" ucapnya. Masih dengan tatapan tajamnya menatap Reka."Ta- tapi Janar, i- ini sudah tengah ma- malam. Tidak seharusnya kamu berada di sini. Kamu tidak berniat untuk berbuat buruk pada Mami, kan?" terka Reka.Mendengar ucapan suami dari saudaranya, membuat Janar tertawa sinis. "Tidak boleh? Ibumu saja sudah melakukan hal buruk terhadap saudaraku. Apa aku harus diam saja?" ucap Janar santai. Reka bergidik ngeri mendengar ucapan Janar. Dia tahu seperti apa watak dari saudara laki-laki dari istrinya itu. Dia adalah seorang yang temperamental dan
Bukan hanya terkejut dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. Tapi, ketiga karyawan itu juga tidak menyangka jika orang yang sedang mereka bicarakan ada di belakang mereka."Pa- pagi, Pak," sapa kedua karyawan itu secara bersamaan. Di dalam hati mereka bertiga, mereka merutuki kebodohan yang mereka buat. Apalagi di hadapan seorang Langit. Dia memang bukan petinggi perusahaan, tapi dia sangat disegani oleh karyawan lain karena dia mempunyai aura yang tegas di balik keramah tamahan sikapnya. Tapi yang disapa justru melenggang masuk ke dalam lift karena lift sudah terbuka. Tak menghiraukan ketiga karyawan yang baru saja menyapanya."Bu Rintik, anda tidak masuk?" tanya Langit pada Rintik yang masih membeku di tempat. Mendengar namanya dipanggil, Rintik tergagap, kemudian berjalan masuk ke lift menyusul Langit."Kalian tidak ikut masuk?" tanya Langit pada ketiga karyawan itu dengan tatapan tajam.Meski sempat ragu, ketiganya masuk dengan menundukan kepa
Tiga hari lalu, Margaret datang ke apartemen Iren. Dia menceritakan tentang Reka yang sudah berani meninggikan suaranya hanya karena dia datang ke kantor tempat Rintik bekerja. Dia juga mengatakan kalau Rintik lah yang menjadi penyebab putranya menjadi tidak patuh."Cepatlah menikah dengan Reka," pinta Margaret pada Iren.Dengan wajah yang lesu, Iren menjawab, "Saya merasa tidak enak hati pada Mbak Rintik, Mih. Karena bagaimanapun, saya penyebab retaknya rumah tangga mereka. Saya hanya meminta hak anak yang ada di dalam rahim saya. Saya juga tidak bermaksud untuk menjadi perebut suami orang," ucap Iren yang diakhiri dengan isakan kecil."Tidak! Itu tidak benar. Kamu tidak salah. Kamu sudah benar jika meminta hak anakmu. Kamu tenang saja. Kamu juga tidak perlu bercerai dari Reka jika anak ini lahir. Karena bagaimanapun, dia adalah darah daging putraku. Dia akan hidup berkecukupan. Semua harta yang aku miliki, akan menjadi milik cucuku. Aku janji," ucap Margaret.Iren kembali menangis.
Iren reflek menutup mulutnya. Menyadari kebodohan yang telah ia lakukan. Yang artinya dia membongkar dirinya sendiri yang menjadi perusak rumah tangga wanita lain. “Ah! Tidak, tidak ada salahnya. Lagipula ditutupi pun suatu saat akan tau juga. Sudah kepalang tanggung. Lagipula mereka akan bercerai juga,” batin Iren."Jadi, kamu berpikir kalau aku memarahimu karena kamu yang telah merusak rumah tangga sahabatku?" Angel tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa sebelum melanjutkan ucapannya. "Itu karena memang kamu tidak becus dalam bekerja!" serunya."Tunggu! Jika kamu adalah wanita itu, kamu-" Angel tidak dapat menyelesaikan kata-katanya. Seketika dia menutup mulutnya, lalu menoleh kearah sahabatnya.Melihat ekspresi Angel, membuat Iren sadar, lalu dia menoleh ke sekeliling. Benar saja, ekspresi itu juga yang ia lihat dari orang-orang yang tengah berada di lobby. Mereka menatapnya dengan perasaan tak percaya mengetahui fakta bahwa beberapa hari ini yang menjadi bahan pembicaraan orang-
Iren menoleh kepada orang yang telah melayangkan sebuah tamparan yang sangat keras di pipinya. Yang diikuti dengan matanya yang membulat sempurna. Melihat Iren ditampar oleh seseorang, Rintik refleks menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. “Apa kamu bilang? Wanita yang tidak bisa mempunyai anak tidak berhak bahagia? Kamu pikir kamu siapa? Sampai bisa berkata seperti itu. Kenapa seorang wanita yang tidak bisa memberikan seorang keturunan bagi keluarga tidak berhak untuk bahagia? Kenapa! Kamu membanggakan kamu yang bisa hamil? Begitu? Kamu bisa hamil karena menggoda suami orang. Apa yang patut dibanggakan dari hal itu?!” seru Andrea penuh amarah. Iren hanya diam saja ketika ketua divisinya membuat pipinya kemerahan dengan sebuah tamparan.Seharusnya kamu malu karena menjadi wanita hina-”“Apa hakmu berkata seperti itu!” potong Iren. Nafasnya menderu, dan bola matanya memerah. “Karena aku menjadi seorang simpanan? Dengar ya, aku memang menjadi orang ketiga dalam rumah tangga ora
“Rintik! Tunggu aku ingin bicara denganmu,” pinta Reka pada Rintik. Dia sudah menunggu Rintik untuk beberapa saat. Rintik menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap pria yang pernah dicintainya itu. Ia menarik nafas dalam sebelum mulai berbicara.“Ok. Ini terakhir kalinya kita berbicara. Aku tidak mau ada masalah yang timbul karena pembicaraan kita. Katakan apa yang ingin kamu katakan padaku. Aku beri waktu kamu lima menit,” ucap Rintik pada Reka.“Tapi, kenapa cuma lima menit?” Reka merasa keberatan dengan permintaan Rintik. Waktu lima menit tidak cukup untuk melepas kerinduannya pada wanita yang sangat dicintainya itu.“Kalau begitu tidak usah,” ucap Rintik seraya melangkahkan kakinya. Namun ditahan oleh Reka. “Baiklah. Lima menit,” ucapnya.Reka merasa bingung mau mulai dari mana. Dia gelisah untuk memulai pembicaraan."Em, begini, Rin. Kamu tahu kan kalau aku sangat mencintaimu. Dan tidak mau berpisah denganmu. Jadi-”“Tidak usah bertele-tele Reka. Langsung saja pada pokok p
Rintik membeku ketika melihat seseorang sudah berdiri di depan kamar kosnya. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang tak beraturan seraya menelan ludah."Ja- Janar?" lirihnya."Darimana saja jam segini baru pulang?" tanya pria jangkung itu."Kerja lah. Memangnya kemana?" jawab Rintik seraya berjalan menuju pintu kamarnya. Secara otomatis Janar menggeser badannya agar Rintik bisa membuka pintu kamarnya."Sudah makan?" tanya Janar lagi. Yang dijawab anggukan oleh Rintik."Apa dia masih terus mengganggumu?" Rintik menatap saudara laki-lakinya. Kemudian menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin baginya untuk mengatakan yang sebenarnya pada Janar bahwa Reka masih terus mengganggunya."Kamu tidak bohong kan?" Rintik tersenyum pada Janar seraya mengangguk. "Beri tahu aku jika laki-laki itubmasih mengganggumu. Akan aku beri pelajaran dia," ucap Janar dengan nada kesal."Kamu tidak usah khawatir. Aku bisa mengurus masalahku sendiri. Nanti kalau aku sudah tidak bisa mengatasinya, aku pasti aka
Margaret masih terus saja menggedor daun pintu amar Rintik seraya berteriak memanggil namanya. Dia seketika terdiam ketika melihat seorang perempuan keluar dari kamar sebelah. Perempuan itu penuh dengan tato di seluruh tangannya. Bahkan tato itu sampai ke leher dan beberapa bagian di wajahnya.Margaret memandang wanita itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita itu hanya memakai celana hotpant dan tanktop saja. Sehingga Margaret dapat melihat dengan jelas gambar yang ada di lengan wanita itu. Seketika nyalinya menciut.“Berisik tau. Tidak tahu ada orang lagi istirahat apa?” seru wanita itu. Meski hanya sebagian saja yang terlihat, Margaret merasa ngeri dengan wanita itu. Dia memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu. Tidak ingin terlibat perdebatan dengan wanita yang mengerikan.***Siang ini, Angel mengajak Rintik untuk makan siang di luar. Restoran yang menjadi langganan mereka berdua. Tapi kali ini ada yang berbeda. Mereka tidak hanya berdua. Tapi Langit juga ikut bergab