Bab 4 Tidak mau berpisah
Ritme jantung rintik tiba-tiba saja berubah. ketika melihat nama pemanggil yang tertera di layar onselnya."Janar? Bagaimana ini? Apa aku harus menjawabnya atau tidak?" pikir Rintik.Rintik membiarkan panggilan itu hingga deringan terakhir. Yang akhirnya panggilan itu tidak dijawabnya. "Aku bisa beralasan kalau aku sudah tidur. Lagipula ini sudah terlalu malam,"ucapnya bermonolog.
Kemudian Rintik menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan bersiap menyambut mimpi.
***Pagi ini, Margaret datang ke tempat kerja Reka. Hal itu dikarenakan Reka tidak pulang ke rumah ataupun membalas pesan atau menjawab panggilan dari ibunya.
Reka juga tidak menanggapi ketika ibunya berbicara panjang lebar mengenai rencana pernikahannya dengan Iren yang sebentar lagi akan segera di laksanakan."Reka! kamu dengar apa yang Mami katakan tidak?" sungut ibunya kesal. Sedangkan Reka hanya merespon dengan pandangan mata sekilas. Lalu kembali menatap layar komputernya pura-pura menyibukkan diri.
"Reka. Mami sedag bicara serius dengan kamu," ucap ibunya lagi. Kali ini dia mendekat kearah putranya.
"Kamu masih ingin memiliki tempat ini bukan?" tanya ibunya seraya melipat tangan didada. Itu adalah jurus terakhir yang sangat ampuh untuk menarik perhatian putranya. Reka menatap ibunya sekilas, lalu membuang nafasnya kasar.Dia beranjak dari kursinya kemudian duduk di samping ibunya, "Berapa kali aku harus bilang pada Mami? Aku tidak mau menikahi Iren. Dan juga bercerai dari Rintik."
"Nak, ingat. Yang meminta cerai bukan kamu. Tapi istrimu yang mandul itu. Kenapa kamu sangat keras kepala sekali?" Margaret kembali merasa kesal dengan putra semata wayangnya itu. "Kenapa kamu tidak mua mendengar perkatan Mamimu ini? Bukannkah surga ada di bwah kaki ibumu?" imbuhnya.
Reka kembali membuang nafasnya secara kasar. Memang benar jika surga ada di bawah telapak kaki ibunya. Tapi bukan seperti ini, pikir Reka dalam hati.
"Gugurkan saja bayi itu, Mi." Mata Margaret membola ketika mendengar ucapan Reka. Dia tidak menyangka jika putranya mempunyai pemikiran seperti itu. "Apa kamu bilang Reka? Kamu mau berbuat dosa? Apa kamu sudah tidak waras?!"
Reka mengusap wajahnya. Ia sedikit menyesali ucapannya tentang menggugurkan bayi yang ada di kandungan Iren. Dirinya bahkan berusaha mendapatkan seorang anak di pernikahannya dengan Rintik. Bagaimana bisa ia menyarankan untuk menggugurkan janin Iren?
Reka sangat frustasi dengan masalah yang sedang dihadapinya. Dia kemudian memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Berharap akan ada solusi tentang permasalahan yang tengah ia hadapi.
"Mami tidak mau mendengar penolakan Reka. Kamu harus terima keputusan Mami. Mami tidak akan pernah setuju dengan saran kamu yang ingin menggugurkan janin yang tidak berdosa itu." Margaret meninggalkan Reka.
Reka kembali menghembuskan nafas berat. Ia sangat putus asa. Sadar bahwa mempertahankan hubungannya dengan Rintik akan menjadi tidak mudah. Namun melepaskannya juga bukan perkara yang gampang.
***Rintik memarkirkan kendaraannya di tempat biasa. Motor matik yang sudah menemaninya sejak tiga tahun lalu. Motor itu juga saksi perjuangannya dalam meniti karir. Baru saja ia turun dari motor, seseorang menarik lengannya dan membawanya ke sisi lain tempat parkir."Lepas! Reka! Lepaskan!" seru Rintik pada Reka yang menarik lengannya. Dengan sekuat tenaga, Rintik berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Reka. Melihat Rintik mengusap lengannya, Reka meminta maaf karena telah menyakitinya secara tidak sengaja.
"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Reka. "Aku hanya ingin bicara dengan kamu. Itu saja," imbuhnya.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Ka. Keputusanku sudah bulat. Aku mau kita bercerai."
"Tidak. Aku tidak mau. Aku tidak akan menceraikan kamu, Rintik. Apapun yang terjadi. Tunggulah sebentar, hanya satu tahun. Setelah anak itu lahir, aku akan kembali padamu," pinta Reka.
Rintik berdecak mendengar ucapan Reka. Ia tidak mengerti dengan apa yang ada dipikiran pria yang selama ini menjadi sandaran hatinya. "Kamu mau aku menunggumu? Tidak. Aku tidak mau Reka." Rintik memutar badannya hendak meninggalkan Reka. Namun tangan Rintik kembali ditahan oleh Reka. Bahkan Reka tidak peduli dengan rintihan Rintik yang merasa kesakitan karena cengkeraman tangannya.
"Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu Rintik."
"Reka tolong, lepaskan. Tanganku sakit," rengek Rintik.
"Ada apa ini?" tanya Angel yang melihat perseteruan antara kedua temannya.
Reka sedikit terlonjak karena kedatangan Angel yang tiba-tiba, "Tidak ada. Kamu pergilah."Tapi mata Angel tidak bisa dibohongi. Meski Reka mengatakan bahwa tidak terjadi apapun diantara mereka, tapi raut wajah Rintik mengatakan yang sebaliknya. Yang kemudian Angel menarik paksa tangan Reka yang membuatnya melepaskan cengkeramannya dari tangan Rintik."Aku tidak tau apa yang terjadi diantara kalian, tapi ini kantor. Aku mohon kamu jangan buat keributan," ucap Angel pada suami dari sahabatnya."Angel. Tidak usah ikut campur. Ini urusan rumah tangga kami," ucap Reka pada Angel.
"Aku tahu. Aku tidak bermaksud untuk ikut campur. Tapi ini kantorku. Kalian menjadi bahan tontonan orang yang lewat. Tidak seharusnya kamu bersikap kasar pada Rintik." Reka melihat sekitar. Benar apa yang dikatakan Angel, bahwa mereka menjadi tontonan orang-orang. Melihat hal itu,emosi Reka sedikit terkendali.
"Ayo, kita masuk saja ke dalam," ajak Angel pada Rintik. Yang dijawab dengan anggukan oleh Rintik. Kemudian mereka pergi meninggalkan Reka.
"Rintik. Aku belum selesai bicara. Tunggu!" Reka berniat untuk mengejar Rintik tapi ditahan oleh Angel. "Reka. Tolong jangan buat keributan disini. Selesaikan urusanmu nanti. Ini sudah waktunya jam kerja," pinta Angel pada Reka.
***
"Mas Reka?"Reka menoleh kesal suara. Seketika ia memutar bola matanya malas ketika mengetahui siapa yang memanggilnya. Wanita itu menghampiri Reka yang hendak masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu ngapain ada disini?" tanya Iren dengan senyum merekah pada Reka yang sudah berada di kantornya. Reka hanya diam saja tidak merespon pertanyaan Iren. Ia terlalu malas untuk menanggapinya. Seketika senyum Iren memudar ketika mengingat jika ia bekerja di kantor yang sama dengan Rintik.
"Kamu datang kemari untuk bertemu wanita itu?" tanya Iren. Ia tidak membutuhkan jawaban dari Reka karena tebakannya pasti benar. Dan hal itu sangat membuat Iren sangat kesal.
"Itu bukan urusan kamu. Aku mau bertemu dengan siapa itu terserah aku," ucap Reka dengan nada ketus. Dia kemudian meraih handle pintu mobilnya. Tapi tangannya ditahan oleh Iren.
"Kamu ini tidak punya perasaan. Aku setiap pagi harus merasakan mual dan muntah karena hamil anakmu, tapi kamu justru bertemu dengan wanita itu?"
"Dia istriku. Jadi aku harus lebih mementingkan dia diatas segalanya," ucap Reka seraya menahan emosi. "Sebaiknya kamu jaga batasan kamu!" Reka menampik tangan Iren dan sedikit mendorongnya ke belakang. Kemudian ia masuk kedalam mobilnya dan meninggalkan Iren.
"Kamu pikir, aku akan diam saja? Tidak Reka. Aku akan lakukan semuanya agar kamu jadi milikku. Apapun itu," ucap Iren bermonolog menatap mobil Reka yang sudah menembus jalan raya.
***"Tok tok tok," ucap Angel seraya mengetuk meja kerja Rintik. Rintik sedikit terperanjat karena kedatangan Angel."Kerja apa ngelamun?" tanya Angel kemudian. Rintik membalas pertanyaan Angel dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Bukan ngelamun. Lebih tepatnya berpikir," jawab Rintik masih dengan senyuman tersungging di bibirnya.
Angel melirik ke sekitar. Netranya memindai setiap orang yang berada di kubikel dihadapannya. Kemudian ia berbisik pada Rintik,"Tadi kenapa?"
"Tidak ada. Hanya masalah rumah tangga biasa," jawab Rintik.
Mendengar jawaban Rintik, Angel mengangguk-anggukan kepalanya. Tapi juga merasa tak puas karena jawaban yang keluar dari bibirnya sangat berbanding terbalik dengan wajahnya saat ini. Bahkan tadi pagi, ia sempat melihat mata sembab Rintik."Yakin? Tidak ada hal yang ingin kamu ceritakan padaku?"
Rintik mengangguk membenarkan. Bukan maksudnya ingin enyembunyikan dan tidak mau berbagi masalahnya. Hanya saja dia tidak mau menjadi beban pikiran dari sahabatnya.
"Ya sudah kalau kamu belum ingin bercerita. Aku siap menunggu sampai kamu mau cerita padaku," ucap Angel disertai dengan senyuman. Meskipun canggung, Rintik juga membalas senyuman Angel.
***Pukul empat sore, Rintik masih sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa karyawan tengah bersiap untuk pulang karena sudah waktunya jam pulang. Ada juga yang masih duduk dengan tenang dan masih melanjutkan pekerjaan. Sampai salah satu karyawannya menghampiri Rintik yang sedang fokus menatap lyar komputernya.
"Bu," sapa Salah satu karyawan rintik. Rintik yng merasa dipanggil mendongakkan kepalanya melihat siapa yaang memanggilnya,"Ya?""Ibu harus melihat ini," ucap karyawan itu. Lalu ia merebut mouse yang sedang dipakai Rintik untuk menunjukan sesuatu. Meski Rintik merasa bingung, dia tetap membiarkan karyawannya mencari sesuatu pada komputernya."Ini, Bu," ucapnya ketika dia sudah menemukan apa yaang dicari. Rintik membuka matanya lebar setelah membaca apa yang tertulis di layar komputernya."Apa ini?""Ini-" Rintik tidak dapat melanjutkan ucapannya. Kemudian ia menatap karyawannya yang masih berdiri disampingnya. Kemudian ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dan hampir semua orang tengah memandangnya "Postingan ini baru saja muncul, Bu. Baru lima menit yang lalu," ucap karyawannya lagi."Meskipun baru beberapa menit, sudah pasti postingan ini sudah menyebar dan sudah di baca oleh orang lain," batin Rintik. "Ok, terima kasih. Kamu boleh pulang sekarang," ucap Rintik. *** Angel berjalan tergesa menghampiri Rintik, "Rin, kamu sudah lihat postingannya?" tanya Angel pada sahabatnya yang sedang tertimpa masalah itu. Rintik masih menatap layar komputer tanpa ingin menanggapi pertanyaan Angel padanya. "Jika Angel saja sudah mengetaui tentang berita ini, sudah pasti seluruh kantor suah mengetauinya," batin Rintik lagi. Ia mendesah kasar, lalu kembali membaca tulisan yang diposting di web. "R, Suami dari Rintik Daneschara Kepala divisi di KnA Advertaising telah menghamili seoran
Seketika netra Rintik membola. Bukan karena alasan dirinya yang tidak jadi jatuh, melainkan orang yang menangkap tubuhnya."Janar," desis Rintik.Bukan hanya Rintik, raut wajah Reka pun berubah pias ketika melihat siapa orang yang telah menangkap tubuh Rintik. Sedangkan pria yang bernama Janar, segera mengangkat tubuh Rintik membantunya untuk berdiri. Wajahnya datar tak berekspresi. Lalu menatap Reka dengan amarah."Ada apa ini?" tanya Janar. Tatapannya tajam tertuju pada Reka. Bukannya menjawab, justru Reka terlihat gelisah karena melihat Janar, sepupu istrinya."I- ini bukan urusanmu, ini urusan rumah tangga kami," jawab Reka dengan terbata. Netranya bahkan bergerak liar dan tak beraturan, bahkan ia tak mampu menatap lawan bicaranya."Jan, kita bicara di tempat lain saja," ajak Rintik pada Janar.Janar beralih menatap Rintik, "Aku ingin bicara disini. Bukan di tempat lain. Bisakah kalian menjelaskan apa yang terjadi? Karena aku punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan." Jana
Rintik menoleh ke asal suara. Bersamaan dengan itu, wanita yang memanggilnya tengah berjalan ke arahnya. Lalu tanpa aba-aba mendaratkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Rintik. Cukup untuk membuat Rintik ataupun yang lainnya merasa terkejut. Rintik memegangi pipinya yang terasa panas dan menyakitkan. Tapi tak lebih menyakitkan dari tamparan di hatinya. Dia menatap wanita yang telah memberikan sebuah obat kantuk yang lebih ampuh daripada secangkir kopi. Wajahnya merah padam dan bola matanya serasa akan keluar dari rongganya. "Dasar wanita jalang! Dimana kamu sembunyikan putraku?" Margaret, yang sudah menampar Rintik, kini membentak dan berkata kasar serta menuduh menantunya menyembunyikan Reka. Netra Rintik mengembun seketika. Bukan karena tamparan yang ia dapat, melainkan sikap ibu mertuanya yang membentak dirinya dihadapan umum. Terlebih lagi, kini mereka tengah berada di kantor tempatnya bekerja. "Jawab! Dimana kamu sembunyikan Reka. Jangan kamu kira, dengan melakukan ha
“Apa dengan kejadian ini, kamu juga belum mau memberitahukan siapa wanita itu, Rin?” tanya Angel pada Rintik ketika dia mengantar Rintik pulang ke kontrakannya. Rintik hanya tersenyum tipis, dia tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak memberitahukan siapapun tentang Iren yang menjadi penyebab retaknya rumah tangganya dengan Reka.Angel mendesah frustasi karena Rintik yang bungkam. Dia tidak habis pikir kenapa sahabatnya masih menutupi wanita yang telah merusak hidupnya. Seharusnya dia mengekspos siapa wanita itu, supaya ada efek jera bagi wanita diluar sana untuk tidak macam-macam dengan pria yang sudah mempunyai istri. Padahal, sudah banyak cerita tentang istri sah yang melabrak pelakor dan mempermalukannya di tempat umum. Seharusnya Rintik mencontoh hal itu, bukan malah menjadi peran protagonis yang selalu diam dan mengalah ketika ditindas.Angel hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan jalan pikiran dari wanita yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi sahabatnya i
Dahi Reka mengerut seketika, ketika melihat seseorang tengah berdiri di depan pagar rumah ibunya. Pasalnya waktu saat ini menunjukan pukul dua belas malam. Dan rasanya tidak patut jika bertamu saat ini."Ka- kamu?" ucap Reka merasa heran. Tapi perasaan herannya berubah menjadi perasaan gelisah. Jantungnya berdebar tak beraturan melihat orang itu mendekat ke arahnya. Tatapannya tajam, rasanya dia akan menerkamnya hidup-hidup."Kenapa? Tidak boleh?" ucapnya. Masih dengan tatapan tajamnya menatap Reka."Ta- tapi Janar, i- ini sudah tengah ma- malam. Tidak seharusnya kamu berada di sini. Kamu tidak berniat untuk berbuat buruk pada Mami, kan?" terka Reka.Mendengar ucapan suami dari saudaranya, membuat Janar tertawa sinis. "Tidak boleh? Ibumu saja sudah melakukan hal buruk terhadap saudaraku. Apa aku harus diam saja?" ucap Janar santai. Reka bergidik ngeri mendengar ucapan Janar. Dia tahu seperti apa watak dari saudara laki-laki dari istrinya itu. Dia adalah seorang yang temperamental dan
Bukan hanya terkejut dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. Tapi, ketiga karyawan itu juga tidak menyangka jika orang yang sedang mereka bicarakan ada di belakang mereka."Pa- pagi, Pak," sapa kedua karyawan itu secara bersamaan. Di dalam hati mereka bertiga, mereka merutuki kebodohan yang mereka buat. Apalagi di hadapan seorang Langit. Dia memang bukan petinggi perusahaan, tapi dia sangat disegani oleh karyawan lain karena dia mempunyai aura yang tegas di balik keramah tamahan sikapnya. Tapi yang disapa justru melenggang masuk ke dalam lift karena lift sudah terbuka. Tak menghiraukan ketiga karyawan yang baru saja menyapanya."Bu Rintik, anda tidak masuk?" tanya Langit pada Rintik yang masih membeku di tempat. Mendengar namanya dipanggil, Rintik tergagap, kemudian berjalan masuk ke lift menyusul Langit."Kalian tidak ikut masuk?" tanya Langit pada ketiga karyawan itu dengan tatapan tajam.Meski sempat ragu, ketiganya masuk dengan menundukan kepa
Tiga hari lalu, Margaret datang ke apartemen Iren. Dia menceritakan tentang Reka yang sudah berani meninggikan suaranya hanya karena dia datang ke kantor tempat Rintik bekerja. Dia juga mengatakan kalau Rintik lah yang menjadi penyebab putranya menjadi tidak patuh."Cepatlah menikah dengan Reka," pinta Margaret pada Iren.Dengan wajah yang lesu, Iren menjawab, "Saya merasa tidak enak hati pada Mbak Rintik, Mih. Karena bagaimanapun, saya penyebab retaknya rumah tangga mereka. Saya hanya meminta hak anak yang ada di dalam rahim saya. Saya juga tidak bermaksud untuk menjadi perebut suami orang," ucap Iren yang diakhiri dengan isakan kecil."Tidak! Itu tidak benar. Kamu tidak salah. Kamu sudah benar jika meminta hak anakmu. Kamu tenang saja. Kamu juga tidak perlu bercerai dari Reka jika anak ini lahir. Karena bagaimanapun, dia adalah darah daging putraku. Dia akan hidup berkecukupan. Semua harta yang aku miliki, akan menjadi milik cucuku. Aku janji," ucap Margaret.Iren kembali menangis.
Iren reflek menutup mulutnya. Menyadari kebodohan yang telah ia lakukan. Yang artinya dia membongkar dirinya sendiri yang menjadi perusak rumah tangga wanita lain. “Ah! Tidak, tidak ada salahnya. Lagipula ditutupi pun suatu saat akan tau juga. Sudah kepalang tanggung. Lagipula mereka akan bercerai juga,” batin Iren."Jadi, kamu berpikir kalau aku memarahimu karena kamu yang telah merusak rumah tangga sahabatku?" Angel tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa sebelum melanjutkan ucapannya. "Itu karena memang kamu tidak becus dalam bekerja!" serunya."Tunggu! Jika kamu adalah wanita itu, kamu-" Angel tidak dapat menyelesaikan kata-katanya. Seketika dia menutup mulutnya, lalu menoleh kearah sahabatnya.Melihat ekspresi Angel, membuat Iren sadar, lalu dia menoleh ke sekeliling. Benar saja, ekspresi itu juga yang ia lihat dari orang-orang yang tengah berada di lobby. Mereka menatapnya dengan perasaan tak percaya mengetahui fakta bahwa beberapa hari ini yang menjadi bahan pembicaraan orang-