Langit mengangguk mantap sebagai jawaban dari pertanyaan paman Rintik. Karena tujuan mereka menikah adalah supaya Rintik bisa terbebas dari gangguan Reka dan juga mantan ibu mertuanya.“Seandainya diperbolehkan, bulan ini kami ingin segera melangsungkan pernikahan. Sederhana saja. Hanya syukuran dan tidak perlu adanya hajatan. Iya kan Rintik?” tanya Langit meminta persetujuan Rintik.Rintik mengangguk sembari menjawab dengan gugup, “I- iya, Paman. Tidak usah ada hajatan.”“Dan setelah kami menikah, Rintik akan tinggal dengan saya di rumah milik saya. Namun jika Paman dan Bibi ingin berkunjung, dengan senang hati kami akan menyambutnya,” imbuh Langit.Sejak pertama bertemu dengan Rintik, Sasmi tidak henti-hentinya memandang wajah calon menantunya itu. Wanita yang memakai baju gamis berwarna ungu muda yang dipadukan dengan hijab warna senada, membuat Rintik itu terlihat elegan. Sikap sopan santunya yang menghormati orang tua, membuat Sasmi merasa terpukau. Tutur kata yang lemah lembut me
Wajah Reka seketika berubah. Ternyata ibunya sedang berkunjung ke rumah. salahnya tidak bertanya terlebih dahulu.Reka di tuntun untuk masuk kedalam rumah. “Lang. Reka ini loh, datang!” seru sasmi dengan anda cukup tinggi. Tak lama, Langit pun muncul dari dalam kamarnya. Dan menghampiri Reka yang sudah duduk di sofa ruang tamu seraya mengerutkan keningnya.“Ibu sejak kapan datang?” tanya Reka basa-basi.“Kemarin. Langit meminta ibu datang untuk melamarkan kekasihnya," jawab Sasmi yang tidak lepas dari senyuman.Mendengar jawaban ibunya, membuat Langit berdecak dalam hati. ‘Kenapa juga ibu mengatakan jika habis melamar. Bisa kacau jika Reka bertanya,’ batin Langit.Sedangkan Reka merasa bingung, karena ia tidak tahu perihal lamaran Langit. Reka menatap Langit penuh pertanyaan.“Hanya acara sederhana. Dan tidak ada pesta. Aku pikir tidak perlu membuat heboh dengan mengundang banyak orang,” ucap Langit untuk menutup rasa penasaran Reka tentang lamaran Langit. Pertanyaan Reka selanjutnya t
“Aku dengar kamu sebentar lagi akan menikah, ya?” tanya Iren pada Rintik ketika mereka tengah berada di pantry. Di tempat itu juga ada beberapa karyawan lain yang sedang membuat kopi.“Bukan urusanmu,” jawab Rintik singkat.Karena mendengar ucapan Iren, karyawan lain yang berada di tempat yang sama dengan mereka saling berbisik. Dan Rintik sangat tidak menyukainya.“Kamu sudah gatel ya?” tanya Iren yang disertai dengan tawa mengejek. “Atau, kamu iri terhadapku karena aku akan segera menikah dengan Mas Reka. Itu sebabnya kamu menebar berita kalau kamu akan menikah. Itu karena kamu tidak mau tersaingi. Benar, bukan?” tanya Iren dengan nada mencibir.“Hey! Iren. Memang apa urusannya denganmu kalau Bu Rintik menikah lagi? Yang penting kan tidak menikah dengan suami orang,” cibir teman satu divisinya.“Aku tidak berbicara dengan kalian! Pergi kalian dari tempat ini!" seru Iren pada 2 karyawan lain. Yang membuat kedua orang itu sama-sama berdecak kesal dengan ucapan Iren.Rintik tersenyum. L
BAB 28 REKA LAGI“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Iren ketus. Kedua alis Rintik saling bertaut karena ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh wanita yang berusia lebih muda darinya itu.“Apa maksudmu?”Iren melipat kedua tangan di depan dada dengan masih menatap sinis ke arah Rintik. “Aku tahu jika kalian berdua tertawa menertawakanku. Iya kan?” “Kamu pikir dunia itu berputar di sekitarmu?” ucap Rintik yang membuat Iren semakin bertambah kesal.“Memang apalagi jika tidak membicarakanku? Kalian adalah orang yang sangat membenciku. Sudah pasti kalian membicarakanku dan menertawakanku!”“Iren! Dengar ya. Kamu tidak sangat spesial dalam hidupku hingga aku harus menjadikanmu sebagai bahan pembicaraan. Maaf ya, aku terlalu sibuk untuk mengurusi orang yang tidak penting macam kamu. Permisi,” ucap Rintik. Ia pergi begitu saja meninggalkan Ireen.Iren menghentakkan kakinya karena kesal kalah dari Rintik.“awas saja! Aku tidak akan membuat hidupmu tenang. Tidak akan!”***Rintik berja
“Jadi berita itu benar? Kamu akan segera menikah? Siapa pria itu?” potong Reka buru-buru. Wajahnya terlihat sangat gelisah ketika mendengar Rintik membenarkan berita tentang pernikahannya. Rintik diam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Yang membuat Reka sangat penasaran. Kemudian ia berucap. “Kenapa? Apa karena aku akan menikah dengan Iren? Karena itu kamu menikah?”“Pernikahanku tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu. Pria itu mengajakku untuk menikah. Jadi aku terima saja. Lagi pula, ia adalah pria yang baik. Aku pikir tidak ada salahnya jika aku menerima lamarannya,” ucap Rintik santai.“Siapa pria itu, Rin? Siapa? Apa kamu mencintai pria itu?” tanya Reka secara beruntun.“Sepertinya pembahasaan kita tidak akan ada habisnya. Saya permisi,” pamit Rintik pada Reka. Rintik sudah bersiap untuk pergi. Tapi tangannya di tahan oleh Reka. Memintanya untuk tidak pergi dan tetap tinggal.“Tolong lepaskan! Aku tidak mau ada orang yang akan salah paham dengan kejadian ini.”
“Hey! Buatkan aku kopi!” titah Angel pada RIntik yang tengah duduk di salah satu kursi di pantry. Rintik menoleh ke asal suara seraya berkata,” Sedang apa anda di sini?”Angel berdecak, lalu berucap, “Kenapa memangnya? Ada yang salah? Ini kantorku. Terserah padaku ingin berada di mana. Cepat buatkan aku kopi.”Rintik banggun daru tempat dduduknya. Meraih satu cangkir dan membuat pesanan dari pemilik kantor tempatnya bekerja itu. Lalu meletakkan cangkir itu di hadapan Angel.“Thank’s,” ucap Angel disertai dengan senyuman. Rintik ikut duduk di sebelah Angel untuk menikmati kopinya.“Aku lihat kamu sepertinya gelisah,” ucap Angel seraya menatap sahabatnya. Rintik menoleh kearah Angel sesaat. Lalu kembali menatap kembali kopinya yang masih mengeluarkan uap panas.Rintik mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Apa keputusanku ini sudah tepat?” lirihnya. Angel memicingkan matanya kemudian bertanya, “Ada apa lagi?”“Langit pasti populer di kalangan karyawan wanita,” ucap
“Aku belum melihatnya sejak pagi,” jawab Lyra. Yang dibenarkan oleh kedua anaknya.“Lalu kemana anak itu? Kenapa ia pergi tanpa pamit? Coba hubungi Reka. Takut terjadi sesuatu dengan anak itu,” titah Matius pada putra sulungnya. Putra sulungnya segera menghubungi Reka. Namun, setelah beberapa saat, ia mengatakan jika nomornya tidak aktif. Hal tersebut membuat Matius semakin khawatir. Ia menyuruh putranya untuk menghubungi Reka lagi.Iren yang memang belum melihat wajah calon suaminya sejak pagi, ikut merasa gelisah. Air mukanya seketika menegang. Pikiran-pikiran negatif menyerbu benaknya. ‘Jangan-jangan. Ah! Tidak. Jangan sampai,’ ucap Iren membatin.“Mami, bagaimana jika Reka pergi seperti kemarin dan menemui wanita itu?” bisik Iren di telinga calon ibu mertuanya. Namun, Margaret terlihat biasa saja dalam menyikapi kekhawatiran calon menantunya. Ia tidak ikut merasa takut jika putranya pergi dan menemui mantan istrinya.“Sudah. Tidak usah mencari Reka. Ia tidak pergi kemana-mana,”
“Apa?!”“Dasar wanita tidak waras!” seru Matius kesal. Bukankah dengan meminta sebuah rumah mewah membuktikan bahwa dirinya adalah penggali emas? Memanfaatkan kehamilannya untuk mengambil harta milik Reka, pikir Matius.“Diam, Mat! Aku yang menawarkan rumah itu. Jadi tidak usah menyebut menantuku sebagai wanita matre,” ucap Margaret dengan tatapan sinisnya. Kemudian ia beralih menatap menantu kesayangannya. "Sekarang cepat pakai gaunmu. Kamu sudah ditunggu di altar. Ayo hapus air matamu. Kita betulkan sedikit riasan diwajahmu, hem?” ucap Margaret lembut. Yang mendapat respon sebuah anggukan dari Iren.Sedangkan Matius hanya berdecak melihat keakraban mertua dan menantu itu. Jika ada orang lain yang melihatnya, pasti mereka pikir jika wanita itu adalah anak kandung Margaret.“Bukan uangmu yang ku pakai untuk membeli rumah. Jadi tidak usah merasa kesal,” pangkas Margaret. Karena merasa sangat kesal dengan sikap saudara perempuannya, Matius memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu. ‘