“Aku dengar kamu sebentar lagi akan menikah, ya?” tanya Iren pada Rintik ketika mereka tengah berada di pantry. Di tempat itu juga ada beberapa karyawan lain yang sedang membuat kopi.“Bukan urusanmu,” jawab Rintik singkat.Karena mendengar ucapan Iren, karyawan lain yang berada di tempat yang sama dengan mereka saling berbisik. Dan Rintik sangat tidak menyukainya.“Kamu sudah gatel ya?” tanya Iren yang disertai dengan tawa mengejek. “Atau, kamu iri terhadapku karena aku akan segera menikah dengan Mas Reka. Itu sebabnya kamu menebar berita kalau kamu akan menikah. Itu karena kamu tidak mau tersaingi. Benar, bukan?” tanya Iren dengan nada mencibir.“Hey! Iren. Memang apa urusannya denganmu kalau Bu Rintik menikah lagi? Yang penting kan tidak menikah dengan suami orang,” cibir teman satu divisinya.“Aku tidak berbicara dengan kalian! Pergi kalian dari tempat ini!" seru Iren pada 2 karyawan lain. Yang membuat kedua orang itu sama-sama berdecak kesal dengan ucapan Iren.Rintik tersenyum. L
BAB 28 REKA LAGI“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Iren ketus. Kedua alis Rintik saling bertaut karena ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh wanita yang berusia lebih muda darinya itu.“Apa maksudmu?”Iren melipat kedua tangan di depan dada dengan masih menatap sinis ke arah Rintik. “Aku tahu jika kalian berdua tertawa menertawakanku. Iya kan?” “Kamu pikir dunia itu berputar di sekitarmu?” ucap Rintik yang membuat Iren semakin bertambah kesal.“Memang apalagi jika tidak membicarakanku? Kalian adalah orang yang sangat membenciku. Sudah pasti kalian membicarakanku dan menertawakanku!”“Iren! Dengar ya. Kamu tidak sangat spesial dalam hidupku hingga aku harus menjadikanmu sebagai bahan pembicaraan. Maaf ya, aku terlalu sibuk untuk mengurusi orang yang tidak penting macam kamu. Permisi,” ucap Rintik. Ia pergi begitu saja meninggalkan Ireen.Iren menghentakkan kakinya karena kesal kalah dari Rintik.“awas saja! Aku tidak akan membuat hidupmu tenang. Tidak akan!”***Rintik berja
“Jadi berita itu benar? Kamu akan segera menikah? Siapa pria itu?” potong Reka buru-buru. Wajahnya terlihat sangat gelisah ketika mendengar Rintik membenarkan berita tentang pernikahannya. Rintik diam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Yang membuat Reka sangat penasaran. Kemudian ia berucap. “Kenapa? Apa karena aku akan menikah dengan Iren? Karena itu kamu menikah?”“Pernikahanku tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu. Pria itu mengajakku untuk menikah. Jadi aku terima saja. Lagi pula, ia adalah pria yang baik. Aku pikir tidak ada salahnya jika aku menerima lamarannya,” ucap Rintik santai.“Siapa pria itu, Rin? Siapa? Apa kamu mencintai pria itu?” tanya Reka secara beruntun.“Sepertinya pembahasaan kita tidak akan ada habisnya. Saya permisi,” pamit Rintik pada Reka. Rintik sudah bersiap untuk pergi. Tapi tangannya di tahan oleh Reka. Memintanya untuk tidak pergi dan tetap tinggal.“Tolong lepaskan! Aku tidak mau ada orang yang akan salah paham dengan kejadian ini.”
“Hey! Buatkan aku kopi!” titah Angel pada RIntik yang tengah duduk di salah satu kursi di pantry. Rintik menoleh ke asal suara seraya berkata,” Sedang apa anda di sini?”Angel berdecak, lalu berucap, “Kenapa memangnya? Ada yang salah? Ini kantorku. Terserah padaku ingin berada di mana. Cepat buatkan aku kopi.”Rintik banggun daru tempat dduduknya. Meraih satu cangkir dan membuat pesanan dari pemilik kantor tempatnya bekerja itu. Lalu meletakkan cangkir itu di hadapan Angel.“Thank’s,” ucap Angel disertai dengan senyuman. Rintik ikut duduk di sebelah Angel untuk menikmati kopinya.“Aku lihat kamu sepertinya gelisah,” ucap Angel seraya menatap sahabatnya. Rintik menoleh kearah Angel sesaat. Lalu kembali menatap kembali kopinya yang masih mengeluarkan uap panas.Rintik mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Apa keputusanku ini sudah tepat?” lirihnya. Angel memicingkan matanya kemudian bertanya, “Ada apa lagi?”“Langit pasti populer di kalangan karyawan wanita,” ucap
“Aku belum melihatnya sejak pagi,” jawab Lyra. Yang dibenarkan oleh kedua anaknya.“Lalu kemana anak itu? Kenapa ia pergi tanpa pamit? Coba hubungi Reka. Takut terjadi sesuatu dengan anak itu,” titah Matius pada putra sulungnya. Putra sulungnya segera menghubungi Reka. Namun, setelah beberapa saat, ia mengatakan jika nomornya tidak aktif. Hal tersebut membuat Matius semakin khawatir. Ia menyuruh putranya untuk menghubungi Reka lagi.Iren yang memang belum melihat wajah calon suaminya sejak pagi, ikut merasa gelisah. Air mukanya seketika menegang. Pikiran-pikiran negatif menyerbu benaknya. ‘Jangan-jangan. Ah! Tidak. Jangan sampai,’ ucap Iren membatin.“Mami, bagaimana jika Reka pergi seperti kemarin dan menemui wanita itu?” bisik Iren di telinga calon ibu mertuanya. Namun, Margaret terlihat biasa saja dalam menyikapi kekhawatiran calon menantunya. Ia tidak ikut merasa takut jika putranya pergi dan menemui mantan istrinya.“Sudah. Tidak usah mencari Reka. Ia tidak pergi kemana-mana,”
“Apa?!”“Dasar wanita tidak waras!” seru Matius kesal. Bukankah dengan meminta sebuah rumah mewah membuktikan bahwa dirinya adalah penggali emas? Memanfaatkan kehamilannya untuk mengambil harta milik Reka, pikir Matius.“Diam, Mat! Aku yang menawarkan rumah itu. Jadi tidak usah menyebut menantuku sebagai wanita matre,” ucap Margaret dengan tatapan sinisnya. Kemudian ia beralih menatap menantu kesayangannya. "Sekarang cepat pakai gaunmu. Kamu sudah ditunggu di altar. Ayo hapus air matamu. Kita betulkan sedikit riasan diwajahmu, hem?” ucap Margaret lembut. Yang mendapat respon sebuah anggukan dari Iren.Sedangkan Matius hanya berdecak melihat keakraban mertua dan menantu itu. Jika ada orang lain yang melihatnya, pasti mereka pikir jika wanita itu adalah anak kandung Margaret.“Bukan uangmu yang ku pakai untuk membeli rumah. Jadi tidak usah merasa kesal,” pangkas Margaret. Karena merasa sangat kesal dengan sikap saudara perempuannya, Matius memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu. ‘
Langit dan Iren menoleh secara bersamaan ke arah suara. Netra keduanya membola melihat Reka tengah berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Seketika wajah Iren berubah panik. Ia bergegas mendekat kearah Reka. Mencoba menjelaskan yang sedang terjadi antara dirinya dan Langit. “Sayang, i- ini tidak seperti apa yang kamu duga,” ucap Iren terbata.Reka menatap Iren sesaat seraya menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan yang diucapkan oleh wanita itu. ‘Apa-apan wanita ini?’ batinnya. Dialihkannya pandangan Reka pada Langit yang masih berdiri dengan tenang menatap ke arahnya.“Tidak ada,” ucap Langit seraya berjalan pelan ke arah Reka. Sekilas ia menoleh ke arah Iren yang berdiri dengan wajah gelisah. “Aku hanya kesal karena istrimu yang ceroboh itu, membuat kemejaku kotor,” imbuhnya dengan menunjukkan noda makanan di kemeja Yang Langit pakai.Reka melirik sinis ke arah Iren. Lalu berkata pada Langit, “Kamu mau pakai kemejaku? Ada di ruang ganti. Aku bisa meminjamkannya untukmu,” taw
"Cari tempat lain saja," bisik Rintik di telinga Langit. Membuat pria itu kembali merasa heran.Rintik menunjuk dengan dagunya ke salah satu sudut. Langit mengikuti arah pandang yang ditunjuk oleh wanitanya itu."Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Lebih baik kita hindari saja dan cari tempat lain," usul Rintik.Langit meminta maaf pada salah satu pegawai dan mengatakan mereka akan datang lain kali. Sebelum meninggalkan tempat itu, Langit menoleh lagi ke arah yang ditunjuk Rintik. Terlihat Margaret dan juga Iren tengah sibuk memilih pakaian. 'Benar. Jika tetap memaksakan, tidak akan baik untuk Rintik,' batin Langit. ***"Jadi, mau kemana kita?" tanya Langit pada Rintik ketika mereka sudah berada di mobil. "Kamu punya toko langganan yang ingin kamu kunjungi mungkin," lanjutnya."Apa kamu tidak masalah?" tanya Rintik. Ia hanya menatap Langit sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan. Ia terlihat menghindari kontak mata dengan tunangannya itu."Tidak, aku tidak ak