“Jadi berita itu benar? Kamu akan segera menikah? Siapa pria itu?” potong Reka buru-buru. Wajahnya terlihat sangat gelisah ketika mendengar Rintik membenarkan berita tentang pernikahannya. Rintik diam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Yang membuat Reka sangat penasaran. Kemudian ia berucap. “Kenapa? Apa karena aku akan menikah dengan Iren? Karena itu kamu menikah?”“Pernikahanku tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu. Pria itu mengajakku untuk menikah. Jadi aku terima saja. Lagi pula, ia adalah pria yang baik. Aku pikir tidak ada salahnya jika aku menerima lamarannya,” ucap Rintik santai.“Siapa pria itu, Rin? Siapa? Apa kamu mencintai pria itu?” tanya Reka secara beruntun.“Sepertinya pembahasaan kita tidak akan ada habisnya. Saya permisi,” pamit Rintik pada Reka. Rintik sudah bersiap untuk pergi. Tapi tangannya di tahan oleh Reka. Memintanya untuk tidak pergi dan tetap tinggal.“Tolong lepaskan! Aku tidak mau ada orang yang akan salah paham dengan kejadian ini.”
“Hey! Buatkan aku kopi!” titah Angel pada RIntik yang tengah duduk di salah satu kursi di pantry. Rintik menoleh ke asal suara seraya berkata,” Sedang apa anda di sini?”Angel berdecak, lalu berucap, “Kenapa memangnya? Ada yang salah? Ini kantorku. Terserah padaku ingin berada di mana. Cepat buatkan aku kopi.”Rintik banggun daru tempat dduduknya. Meraih satu cangkir dan membuat pesanan dari pemilik kantor tempatnya bekerja itu. Lalu meletakkan cangkir itu di hadapan Angel.“Thank’s,” ucap Angel disertai dengan senyuman. Rintik ikut duduk di sebelah Angel untuk menikmati kopinya.“Aku lihat kamu sepertinya gelisah,” ucap Angel seraya menatap sahabatnya. Rintik menoleh kearah Angel sesaat. Lalu kembali menatap kembali kopinya yang masih mengeluarkan uap panas.Rintik mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Apa keputusanku ini sudah tepat?” lirihnya. Angel memicingkan matanya kemudian bertanya, “Ada apa lagi?”“Langit pasti populer di kalangan karyawan wanita,” ucap
“Aku belum melihatnya sejak pagi,” jawab Lyra. Yang dibenarkan oleh kedua anaknya.“Lalu kemana anak itu? Kenapa ia pergi tanpa pamit? Coba hubungi Reka. Takut terjadi sesuatu dengan anak itu,” titah Matius pada putra sulungnya. Putra sulungnya segera menghubungi Reka. Namun, setelah beberapa saat, ia mengatakan jika nomornya tidak aktif. Hal tersebut membuat Matius semakin khawatir. Ia menyuruh putranya untuk menghubungi Reka lagi.Iren yang memang belum melihat wajah calon suaminya sejak pagi, ikut merasa gelisah. Air mukanya seketika menegang. Pikiran-pikiran negatif menyerbu benaknya. ‘Jangan-jangan. Ah! Tidak. Jangan sampai,’ ucap Iren membatin.“Mami, bagaimana jika Reka pergi seperti kemarin dan menemui wanita itu?” bisik Iren di telinga calon ibu mertuanya. Namun, Margaret terlihat biasa saja dalam menyikapi kekhawatiran calon menantunya. Ia tidak ikut merasa takut jika putranya pergi dan menemui mantan istrinya.“Sudah. Tidak usah mencari Reka. Ia tidak pergi kemana-mana,”
“Apa?!”“Dasar wanita tidak waras!” seru Matius kesal. Bukankah dengan meminta sebuah rumah mewah membuktikan bahwa dirinya adalah penggali emas? Memanfaatkan kehamilannya untuk mengambil harta milik Reka, pikir Matius.“Diam, Mat! Aku yang menawarkan rumah itu. Jadi tidak usah menyebut menantuku sebagai wanita matre,” ucap Margaret dengan tatapan sinisnya. Kemudian ia beralih menatap menantu kesayangannya. "Sekarang cepat pakai gaunmu. Kamu sudah ditunggu di altar. Ayo hapus air matamu. Kita betulkan sedikit riasan diwajahmu, hem?” ucap Margaret lembut. Yang mendapat respon sebuah anggukan dari Iren.Sedangkan Matius hanya berdecak melihat keakraban mertua dan menantu itu. Jika ada orang lain yang melihatnya, pasti mereka pikir jika wanita itu adalah anak kandung Margaret.“Bukan uangmu yang ku pakai untuk membeli rumah. Jadi tidak usah merasa kesal,” pangkas Margaret. Karena merasa sangat kesal dengan sikap saudara perempuannya, Matius memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu. ‘
Langit dan Iren menoleh secara bersamaan ke arah suara. Netra keduanya membola melihat Reka tengah berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Seketika wajah Iren berubah panik. Ia bergegas mendekat kearah Reka. Mencoba menjelaskan yang sedang terjadi antara dirinya dan Langit. “Sayang, i- ini tidak seperti apa yang kamu duga,” ucap Iren terbata.Reka menatap Iren sesaat seraya menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan yang diucapkan oleh wanita itu. ‘Apa-apan wanita ini?’ batinnya. Dialihkannya pandangan Reka pada Langit yang masih berdiri dengan tenang menatap ke arahnya.“Tidak ada,” ucap Langit seraya berjalan pelan ke arah Reka. Sekilas ia menoleh ke arah Iren yang berdiri dengan wajah gelisah. “Aku hanya kesal karena istrimu yang ceroboh itu, membuat kemejaku kotor,” imbuhnya dengan menunjukkan noda makanan di kemeja Yang Langit pakai.Reka melirik sinis ke arah Iren. Lalu berkata pada Langit, “Kamu mau pakai kemejaku? Ada di ruang ganti. Aku bisa meminjamkannya untukmu,” taw
"Cari tempat lain saja," bisik Rintik di telinga Langit. Membuat pria itu kembali merasa heran.Rintik menunjuk dengan dagunya ke salah satu sudut. Langit mengikuti arah pandang yang ditunjuk oleh wanitanya itu."Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Lebih baik kita hindari saja dan cari tempat lain," usul Rintik.Langit meminta maaf pada salah satu pegawai dan mengatakan mereka akan datang lain kali. Sebelum meninggalkan tempat itu, Langit menoleh lagi ke arah yang ditunjuk Rintik. Terlihat Margaret dan juga Iren tengah sibuk memilih pakaian. 'Benar. Jika tetap memaksakan, tidak akan baik untuk Rintik,' batin Langit. ***"Jadi, mau kemana kita?" tanya Langit pada Rintik ketika mereka sudah berada di mobil. "Kamu punya toko langganan yang ingin kamu kunjungi mungkin," lanjutnya."Apa kamu tidak masalah?" tanya Rintik. Ia hanya menatap Langit sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan. Ia terlihat menghindari kontak mata dengan tunangannya itu."Tidak, aku tidak ak
“Tunggu, apa maksudnya?" taya Reka menuntut jawaban. Ia memandang pada Langit dan juga Rintik secara bergantian.“Seperti apa yang kamu pikirkan saat ini,” jawab Rintik malas. Ia langsung mengalihkan pandangannya dari Reka. Langit melingkarkan tangannya di pinggang Rintik. Meski wanita itu merasa sedikit kaget karena Langit yang tiba-tiba menarik tubuhnya ke dalam dekapan pria itu. “Kami akan segera menikah,” ucap Langit pada Reka.Netra Reka membola. Refleks ia juga menutup mulutnya karena tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. ‘Mereka akan menikah?’ ulangnya dalam hati.“I- ini tidak mungkin. Kalian membohongiku kan? Pria yang kamu katakan melamarmu waktu itu adalah Langit? Kalian sengaja melakukan ini padaku. Benar kan?”“Ya. Semua terjadi begitu saja. Dan tidak ada unsur kesengajaan, ” ucap Rintik dengan nada sinis. Lengan Langit masih melingkar di pinggangnya.“Tapi, Rin. Ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa–?“Apanya yang tidak masuk akal? Di bagian mananya
Pandangan Angel belum lepas dari para karyawan yang sedang menikmati santap siang. Tapi Rintik memaksa Angel untuk segera menyelesaikan pesanannya kemudian duduk di kursi yang kosong.“Apa kamu melakukan kesalahan?” tanya Angel pada sahabatnya itu serambi menikmati makan siangnya.Rintik menggelengkan kepalanya pelan. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa ia mendapatkan tatapan aneh dari para karyawan lain.“Apa ini ulah wanita itu?” tanya Angel.Sesaat Rintik mengerutkan keningnya mendengar kata wanita itu. Kemudian ia kembali menggeleng kan kepalanya. Kemudian berucap, “Entahlah. Bukankah ia belum masuk kantor?”“Memang. Tapi siapa tahu. Kamu sendiri paham betul seperti apa wanita itu,” ucap Angel. Kemudian menyuapkan satu sendok soto yang dipesannya. Begitu juga Rintik, ia mulai menikmati makanan yang sudah dipesan.Tak lama, Langit datang menghampiri mereka berdua. Ia pun duduk di samping Rintik. Senyum ramah terukir di bibir pria itu.Rintik kembali merasa menjadi pusat perhatian
"Aku heran, kemana perginya Iren. Aku sudah mencarinya tapi belum juga ketemu. Apa ia ditelan bumi?" sungut Janar ketika ia tengah ngobrol dengan Langit di teras rumah. Mereka menghindari membahas masalah sensitif di hadapan Rintik."Sangat tidak mungkin jika ia bersembunyi. Yang aku dengar, Reka sudah menceraikan dan mengusirnya dari rumah. Yang otomatis, anaknya juga dibawa bersamanya. Tapi, hingga saat ini aku belum mendapat kabar dari orang yang aku minta untuk mencarinya," timpal Langit."Atau mungkin ia meninggalkan Indonesia?" tebak Janar."Tidak mungkin. Tidak ada catatan ia meninggalkan negara ini. Pasti ia ada di suatu tempat. Mungkin tidak jika ia kembali ke kampung halamannya?""Aku saja tidak tahu dimana ia berasal. Bukankah kamu pernah menjadi suaminya? Masa kamu tidak tahu darimana asal wanita itu?" sinis Janar pada Langit."Meskipun aku pernah menikah dengannya, aku tidak tahu asalnya darimana. Kalaupun ia katakan, aku tidak yakin jika itu benar. Bisa saja hanya asal j
"Apa hubungan Iren dengan kecelakaan yang terjadi pada Rintik?" tanya Janar dengan wajah merah padam. Sebenarnya Langit tidak ingin orang lain tahu jika penyebab kecelakaan Rintik adalah Iren. Namun, ternyata Janar mendengar pembicaraannya dengan orang yang ia minta untuk mencari keberadaan Iren."Sebenarnya, Iren yang mendorong Rintik kemarin—""Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku! Kamu tidak mempercayaiku?" hardik Janar pada Langit. Ia mencengkram kerah baju Langit.Langit buru-buru melepaskan cengkraman itu. Dan berusaha menenangkan Janar yang seperti orang kesetanan. "Aku bukan tidak mau mengatakannya padamu. Hanya saja aku ingin fokus pada Rintik dan anakku. Karena keselamatan mereka lebih penting dari apapun!" Langit ikut terbawa emosi. Ia juga sedikit meninggikan suaranya.Janar mengusap kasar wajahnya. Ia tidak terima karena lagi-lagi ulah wanita itu membuat Rintik celaka. Apalagi, ada nyawa lain dalam kandungan Rintik. "Aku tidak akan tinggal diam. Akan aku cari wanita ya
Suami tukar tambahBab"Ah! Sialan!" pekik Iren ketika baru saja mendapat pesan dari seseorang. "Uangku sudah menipis tapi ia belum juga mentransfer uangnya!" imbuhnya. Ia tidak menghiraukan Marni yang sedang bermain dengan putrinya. Berjalan mondar-mandir memikirkan cara lain untuk langkah selanjutnya agar hidupnya lebih baik setelah keluar dari rumah Reka. Setidaknya ia tidak kekurangan uang dan bisa menikmati hidup seperti biasanya."Sudah satu bulan tapi ia belum ada kejelasan. Aku harus cari uang kemana ini?" pikirnya."Itu tas-tas yang tidak dipakai bisa dijual, Bu. Daripada cuma disimpan saja," celetuk Marni.Seketika Iren melotot ke arah pengasuh putrinya. Kemudian berseru, "Enak saja! Itu tas mahal dan semua limited edition. Kalau aku jual, dimana harga diriku? Seenaknya saja kamu ngomong.""Ya, maaf, Bu. Kan saya cuma usul saja. Daripada tempat ini sesak penuh dengan tas dan sepatu ibu. Belum lagi baju-baju yang masih dalam kardus. Kasihan Cantika, Bu. Tidak dapat bergerak b
"Maafkan Mami, Reka. Mami terlalu dibutakan oleh memiliki seorang cucu, membuat Mami egois terhadapmu," sesal Margaret.Dalam diam, wanita paruh baya itu menyadari keegoisannya selama ini adalah salah. Mengabaikan setiap saran yang datang dari keluarganya ataupun orang lain. Kini, ketika mengetahui kenyataan ternyata ia ditipu, hatinya teramat sakit. Kecewa yang menyerang hatinya yang paling dalam.Padahal, semua perhatian tercurah pada malaikat kecil yang ia yakini sebagai darah dagingnya. Semua angan dan rencana masa depan bocah tak berdosa itu lenyap sudah."Mami harus berbuat apa untuk menebus kesalahan Mami? Katakan Reka," tanya Margaret."Tidak ada, Mih. Mungkin dengan meminta maaf pada Rintik penyesalan Mami akan sedikit berkurang," usul Reka pada ibunya."Apa mungkin wanita angkuh itu akan memaafkan Mami?" pikir Margaret.Reka menarik nafasnya kasar mendengar ucapan ibunya yang seperti biasa. Ia merasa ibunya masih menyimpan dendam padanya. "Bukan kah Mami yang terlihat angkuh
"Kamu pikir, dengan air mata buaya yang kamu keluarkan akan merubah cerita yang terjadi?" ucap Angel memecah kerumunan. Bukan hanya mereka bertiga yang menatap Angel, tapi juga dengan para penonton yang berkerumun di tempat itu.Iren memutar bola matanya malas. Tidak menyukai dengan kedatangan mantan pemimpin di perusahaannya."Tentu saja kamu membela Rintik karena kalian bersahabat," elak Iren masih tetap pada rencananya.Angel tertawa kecil mendengar alasan Iren. "Bukan karena aku berteman dengan Rintik tapi memang kenyataannya seperti itu. Kamu merebut suami pertamanya, lalu sekarang kamu berusaha mendekati suaminya lagi. Karena kamu tahu jika Langit yang sekarang adalah seorang yang kaya raya," cerita Angel.Ucapan Angel membuat Iren sedikit merasa khawatir. Dengan masih mempertahankan air mata buayanya, ia mengelak dari semua tuduhan Iren. "Kenapa sih kalian sangat senang membuatku merasa terpojok dengan cerita kalian?""Sudahlah Iren. Tidak usah membuat drama yang tidak perlu. U
"Ah, terus Sayang," desis Reka pada teman wanitanya.Pemandangan yang unik terjadi di ruang kantor Reka. Ia tengah bercinta dengan pakaian yang masih lengkap di atas sofa panjang yang ada di ruangan itu. Namun, tidak demikian dengan si wanita. Si wanita bertelanjang bulat berada dibawah tubuh Reka yang tengah menngenjotnya seperti tanpa ampun.Langit yang terpaksa melihat pemandangan itu hanya bisa menganga tak percaya. Sesaat setelah pikirannya kembali terkumpul, Ia segera membalik badannya agar tidak melihat adegan vulgar secara live itu."Sebentar lagi aku akan selesai," ucap Reka pada langit. Kemudian ia kembali mendesah bersama wanita teman bercintanya itu.'Apa ia sengaja menunjukkannya padaku gara-gara kemarin? Dasar sinting! Tidak seharusnya aku berada ditempat ini. Seharusnya aku sudah sadar ketika mendengar suara aneh itu!' gerutu Langit dalam hati. Ia berencana keluar dan menunggu kegiatannya selesai dari luar ruangan. Namun, langkahnya di tahan oleh Reka."Aku sampai!" pe
"Tapi, Rin—""Sayang, aku ingin pulang. Aku naik taxi online saja," pamit rintik pada suaminya.Langit yang tidak mau terjadi sesuatu dengan istrinya, melarang Rintik untuk pulang sendiri. Ia menahan wanitanya itu dan meyakinkan bahwa pembicaraan mereka tidak akan memakan waktu yang lama. "Kamu tunggu saja di bawah. Aku janji tidak akan lama," ucap Langit, kemudian ia mengecup singkat kening Rintik.Rintik mengangguk dan bersedia menunggu Langit sampai selesai bekerja. Kemudian ia berlalu keluar ruangan. Tak menghiraukan Reka yang tengah menatapnya dengan tatapan rindu."Apa tujuanmu datang kemari? Kita tidak ada janji temu hari ini bukan?" tanya Langit tanpa basa-basi pada Reka setelah kepergian Rintik."Apa aku harus membuat janji dulu jika ingin bertemu denganmu? Meski hanya sekedar ngobrol atau ngopi?" protes Reka pada Langit."Ya. Tentu saja," ucap Langit membenarkan. Ia mulai berkemas dan merapikan meja kerjanya karena ia sudah berjanji pada istrinya untuk segera mengantarnya p
Kamu mengejekku?" Iren menatap sinis ke arah Rintik yang menurutnya sedang memanas-manasi dirinya.Rintik beranjak dari pangkuan Langit dan berjalan mengitari sofa. "Aku? Untuk apa? Justru aku turut prihatin padamu. Aku yakin tujuanmu merebut Reka dariku adalah agar kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Tapi nyatanya, yang terjadi adalah kebalikannya.""Dan sekarang, kamu mencoba kembali ingin merebut suamiku lagi? Tidak Iren. Aku tidak akan membiarkannya. Tidak akan ada sedikitpun celah yang bisa kamu manfaatkan untuk dapat dekat kembali dengan suamiku. Kesalahanku kemarin adalah tidak memperjuangkan apa yang telah menjadi milikku, dan itu yang aku sesalkan. Tapi kali ini, tidak! Meskipun aku harus berjuang mati-matian, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku. Ini adalah peringatanku yang pertama dan terakhir untukmu!" tegas Rintik pada Iren.Iren tertawa terbahak mendengar peringatan dari Rintik. Bukannya takut, ia justru semakin tertantang dan dengan terang-terangan mengibarkan
"Hasil tes itu mengatakan jika aku kurang subur. Itu sebabnya pernikahanku dengan Rintik sangat sulit untuk segera mendapatkan momongan meski kami melakukan hubungan di masa Rintik subur. Lalu bagaimana dengan hanya sekali berhubungan seseorang itu langsung hamil?" ujar Reka seraya melirik Iren yang tengah merasa cemas."Ma-maksud kamu apa, mas? Kamu menuduhku—""Apa aku tidak boleh merasa curiga akan hal itu? Terlebih kamu selalu menghabiskan uangku untuk berbelanja dan hura-hura," potong Reka."Kamu sengaja berkata pada Mami bahwa kamu hamil anakku meski kamu tahu aku sudah memiliki istri. Jika bukan karena uangku, lalu untuk apa lagi tujuanmu mendekatiku?" lanjut Reka."Itu juga yang kamu lakukan terhadap Langit. Setelah tahu ia adalah pria sederhana, kamu meninggalkannya begitu saja. Lalu sekarang setelah kamu tahu Langit banyak uang, kamu berusaha mendekatinya lagi? Cih! Wanita murahan sepertimu rasanya tidak pernah puas hanya dengan satu pria saja," hina Reka.Iren menggelengkan