Share

Penawar Luka di Tengah Duka

Author: Cleo Voltra
last update Last Updated: 2024-11-14 19:19:02

Dengan langkah pelan, aku berjalan ke arah jendela. Aku menutup mata sejenak, membiarkan kesunyian meresap dalam pikiranku.

"Ayo, kita lanjutkan hidup, Zoya," bisikku dalam hati, berusaha menyemangati diri sendiri.

Belum lama aku berdiri di sana, tiba-tiba ada sentuhan lembut di tanganku. Refleks aku membuka mata dan menoleh.

Abiyan berdiri di sampingku dengan ekspresi khawatir yang terpancar dari wajah mungilnya. Sontak, aku menyunggingkan senyum, berusaha terlihat baik-baik saja di depannya.

"Mama baik-baik saja, kan?" tanyanya dengan nada polos yang begitu menenangkan. Suaranya seakan menjadi pengingat bahwa aku tidak sendirian.

"Iya, Abiyan," jawabku pelan, meski jauh di dalam hati aku tahu jawabanku adalah sebuah kebohongan. Namun, aku tak ingin membuatnya khawatir.

Abiyan lalu menarik tanganku, membimbingku ke ranjang berukuran king yang ada di kamar hotel. Dia menyuruhku duduk di tepi ranjang, dan tanpa ragu, dia memelukku erat.

Rangkulan tangan kecilnya seakan menghangatkan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Selamat Datang!

    Mobil perlahan melaju keluar dari kota yang penuh kenangan ini. Aku memandang keluar jendela, mencoba meresapi setiap sudut yang mungkin tak akan kulihat lagi. Kota tempat aku lahir dan tumbuh, kini kutinggalkan bersama segala ingatan dan cerita yang terukir di dalamnya.Ini adalah perjalanan menuju awal yang baru, sebuah hidup yang entah akan seperti apa nanti.Di depan, pak sopir fokus mengendalikan mobil, sementara Alvin duduk di sampingnya dengan santai. Di kursi tengah, aku bersama Mas Dewangga, dan Abiyan, sedangkan bagasi dan kursi belakang penuh dengan barang-barang bawaan.Sebenarnya di tengah perjalanan ini, hatiku diliputi kecemasan. Bukan soal meninggalkan kota ini, tetapi karena perasaan gugup yang tak terbendung membayangkan pertemuan dengan mertuaku nanti. Entah mengapa, bayangan itu membuatku ingin menciut. Apa yang harus aku katakan nanti?Aku menggigit bibir, mencoba menenangkan diri. Namun, tentu saja, suamiku menyadari keresahan yang tak bisa kusamarkan."Kamu k

    Last Updated : 2024-11-15
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Cerita Baru yang Dimulai

    Dengan dorongan kecil itu, Abiyan yang tadinya hanya diam pun langsung mendekat ke neneknya, meskipun masih tersipu. Ibu tertawa kecil dan dengan lembut membelai rambut Abiyan."Wah, Nenek senang sekali bisa bertemu Abiyan. Di sini, kamu bisa main sepuasnya." Kemudian Ibu menggendong Abiyan dengan penuh kasih sayang, membuat hatiku tersentuh melihat kehangatan yang terpancar.Ayah pun tak mau kalah, beliau juga bergantian menggendong Abiyan. Aku bisa melihat anakku hanya tersipu malu di gendongan nenek dan kakeknya, meski bibirnya mengulum senyum kecil.Aku terhanyut dalam momen itu hingga tersentak saat Mas Dewangga merangkul pundakku."Bagaimana kalau kita masuk? Aku merindukan kamarku, Bu," katanya, nadanya setengah manja. Aku bisa melihat wajah memelas suamiku saat mengatakannya."Astaga, Ibu terlalu asyik dengan cucu sampai melupakan bahwa kalian pasti lelah. Ayo, masuk," ajak Ibu sembari melambaikan tangan dan berbalik melangkah ke dalam.Ayah pun ikut berbalik, masih menggendon

    Last Updated : 2024-11-15
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Kehangatan dalam Balutan Kemewahan

    Saat aku, Abiyan, dan Mas Dewangga sudah rapi berpakaian, kami bertiga keluar dari kamar menuju ruang makan. Abiyan terlihat bersemangat, matanya berbinar-binar seperti hendak bertualang di tempat baru. Mas Dewangga menggandeng tanganku dengan erat, sementara Abiyan berlari kecil di depan kami, sesekali menoleh untuk memastikan kami mengikutinya.Sesampainya di ruang makan, aku terpana melihat meja panjang yang sudah tertata rapi dengan piring, gelas kristal, dan serbet putih berlipat anggun. Namun, belum ada makanan yang tersaji di atasnya."Zoya, duduklah," ucap Mas Dewangga sambil menarik kursi untukku. Dia pun menyuruh Abiyan duduk di kursi sebelahku, lalu mengambil tempat di sampingku hingga aku berada di tengah-tengah mereka.Kami mengobrol ringan untuk mengisi waktu, mendengarkan celoteh Abiyan yang menceritakan betapa empuknya tempat tidur tadi. Tawanya yang polos membuat suasana menjadi hangat.Tak lama kemudian, suara langkah lembut mendekat. Aku menoleh dan melihat Ibu da

    Last Updated : 2024-11-16
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Pagi yang Baru

    Pagi itu, aku terbangun. Langit di luar masih remang-remang, cahaya matahari belum sepenuhnya menguasai ruangan. Jam dinding menunjukkan pukul enam. Dengan perlahan aku mendudukkan diri, merasa bingung harus melakukan apa.Suara lembut Mas Dewangga terdengar di sampingku, membuatku sedikit tersentak. "Kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Mas Dewangga dengan nada serak khas orang yang baru saja bangun tidur.Aku langsung menoleh. "Kamu terbangun, Mas? Maafkan aku."Suamiku tersenyum tipis, lalu mengusap wajahnya sebelum duduk di sampingku. "Kenapa bangun sepagi ini?"Aku menghela napas pelan, mencoba menjelaskan. "Biasanya jam segini aku sudah mulai menyiapkan sarapan atau bersih-bersih di rumah. Rasanya aneh kalau hanya duduk diam saja."Mas Dewangga terkekeh mendengar jawabanku. "Sayang, sudah ada pelayan yang akan melakukannya. Jadi kamu tidak perlu repot-repot seperti dulu. Sekarang kembali tidur saja, ya.""Aku tidak mengantuk, Mas," kataku lirih, meski tetap membiarkan Mas Dewangga

    Last Updated : 2024-11-16
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Tamu Istimewa Pagi Ini

    Setelah kami bertiga siap, kami segera turun ke ruang makan. Di sana, Ayah dan Ibu sudah lebih dulu datang. Begitu melihat kedatangan kami, Ibu berdiri dengan senyum lebar, lalu berjongkok sambil merentangkan tangannya."Cucu kesayangan nenek, sini peluk nenek dulu," serunya dengan nada penuh kehangatan.Abiyan langsung berlari kecil dan memeluk neneknya dengan antusias. Ayah yang duduk di samping ibu tampak tidak mau kalah. Dia ikut berjongkok dan mengulurkan tangannya sambil berkata, "Apa nenek saja yang kamu peluk? Kakek tidak, hm?"Abiyan tertawa kecil lalu berpaling ke arah Ayah, melingkarkan tangannya ke tubuh kakeknya juga. Melihat pemandangan itu, aku tak bisa menahan senyum. Setelahnya, Ayah memberi isyarat kepada pelayan untuk mulai menghidangkan makanan. Aku dan Mas Dewangga duduk bersebelahan, sementara Abiyan sudah mengisi tempat di antara kakek dan neneknya.Tak butuh waktu lama, makanan mulai dihidangkan di atas meja. Aku tertegun melihat menu yang disajikan. Croissan

    Last Updated : 2024-11-17
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Sekolah Baru Abiyan

    Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk utama. Sopir kami segera turun dan membuka pintu dengan sigap.Dia memberikan sedikit anggukan hormat kepada Mas Dewangga sebelum berkata, "Silakan, Pak."Aku melirik sekilas ke arah pintu utama bangunan megah itu, terpana oleh kemegahannya.Seorang pria berseragam rapi yang sepertinya sudah menunggu kehadiran kami segera memberi salam kepada Mas Dewangga.Aku sempat melirik logo kecil di dada seragam pria itu yang berbentuk seperti buku terbuka. Namun, pandanganku segera teralih ke tulisan besar yang terpampang di atas bangunan megah itu: Elite School.Hatiku seketika berdebar. Aku mengenali nama itu, meski sebelumnya hanya dari cerita-cerita dan berita. Tempat ini adalah salah satu sekolah terbaik dan termahal di kota ini."Ayo," ajak Mas Dewangga, memotong lamunanku.Aku mengikuti langkahnya dengan hati yang makin berdebar. "Apakah Abiyan akan di sekolahkan di sini?" batinku menerka-nerka.Kami pun melangkah masuk ke dalam bangunan megah i

    Last Updated : 2024-11-18
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Tur Kecil di Mansion

    "Kamu hanya perlu bilang, 'Ayo kita kerjakan proyek membuat adik untuk Abiyan'," katanya pelan, dengan senyum menggoda.Tanpa berpikir panjang, aku langsung membekap mulutnya, berusaha menahan tawa yang hampir meledak."Mas, kamu ini benar-benar, deh," kataku sambil terkikik, setengah geli dan setengah khawatir. Dengan Abiyan yang duduk tak jauh dari kami, aku takut dia mendengar dan malah mendesak kami untuk benar-benar memberinya adik.Mas Dewangga hanya terkekeh melihat reaksiku, sementara Abiyan menatap kami bingung, tak mengerti apa yang sedang kami bicarakan.Kami akhirnya memutuskan untuk pulang setelah Mas Dewangga melempar guyonan tadi. Di sepanjang perjalanan, Abiyan terus bertanya-tanya apa yang membuatku dan Mas Dewangga tertawa, tetapi kami hanya saling melempar pandang sambil terkekeh kecil. Aku tak ingin membahasnya lebih lanjut, takut Abiyan malah semakin penasaran.Sesampainya di mansion, Ibu menghampiriku dengan wajah sumringah. "Zoya, nanti malam kita makan malam

    Last Updated : 2024-11-19
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Rencana Bulan Madu

    "Ma, itu dia anaknya!" Abiyan berbisik dengan semangat, menunjuk ke arah bocah laki-laki itu. "Boleh tidak aku main sama dia nanti?""Tentu saja," jawabku pelan sambil mengusap kepalanya, mencoba menenangkan semangatnya yang meluap-luap.Kak El tersenyum lebar saat masuk, menyapa semua orang dengan anggukan ringan. "Maaf ya, kami agak terlambat. Jalanan sedikit macet.""Tidak apa-apa, El. Silakan duduk," balas Ibu dengan nada hangat. "Kami juga baru saja selesai bersiap."Aku mencoba menyembunyikan rasa canggungku saat Kak El dan keluarganya mengambil tempat duduk di meja. Rasanya seperti sedang berada di antara keluarga yang benar-benar sempurna.Ayah memberi isyarat pada pelayan untuk mulai menghidangkan makanan. Hidangan kali ini lebih beragam dibandingkan dengan makan malam sebelumnya—meja penuh dengan aroma menggoda dari lauk-pauk yang beraneka ragam. Sambil menunggu, Kak El memulai percakapan, memperkenalkan keluarganya dengan antusias."Zoya, kenalkan ini suamiku, Frederick, d

    Last Updated : 2024-11-19

Latest chapter

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Tertangkap Basah

    "Zoya, ada apa?" tanya Mas Dewangga di sampingku tiba-tiba.Suara suamiku membuatku sedikit tersentak. Aku menelan ludah sebelum mengangkat telunjuk, menunjuk ke arah trotoar di luar jendela mobil. "Mas, lihat itu ..." bisikku.Mas Dewangga mengikuti arah telunjukku, lalu tiba-tiba tubuhnya menegang. Rahangnya mengeras, sorot matanya berubah tajam. Aku melihat bagaimana jemarinya mengepal, seolah menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya."Berhenti di sini," perintahnya tegas pada sopir. Mobil melambat, lalu berhenti di tepi jalan tak jauh dari tempat sosok itu berdiri.Alex.Pria itu tampak seperti sedang menunggu seseorang. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya, pandangannya sesekali beralih ke kanan dan kiri, seperti memastikan keadaan sekitar.Aku menoleh ke arah Mas Dewangga yang kini sudah mengeluarkan ponselnya. Dengan cepat, suamiku menekan nomor dan menempelkan ponsel ke telinganya."Aku butuh kau ke sini sekarang," ucapnya dengan nada dingin. "Aku kirim l

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Kecurigaan

    Mas Dewangga mulai menceritakan masalahnya, sementara aku mendengarkan dengan saksama, jemariku mengelus punggung tangannya dengan lembut. Ada ketegangan di wajahnya yang tak bisa Mas Dewangga sembunyikan, seolah kata-kata yang hendak diucapkannya begitu berat. Sesekali dia menarik napas dalam, seakan berusaha menenangkan dirinya sendiri sebelum melanjutkan.Aku tetap diam, membiarkan suamiku mengungkapkan semua yang selama ini membebani pikirannya. Dari ekspresi wajahnya, dari perubahan nada suaranya, aku bisa merasakan beban yang dia pikul. Ini bukan sekadar masalah bisnis biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih menusuk."Aku curiga ada seseorang yang sengaja ingin menjatuhkan aku," ucapnya pelan, tetapi ada nada tegas di sana. "Bukan hanya ingin menggagalkan proyekku, tapi benar-benar ingin menghancurkan semuanya."Mendengar hal itu, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat."Maksud Mas?" tanyaku pelan, berusaha memastikan aku tidak salah mendengar.Mas Dewangga menatap lu

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Pertengkaran Kecil

    Mas Dewangga pergi tanpa menjelaskan apa pun, meninggalkanku sendirian di ruang tamu. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kamar dengan perasaan khawatir, kesal, sekaligus sedih. Aku memutuskan untuk beristirahat di sana sambil menunggu suamiku yang entah kapan dia akan pulang.***Aku duduk termenung di atas ranjang sambil memeluk lutut. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Mas Dewangga belum juga pulang. Pikiranku kalut memikirkan ke mana dia pergi sore tadi tanpa memberi penjelasan apa pun. Berbagai skenario buruk berkecamuk dalam benakku, tetapi aku mencoba menepis semuanya."Aku harus tenang," gumamku pada diri sendiri, meski dalam hati aku tahu itu mustahil.Jam sebelas lewat, suara pintu kamar terbuka, menampilkan sosok suamiku yang kutunggu-tunggu kedatangannya. Aku segera bangkit dari ranjang, tak sabar untuk menuntut penjelasan.Aku bisa melihat wajah suamiku yang terlihat lelah. Dia bahkan tak sempat melepas jasnya ketika matanya bertemu dengan tatapanku y

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Mengadu Domba

    "Bu Zoya?" tanya pria itu sambil tersenyum tipis. "Kenapa berhenti di sini? Ada masalah?"Aku ragu sejenak, lalu menjawab, "Mobilnya mogok, Pak Alex."Dia turun dari mobilnya, menghampiriku dengan langkah santai. "Butuh bantuan? Saya bisa antar," tawarnya.Aku menggeleng cepat. "Tidak perlu. Sopir sudah pesan ojek online."Alex memasukkan tangannya ke saku celana, tampak tidak terganggu oleh penolakanku. "Kalau begitu, saya temani saja sampai ojeknya datang. Bahaya kalau berdiam diri di pinggir jalan begini."Aku hanya tersenyum kaku. Tidak tahu harus berkata apa, aku memilih menatap jalan raya, berharap ojekku segera tiba."Ngomong-ngomong," Alex memecah keheningan. "Dewangga suami Anda, ya?""Iya," jawabku singkat tanpa menoleh padanya."Saya baru tahu jika Dewangga ternyata sudah menikah. Dia tidak mengatakan apa pun pada saya," kata Alex.Aku hanya mengangguk, bingung mau merespons apa."Kalian baik-baik saja, kan?" tanya Alex lagi.Kali ini aku menoleh padanya sambil mengerutkan

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Malam yang Sunyi

    Aku membuka mata perlahan, disambut oleh suasana kamar yang sudah gelap. Hanya sedikit cahaya remang dari lampu dinding yang menemani, dan itu membuatku tersadar bahwa hari sudah malam.Kugeser selimut yang menutupi tubuhku dan mendudukkan diri di pinggir ranjang. Pandanganku menyapu seluruh sudut kamar, mencari sosok suamiku. Namun, yang kutemukan hanyalah keheningan dan kekosongan."Mas Dewangga ke mana?" gumamku lirih sambil berdiri.Perutku mulai terasa kosong. Aku memutuskan untuk turun ke ruang makan. Langkahku pelan menuruni tangga, sementara rumah terasa sepi. Mungkin ayah dan ibu sedang sibuk dengan pekerjaan mereka.Saat aku melewati ruang tamu, seorang pelayan menyapaku dengan ramah. Tak lama kemudian, salah satu pelayan tampak muncul dari dapur dan memintaku untuk duduk di meja makan."Nyonya, Nyonya Besar meminta saya untuk menyiapkan makan malam untuk Anda. Kebetulan hari ini Nyonya Besar sedang ada urusan, jadi saya yang akan menyiapkannya," katanya ramah sebelum kemba

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Aku Tidak Bermaksud Menyakitimu

    Aku segera menoleh, dan pandanganku bertemu dengan sosok yang tak pernah kusangka akan kutemui di sini."Mas?" Suaraku lirih, nyaris berbisik. Ketidakpercayaan menguasai pikiranku.Aku bisa menangkap tatapan dingin suamiku mengarah pada Alex yang berdiri di dekatku. Meski tanpa mengatakan apa pun, ekspresinya sudah cukup untuk menunjukkan perasaannya.Tanpa banyak basa-basi, Mas Dewangga menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku menjauh dari sana.Langkahnya cepat dan mantap, sementara aku berusaha mengimbanginya dengan susah payah. Cengkeramannya tak menyakitkan, tetapi cukup untuk membuatku sulit menghentikan langkahku."Mas, bisa pelan sedikit jalannya?" pintaku sambil setengah berlari mengikutinya. Namun, dia tetap melangkah seperti tak mendengar apa pun.Kami terus berjalan hingga sampai di parkiran. Mas Dewangga membuka pintu mobil dan menatapku sejenak. "Masuk," katanya singkat.Aku menurut tanpa berani membantah. Setelah aku duduk dan Mas Dewangga juga masuk, dia memban

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Pelarian ke Toko Kue

    Beberapa menit setelah Mas Dewangga keluar dari kamar, aku memutuskan untuk berendam di bathtub. Kata itu selalu terdengar elegan, meskipun kenyataannya aku hanya ingin menenggelamkan diri dalam air hangat untuk mengusir beban pikiran. Suara gemericik air yang mengisi bathtub membuat suasana kamar mandi terasa damai. Aku menambahkan beberapa tetes minyak esensial dengan aroma lavender, berharap wangi itu bisa menenangkan pikiranku yang masih gelisah.Sambil berendam, aku menyusun rencana untuk pergi ke tokoku hari ini. Sudah cukup aku menuruti larangan Mas Dewangga selama beberapa hari terakhir. Dia mungkin berpikir itu untuk kebaikanku, tetapi aku butuh ruang sendiri. Kali ini, aku memutuskan untuk melakukannya tanpa izin darinya.Setelah selesai bersiap-siap, aku melirik jam dinding, tepat pukul sembilan pagi.Dengan langkah mantap, aku meminta sopir untuk mengantarku ke toko kue. Dalam perjalanan, aku membayangkan aroma manis dan suasana hangat yang selalu kurindukan dari tokok

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Banyak Pikiran

    Keesokan harinya, sikap Mas Dewangga tidak berubah. Aku mencoba mencari celah untuk berbicara dengannya, tetapi sepertinya dia sengaja menjaga jarak. Setiap kali aku mendekat, ada saja alasannya untuk menghindar.Hari itu, aku duduk di sofa ruang tamu, memainkan remote TV tanpa benar-benar menonton. Pikiran tentang Mas Dewangga terus menggangguku. Beberapa hari terakhir, dia seperti orang lain—dingin dan seolah menghindariku."Apa benar karena parfum Alex?" gumamku pelan.Aku tahu seharusnya aku bertanya langsung, tetapi rasanya tidak mudah ketika dia terlihat begitu ... jauh.Akhirnya aku kembali ke kamar untuk menunggunya pulang.Saat Mas Dewangga akhirnya pulang, aku mencoba menyapanya seperti biasa."Mas, sudah makan? Mau aku buatkan sup kesukaanmu?" tanyaku dengan nada yang kubuat sehangat mungkin.Dia hanya mengangguk singkat, berjalan melewatiku tanpa sepatah kata pun."Mas, aku sedang bicara, lho!" tegurku, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba naik."Hmm," gumamnya, tanpa men

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Jarak yang Mulai Terasa

    Aku duduk di tepi ranjang, menunggu Mas Dewangga selesai mandi. Suara air dari kamar mandi terdengar samar, tetapi cukup untuk membuat pikiranku semakin bising. Aku memainkan ujung pakaian yang kupakai, menggulung-gulung kainnya dengan gelisah.Tadi, aku sempat merasa yakin kalau Mas Dewangga tidak akan mencium aroma itu. Namun, setelah melihat sikap Mas Dewangga yang berubah dingin, aku mulai meragukan semuanya.Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan Mas Dewangga keluar. Rambutnya masih sedikit basah, sementara handuk tergantung di bahunya. Namun, kali ini dia bahkan tidak menoleh ke arahku.Biasanya, meski sekilas, dia akan melirikku atau memberikan senyum kecil, tetapi sekarang dia bersikap seolah aku tidak ada. Dadaku terasa sesak melihatnya."Apa dia mencium aroma parfum Alex di pakaianku?" gumamku pelan. Pikiran itu terus berputar, menambah beban di benakku. Aku ingin bertanya, ingin memastikan. Namun, ketika melihat wajahnya yang datar tanpa ekspresi, niat itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status