Share

Banyak Pikiran

Penulis: Cleo Voltra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 23:59:08

Keesokan harinya, sikap Mas Dewangga tidak berubah. Aku mencoba mencari celah untuk berbicara dengannya, tetapi sepertinya dia sengaja menjaga jarak. Setiap kali aku mendekat, ada saja alasannya untuk menghindar.

Hari itu, aku duduk di sofa ruang tamu, memainkan remote TV tanpa benar-benar menonton. Pikiran tentang Mas Dewangga terus menggangguku.

Beberapa hari terakhir, dia seperti orang lain—dingin dan seolah menghindariku.

"Apa benar karena parfum Alex?" gumamku pelan.

Aku tahu seharusnya aku bertanya langsung, tetapi rasanya tidak mudah ketika dia terlihat begitu ... jauh.

Akhirnya aku kembali ke kamar untuk menunggunya pulang.

Saat Mas Dewangga akhirnya pulang, aku mencoba menyapanya seperti biasa.

"Mas, sudah makan? Mau aku buatkan sup kesukaanmu?" tanyaku dengan nada yang kubuat sehangat mungkin.

Dia hanya mengangguk singkat, berjalan melewatiku tanpa sepatah kata pun.

"Mas, aku sedang bicara, lho!" tegurku, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba naik.

"Hmm," gumamnya, tanpa men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Pelarian ke Toko Kue

    Beberapa menit setelah Mas Dewangga keluar dari kamar, aku memutuskan untuk berendam di bathtub. Kata itu selalu terdengar elegan, meskipun kenyataannya aku hanya ingin menenggelamkan diri dalam air hangat untuk mengusir beban pikiran. Suara gemericik air yang mengisi bathtub membuat suasana kamar mandi terasa damai. Aku menambahkan beberapa tetes minyak esensial dengan aroma lavender, berharap wangi itu bisa menenangkan pikiranku yang masih gelisah.Sambil berendam, aku menyusun rencana untuk pergi ke tokoku hari ini. Sudah cukup aku menuruti larangan Mas Dewangga selama beberapa hari terakhir. Dia mungkin berpikir itu untuk kebaikanku, tetapi aku butuh ruang sendiri. Kali ini, aku memutuskan untuk melakukannya tanpa izin darinya.Setelah selesai bersiap-siap, aku melirik jam dinding, tepat pukul sembilan pagi.Dengan langkah mantap, aku meminta sopir untuk mengantarku ke toko kue. Dalam perjalanan, aku membayangkan aroma manis dan suasana hangat yang selalu kurindukan dari tokok

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Aku Tidak Bermaksud Menyakitimu

    Aku segera menoleh, dan pandanganku bertemu dengan sosok yang tak pernah kusangka akan kutemui di sini."Mas?" Suaraku lirih, nyaris berbisik. Ketidakpercayaan menguasai pikiranku.Aku bisa menangkap tatapan dingin suamiku mengarah pada Alex yang berdiri di dekatku. Meski tanpa mengatakan apa pun, ekspresinya sudah cukup untuk menunjukkan perasaannya.Tanpa banyak basa-basi, Mas Dewangga menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku menjauh dari sana.Langkahnya cepat dan mantap, sementara aku berusaha mengimbanginya dengan susah payah. Cengkeramannya tak menyakitkan, tetapi cukup untuk membuatku sulit menghentikan langkahku."Mas, bisa pelan sedikit jalannya?" pintaku sambil setengah berlari mengikutinya. Namun, dia tetap melangkah seperti tak mendengar apa pun.Kami terus berjalan hingga sampai di parkiran. Mas Dewangga membuka pintu mobil dan menatapku sejenak. "Masuk," katanya singkat.Aku menurut tanpa berani membantah. Setelah aku duduk dan Mas Dewangga juga masuk, dia memban

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Obrolan di Telepon dan Uang Parkir Pemberian Suamiku

    "Cantik-cantik, kok, suaminya tukang parkir. Kasihan sekali ya Zoya.""Mungkin takdirnya memang begitu, Bu. Mau bagaimana lagi?"Aku berhenti sejenak, mataku menyipit ke arah tiga ibu-ibu yang tengah berdiri di depan rumah besar, salah satunya ada Bu Ida, si pemilik rumah yang gemar bergosip. Mereka berbicara tanpa berusaha merendahkan suara, seolah ingin aku mendengar."Capek-capek berjualan, hanya dapat untung sekadarnya. Mana suaminya hanya tukang parkir.""Jujur saja, suaminya memang tampan, tapi pekerjaannya sangat tidak level, iyyuuh," kata Bu Ida dengan nada jijik, lalu setelahnya diikuti oleh suara tawa ibu-ibu yang lain.Aku yang sudah terbiasa dengan hinaan ini awalnya mencoba bersikap tenang. Namun, ketika Bu Ida mulai menyeret suamiku dalam hinaannya, aku tidak bisa lagi menahan diri. Akhirnya terjadi adu mulut singkat di antara kami, tetapi kali ini aku memutuskan untuk tidak melanjutkan lebih jauh. Aku sadar bahwa setiap perdebatan hanya akan membuat diriku lelah. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Situasi yang Tidak Mengenakkan

    Pagi itu aku terbangun dengan perasaan gelisah yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Mataku terasa berat, pertanda bahwa tidurku tidak benar-benar nyenyak. Saat melihat jam di dinding, jantungku berdegup kencang."Ya ampun, sudah hampir pukul tujuh!" seruku panik.Aku teringat betapa lama diriku terjaga semalam, memikirkan percakapan suamiku di telepon dan juga uang yang diberikan Mas Dewangga. Pikiran itu membayangi tidurku hingga aku terlambat bangun pagi ini. Dengan cepat, aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas ke luar.Suara lembut Mas Dewangga terdengar dari pintu depan. Suamiku sudah rapi dengan seragam tukang parkirnya, sementara Abiyan berdiri di sampingnya, siap untuk berangkat sekolah."Maaf, Mas ... aku terlambat bangun," ucapku terburu-buru, merasa bersalah karena tidak menyiapkan sarapan seperti biasanya.Mas Dewangga tersenyum menenangkan. "Tidak apa-apa. Aku sudah siapkan bekal untuk Abiyan. Sekarang, kami harus berangkat. Jangan khawatir, istirahat saja."Aku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Suamiku Masuk Penjara?

    Karena merasa tidak nyaman, aku segera menyelesaikan transaksi dan cepat-cepat pulang ke rumah.Namun, ketika kami hampir tiba di rumah, beberapa tetangga sudah menunggu dengan tatapan tajam. Aku juga bisa mendengar ucapan mereka. "Ekhem, ada yang baru pulang shopping, nih." Suara seorang wanita memecah keheningan. Aku langsung mendongak dan menoleh ke arah suara itu.Aku menghentikan langkah, mengangguk dan tersenyum pada mereka. "Iya, Bu. Belanja bahan-bahan untuk jualan gorengan besok."Namun, ekspresi mereka yang sinis membuatku bingung. Apa yang salah dengan belanjaanku?"Belanja dari uang hasil mencuri ternyata beda, ya. Belanjanya lebih banyak dari biasanya," cibir salah satu dari mereka.Aku mengerutkan dahi mendengar tuduhan itu. Mereka bilang aku belanja dari uang hasil mencuri? Yang benar saja!"Mama tidak pernah mencuri!" Teriakan Abiyan membuatku tersentak. Aku hampir lupa jika anakku ada di sebelahku, mendengar semua ini."Hei, Abiyan. Ibumu memang tidak mencuri, tapi a

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Kehadiran Tamu yang Tidak Diinginkan

    Setelah mendengar ada yang ingin bertemu dengan suamiku dan raut wajah suamiku terlihat terkejut, aku punya firasat kuat bahwa orang itu adalah seseorang yang kemarin menelepon Mas Dewangga.Mas Dewangga meraih tanganku dengan lembut, matanya menatapku penuh dengan kasih sayang. "Zoya, sayang ... pulanglah. Aku tidak mau kamu khawatir di sini," bisiknya pelan, suaranya begitu lembut."Aku tidak bisa, Mas," balasku pelan. "Aku ingin tetap di sini menemanimu. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."Suamiku tersenyum tipis, meski aku bisa melihat kegelisahan di matanya. Dia membelai pipiku dengan penuh kehangatan. "Aku tahu, Zoya. Tapi tolong kali ini pulanglah dulu, ya? Aku janji semua akan baik-baik saja. Aku tidak mau kamu dan Abiyan lelah karena terlalu lama di sini."Hati kecilku menolak, tetapi sentuhannya membuatku ragu. Mas Dewangga jarang memohon seperti ini. Akhirnya, dengan berat hati aku mengangguk, meski sebenarnya aku ingin tetap di sini."Baiklah, Mas ... aku pulang.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Diam-diam Menguping

    "Ibu memang sudah mempersiapkan calon suami barumu," katanya dengan nada penuh keyakinan. "Kamu bisa melihatnya di depanmu."Jari Ibu mengarah lurus ke Kak Dirfan yang duduk dengan santai, tersenyum penuh kemenangan."A-apa maksud, Ibu?" seruku tak percaya. Mataku terbelalak, dan jantungku berdegup kencang, terpacu oleh keterkejutan yang begitu mendadak."Kamu ini cantik dan masih muda. Akan lebih cocok jika kamu—""Tidak mau! Sampai kapan pun aku tidak akan mau bercerai dengan Mas Dewangga!" potongku cepat, suaraku bergetar. Tanpa berpikir panjang, aku buru-buru berjalan keluar dari rumah.Langkahku terasa berat dan terburu-buru, sementara suara Ibu dan Kak Dirfan terus memanggilku dari belakang. Namun, aku menulikan telinga. Semua yang mereka katakan membuat hatiku semakin kacau. Air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya jatuh tanpa bisa kucegah."Bagaimana bisa Ibu memintaku menceraikan Mas Dewangga dan menyuruhku menikah dengan Kak Dirfan?" gumamku geram.Aku menghela napas panjan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Tuan, Nyonya, dan Tuan Muda

    Benar saja, waktu yang kuhabiskan di ruang kunjungan terasa jauh lebih lama, terutama setelah Dewangga menyuruh pria berjas hitam itu untuk meminta perpanjangan waktu. Hingga menjelang jam pulang sekolah Abiyan, belum ada tanda-tanda petugas yang datang untuk memberitahukan bahwa waktu kunjungan sudah habis.Akhirnya aku harus berpamitan. “Mas, aku harus menjemput Abiyan,” ucapku pelan, tak ingin mengganggu suasana. Namun, saat aku berdiri, Mas Dewangga tiba-tiba menarikku dalam pelukan erat, seakan tak rela aku pergi.“Janji besok datang lagi dengan Abiyan. Bawa makanan enak untukku,” pintanya sambil mengecup pucuk kepalaku.Aku tersenyum lembut dan mengangguk. “Pasti, Mas. Aku akan datang lagi.”“Hati-hati di jalan. Kalau pria itu muncul lagi, tonjok pipinya sampai ungu,” tambahnya dengan nada bercanda, berusaha meringankan suasana.Aku tertawa kecil sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi. Suasana hangat tadi masih menempel di hati, tetapi pikiranku kini kembali dipenuhi oleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24

Bab terbaru

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Aku Tidak Bermaksud Menyakitimu

    Aku segera menoleh, dan pandanganku bertemu dengan sosok yang tak pernah kusangka akan kutemui di sini."Mas?" Suaraku lirih, nyaris berbisik. Ketidakpercayaan menguasai pikiranku.Aku bisa menangkap tatapan dingin suamiku mengarah pada Alex yang berdiri di dekatku. Meski tanpa mengatakan apa pun, ekspresinya sudah cukup untuk menunjukkan perasaannya.Tanpa banyak basa-basi, Mas Dewangga menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku menjauh dari sana.Langkahnya cepat dan mantap, sementara aku berusaha mengimbanginya dengan susah payah. Cengkeramannya tak menyakitkan, tetapi cukup untuk membuatku sulit menghentikan langkahku."Mas, bisa pelan sedikit jalannya?" pintaku sambil setengah berlari mengikutinya. Namun, dia tetap melangkah seperti tak mendengar apa pun.Kami terus berjalan hingga sampai di parkiran. Mas Dewangga membuka pintu mobil dan menatapku sejenak. "Masuk," katanya singkat.Aku menurut tanpa berani membantah. Setelah aku duduk dan Mas Dewangga juga masuk, dia memban

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Pelarian ke Toko Kue

    Beberapa menit setelah Mas Dewangga keluar dari kamar, aku memutuskan untuk berendam di bathtub. Kata itu selalu terdengar elegan, meskipun kenyataannya aku hanya ingin menenggelamkan diri dalam air hangat untuk mengusir beban pikiran. Suara gemericik air yang mengisi bathtub membuat suasana kamar mandi terasa damai. Aku menambahkan beberapa tetes minyak esensial dengan aroma lavender, berharap wangi itu bisa menenangkan pikiranku yang masih gelisah.Sambil berendam, aku menyusun rencana untuk pergi ke tokoku hari ini. Sudah cukup aku menuruti larangan Mas Dewangga selama beberapa hari terakhir. Dia mungkin berpikir itu untuk kebaikanku, tetapi aku butuh ruang sendiri. Kali ini, aku memutuskan untuk melakukannya tanpa izin darinya.Setelah selesai bersiap-siap, aku melirik jam dinding, tepat pukul sembilan pagi.Dengan langkah mantap, aku meminta sopir untuk mengantarku ke toko kue. Dalam perjalanan, aku membayangkan aroma manis dan suasana hangat yang selalu kurindukan dari tokok

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Banyak Pikiran

    Keesokan harinya, sikap Mas Dewangga tidak berubah. Aku mencoba mencari celah untuk berbicara dengannya, tetapi sepertinya dia sengaja menjaga jarak. Setiap kali aku mendekat, ada saja alasannya untuk menghindar.Hari itu, aku duduk di sofa ruang tamu, memainkan remote TV tanpa benar-benar menonton. Pikiran tentang Mas Dewangga terus menggangguku. Beberapa hari terakhir, dia seperti orang lain—dingin dan seolah menghindariku."Apa benar karena parfum Alex?" gumamku pelan.Aku tahu seharusnya aku bertanya langsung, tetapi rasanya tidak mudah ketika dia terlihat begitu ... jauh.Akhirnya aku kembali ke kamar untuk menunggunya pulang.Saat Mas Dewangga akhirnya pulang, aku mencoba menyapanya seperti biasa."Mas, sudah makan? Mau aku buatkan sup kesukaanmu?" tanyaku dengan nada yang kubuat sehangat mungkin.Dia hanya mengangguk singkat, berjalan melewatiku tanpa sepatah kata pun."Mas, aku sedang bicara, lho!" tegurku, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba naik."Hmm," gumamnya, tanpa men

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Jarak yang Mulai Terasa

    Aku duduk di tepi ranjang, menunggu Mas Dewangga selesai mandi. Suara air dari kamar mandi terdengar samar, tetapi cukup untuk membuat pikiranku semakin bising. Aku memainkan ujung pakaian yang kupakai, menggulung-gulung kainnya dengan gelisah.Tadi, aku sempat merasa yakin kalau Mas Dewangga tidak akan mencium aroma itu. Namun, setelah melihat sikap Mas Dewangga yang berubah dingin, aku mulai meragukan semuanya.Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan Mas Dewangga keluar. Rambutnya masih sedikit basah, sementara handuk tergantung di bahunya. Namun, kali ini dia bahkan tidak menoleh ke arahku.Biasanya, meski sekilas, dia akan melirikku atau memberikan senyum kecil, tetapi sekarang dia bersikap seolah aku tidak ada. Dadaku terasa sesak melihatnya."Apa dia mencium aroma parfum Alex di pakaianku?" gumamku pelan. Pikiran itu terus berputar, menambah beban di benakku. Aku ingin bertanya, ingin memastikan. Namun, ketika melihat wajahnya yang datar tanpa ekspresi, niat itu

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Dekapan yang Tak Terduga

    Aku segera membalikkan badan, memunggunginya, berusaha agar tidak dikenali oleh sosok itu. Dengan langkah pelan, aku bergeser ke arah rak yang berisi tumpukan barang agar tubuhku terlindungi dari pandangan Alex. "Jika saja aku tidak tahu apa yang pernah terjadi antara Alex dan Mas Dewangga di masa lalu, mungkin aku akan menyapanya dengan santai," batinku.Beberapa saat kemudian Mirna akhirnya datang dengan keranjang belanja. Aku langsung memasukkan buah yang sudah kupilih ke dalam keranjang. "Ayo, kita lihat-lihat ke sana," bisikku sambil melangkah dengan cepat.Kami sampai di rak yang penuh dengan barang kebutuhan sehari-hari. Mataku langsung tertuju pada satu produk di rak atas, yang kebetulan aku butuhkan. Sayangnya, posisinya terlalu tinggi. Aku mencoba menjangkau, tetapi jari-jariku masih jauh dari produk itu."Mirna, bisa bantu aku?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya.Mirna hanya tertawa kecil. "Saya lebih pendek dari Nyonya. Bagaimana kalau saya panggilan staff tokonya?""I

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Dalam Sunyi Malam

    Aku memutuskan menunggu Mas Dewangga selesai menelepon. Sambil menunggu, aku merebahkan diri di ranjang. Namun, sudah sepuluh menit berlalu dan suamiku tak kunjung kembali.Perasaan tak menentu mulai merambat. Aku bangkit dan melangkah menuju pintu kamar, lalu mengintip keluar. Koridor sepi, hanya suara detak jam dinding yang memecah keheningan. Aku melangkah keluar, mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri. Namun, sosok yang kucari tidak ada.Ada sedikit kecemasan yang menyelinap di hatiku, tetapi segera kutepis jauh-jauh. Aku mencoba berpikir rasional. "Kira-kira Mas Dewangga akan pergi ke mana di saat-saat begini?" batinku sembari berpikir keras.Bayangan sebuah tempat langsung melintas dalam pikiranku, sebuah taman di dalam ruangan!Dulu, dia pernah menunjukkan tempat itu padaku. Katanya, taman itu adalah tempat favoritnya sejak kecil. Tempat di mana dia merasa damai dan bebas dari segala beban dunia. Mungkin saja dia ada di sana.Langkahku terarah menuju taman itu hingga akhirn

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Ancaman Untuk Nara

    "Nara, ingat ini baik-baik. Istriku harus pulang jam dua belas siang. Jika lewat dari itu, kamu akan saya pecat. Mengerti?" kata Mas Dewangga dengan tegas.Wajah Nara seketika memucat. "Ba-bapak tenang saja. Saya pastikan Bu Zoya pulang tepat waktu."Aku menahan tawa melihat ekspresi Nara yang panik. Setelah memberikan pesan itu, Mas Dewangga kembali ke mobil, memastikan aku baik-baik saja sebelum akhirnya pergi ke kantor.Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh dan menggeleng sambil tersenyum kecil. Di balik sikap tegasnya, aku tahu dia hanya khawatir. Sungguh, memiliki suami seperti Mas Dewangga adalah anugerah sekaligus tantangan tersendiri.Hari ini, aku kembali beraktivitas seperti biasa di toko. Menata barang di rak, mencatat stok, dan sesekali melayani pelanggan yang datang. Semua terasa normal, kecuali satu hal: Nara, asistenku, jadi lebih cerewet dari biasanya."Bu, jangan lupa ya, jam dua belas harus pulang. Jangan sampai terlewat. Ah, iya, Ibu juga jangan terlalu ban

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Keluarga yang Menjaga

    "Mama!" seru Abiyan sambil berlari kecil ke arahku. Dia memelukku erat, seolah tidak bertemu berhari-hari."Abiyan, kamu sudah pulang? Bagaimana sekolahmu hari ini?" tanyaku sambil membelai rambutnya yang sedikit berantakan."Asyik, Ma. Tadi aku dapat nilai bagus di pelajaran Matematika," jawabnya penuh semangat."Hebat sekali anak Mama. Sudah makan belum? Ayo kita makan bersama," ajakku sambil menggandeng tangannya ke meja makan.Aku meminta pelayan untuk menyiapkan makanan juga untuk Abiyan. Kami duduk bersama, menunggu hidangan selesai disiapkan. Tidak lama kemudian, Ibu datang dan ikut bergabung di meja makan."Bagaimana sekolahmu hari ini, Abiyan?" tanya Ibu sambil tersenyum."Bagus, Nek. Abiyan dapat nilai bagus," jawabnya dengan bangga.Ibu mengangguk puas, lalu menatapku dan Abiyan bergantian. Kemudian, dengan nada serius namun penuh kasih, Ibu berkata kepada Abiyan, "Abiyan, mulai sekarang kamu harus menjaga Mama, ya. Mama sedang butuh banyak istirahat."Kata-kata Ibu membu

  • Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir   Kabar Bahagia yang Tidak Terduga

    Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu lambat. Udara pagi yang sejuk seharusnya membuatku merasa lebih baik, tetapi pusing dan mual ini membuatku lemas. Mas Dewangga, yang duduk di belakang kemudi, sesekali melirikku dengan wajah khawatir.Aku melirik jam di dashboard mobil. Baru pukul delapan pagi. Biasanya, aku sudah bersiap-siap ke toko, tetapi hari ini, dengan kondisiku seperti ini, kemungkinan besar Mas Dewangga tidak akan mengizinkanku pergi."Mas, kalau aku tetap pergi ke toko hari ini, boleh tidak?" tanyaku pelan, mencoba mencari celah."Lebih baik kamu istirahat saja setelah kita pulang dari rumah sakit. Kamu sudah terlalu banyak bekerja akhir-akhir ini, Sayang," jawabnya lembut, tetapi tegas.Sudah kuduga. Sambil menahan pusing, aku meraih ponsel dan menghubungi Nara, asistenku yang selalu bisa diandalkan.Begitu panggilan tersambung, aku segera berkata, "Nara, sepertinya hari ini aku tidak bisa berangkat ke toko. Aku dalam perjalanan ke rumah sakit."["Bu Zoya tidak e

DMCA.com Protection Status