Green dan Hana masuk ke dalam kamar Hana. Hana langsung menutup pintu, dan terdengar bunyi clek! Itu artinya Hana telah mengunci pintu itu. Green menelan ludahnya.
"Green, kepalamu kan sedang pusing, berbaring saja di ranjang," ucap Hana perhatian.
"Iya," sahutnya tetapi Green masih berdiri di tempat. Ia masih merasa canggung jika naik ke tempat tidur Hana. Walaupun dia sudah pernah tidur di sana tetap saja dia merasa seperti itu.
Ternyata Hana langsung naik ke tempat tidur dan berbaring. "Ayo kemari!" Hana menepuk sisi ranjang di sampingnya agar Green berbaring di situ.
"Apa memang tidak apa-apa dengan Tuan dan Nyonya?" Green bertanya dengan ragu. Dia takut jika Anton marah padanya. Dia sudah pernah dihajar oleh Anton saat pertama kali bertemu.
"Percaya padaku. Kamu akan baik-baik saja." Hana kembali meyakinkannya.
Green pun mendekat dan perlahan naik ke ran
"Itu...iya, ujung-ujungnya aku pasti akan bersama Marcell. Aku meyakini hal itu," jawab Hana dengan lambat-lambat, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri."Marcell... Walaupun tadi kamu sempat tersinggung berat dan marah akibat kata-kataku yang lugas, aku yakin, aku yakin kamu pasti akan menjadi milikku, kan?" ucap Hana di dalam hati dengan rasa sedih. Rasa menyesal karena telah melampiaskan emosinya pada Marcell, masih begitu terasa di hati dan pikirannya. Kata-kata terakhir Marcell tadi pun juga membuatnya patah hati.Sementara itu, mendengar jawaban yang cukup jelas dari Hana, Green langsung mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang.'Bodoh, harusnya aku tidak usah menanyakan hal itu padanya karena aku sendiri sudah tahu jawabannya. Hana mencintai Marcell tentu keinginannya adalah berakhir dengan Marcell.' Green merasa sedih tetapi dia hanya bisa diam saja."Green," panggil Hana dengan suara p
Suasana begitu hangat dan manis. Entah ke mana perginya akal sehat Green, ia hanya mengikuti nalurinya sebagai seorang pria. Hasratnya saat ini adalah mereguk semua manis madu pada bunga tercantik dan terindah yang kini berada di bawah kungkungannya. Hana sendiri sebenarnya mulai merasa cemas tetapi sentuhan-sentuhan itu membuatnya linglung, bercampur rasa penasaran yang membuatnya tak berniat untuk menghentikan semua ini. Dan, tok tok tok! Suara ketukan pintu membuyarkan semuanya! "Hana!" panggil Nyonya Jihan dibalik pintu itu. Hana dan Green seketika terkesiap. Mereka sangat terkejut! Rasanya jantung mereka akan melompat keluar sekarang juga. "Green!" seru Hana dengan suara sepelan mungkin, berupaya menjauhkan diri dari Green. Dia panik. Selimut pun tersingkap. Dalam posisi siaga mereka saling menatap dengan napas belum teratur. Kedua wajah sepasang anak muda itu suda
Green menatap Hana yang baru saja menutup pintu kamar lalu berbalik melangkah. "Hana," lirih Green memanggil, tetapi Hana tidak menyahutinya, ia malah melengos memasuki kamar mandi seolah sedang kebelet. Green menghela napas berat. Tadi itu rasanya seperti bermimpi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya ternyata begitu berani berbuat sejauh itu. Green merasa dirinya sangat bodoh sehingga tidak bisa mengendalikan hasratnya dengan benar. Sementara itu di toilet, Hana langsung melepas masker dan melihat bibirnya. Firasatnya benar, bibirnya memang sedikit membengkak. Syukurlah tadi dia berinisiatif memakai masker sehingga Jihan tidak menaruh curiga padanya. Hana kemudian teringat hal lain. Dia segera membuka seluruh kancing piyamanya, dan memeriksa tubuhnya. Ada beberapa tanda percintaan di dadanya. Wajah Hana kembali memerah, merasa malu mengingat kejadian di ranjang tadi. Dia merasa lin
Walaupun Green bodoh di sekolah bukan berarti dia bodoh dalam segala hal. Dia menyadari betul bahwa Hana menerima sepenuhnya apa yang ia lakukan padanya di ranjang. Green sama sekali tidak merasakan penolakan dari Hana ketika dengan berani ia menyentuhnya.Green menghempaskan tubuhnya di ranjang. Setitik embun jatuh di atas hatinya yang kering. Bisakah dia mencoba berusaha untuk meraih keinginannya? Dia ingin mencobanya. Dia sungguh ingin mencobanyaKeesokan harinya di sekolah, Hana tampak gugup menghadapi Marcell. Hari ini ada sesi belajar kelompok selama satu setengah jam. Tak disangka Marcell tetap duduk di tempatnya yang biasa di kelompok itu yaitu di samping Hana."Hana, kamu mengerjakan bagian pertama," ucap Marcell dengan nada datar."Baik," jawab Hana. Lalu Marcell membagi tugas juga pada anggota yang lain.Tanpa sadar Hana terus mengawasi gerak-gerik Marcell.
"Baiklah, Pak, tolong bantu dia. Sebentar lagi kami akan menghadapi banyak ujian di sekolah." Hana tahu ini terjadi karena Green sempat mengalami kambuh, kemampuan belajarnya pun jadi ikut terganggu."Padahal belakangan ini Green sempat lebih berkembang dalam menangkap pelajaran, tetapi malah menjadi kacau gara-gara orang jahat yang tidak bertanggung jawab dan pengecut!" Hana mengutuk dalam hati."Iya, saya akan melaksanakan tugas sebaik mungkin untuk mengajarinya, Nona Hana." Guru privat itu tersenyum lembut.Hana masuk ke dalam kamar dan mendapati Green masih membuka buku pelajarannya."Maafkan aku. Aku selalu lambat memahami pelajaran," ucap Green lirih. Saat guru mengajarinya ia banyak diam karena tidak tahu menyelesaikan soal dan tadi Hana menyaksikannya secara langsung."Jangan merasa tertekan, Green. Belajar saja yang rajin," ucap Hana lembut. Green mengangguk dengan wajah
"Ini tentang peraturan yang berlaku bagi semua pegawai yang bekerja di sekolah. Kamu bingung kan kenapa semua guru memperlakukanmu dengan sangat baik bahkan terkesan istimewa?" tanya Hana sambil menatap Green. Mereka berbaring miring saling berhadapan saat ini. "Iya benar." Green mengangguk setuju. "Apa kamu tahu sesuatu?" Green mendadak lebih berminat. "Iya. Kemarin aku bertanya pada wali kelas kita. Aku mendapat informasi bahwa sewaktu mendirikan sekolah ini, pemilik sekolah mengeluarkan himbauan penting bahwa semua pegawai yang bekerja di sekolah harus memperlakukan penderita epilepsi dengan sangat baik." Green diam. "Benarkah?" tanyanya tak percaya. 'Papaku mana mungkin melakukan hal semacam itu.' Green menolak di dalam hati. "Iya benar. Aku yakin Tuan besar Reyhans Williams memiliki kisah penting yang berkaitan dengan penderita epilepsi," ucap Hana yakin. "Dan aku
Sejak Hana sekamar dengan Green, Jihan segera menyampaikan permintaan pada keluarga Winata agar berkumpul pada akhir pekan di rumah Nyonya Besar Erina. Tetapi ia tidak memberi tahu apa yang hendak Hana rencanakan, ia hanya memberi tahu bahwa ada hal penting yang hendak mereka sampaikan pada keluarga Winata. Nyonya Erina menyetujui permintaan itu. Lagian bagi Erina berkumpul sesekali adalah hal yang baik untuk mempererat kekeluargaan.Sementara itu Jihan belum memberi tahu apa pun pada Anton. Tadinya ia berencana memberi tahu Anton apa yang terjadi di rumah setelah Anton kembali agar Anton dapat lebih berfokus pada pekerjaannya. Tetapi ternyata urusan pekerjaan di luar negeri tidak berjalan dengan cukup mulus. Kepulangan Anton sedikit tertunda. Jihan menjadi resah karena Anton tidak cepat kembali.'Hana adalah anak yang selalu bisa diandalkan. Dia tidak akan membuat kami berdua kecewa, kan!' Jihan berupaya meyakinkan hatinya. 'Lagian aku suda
Hari sudah pagi, Green bangun dengan tubuh lemas. Saat ia membuka mata, Hana sudah tidak berada di sisinya."Pagi, Green!" sapa Hana ceria, seolah kejadian tadi malam tidak ada apa-apa."Kamu harus bersiap-siap sekarang supaya kita tidak terlambat ke sekolah." Hana berucap seraya mengoleskan krim di wajahnya di depan cermin rias. Hana belum memakai seragam, dia masih mengenakan jubah mandinya."Iya, aku akan mandi," sahut Green pelan dan melangkah menuju toilet.Selesai bercermin, Hana lalu masuk ke dalam ruang pakaian untuk memakai seragamnya. Saat keluar dari ruang pakaian, Hana mendengar bunyi air gemerisik. Itu berarti Green sedang mandi. Hana kemudian memeriksa buku PR-nya dan memasukkannya ke dalam tas. Saat masih memeriksa peralatan tulisnya, suara jatuh terdengar dari toilet.GEDUBRAK..! Hana terkejut mendengarnya."Green!" panggilnya dengan cemas. Di