"Apa boleh buat, Ma. Selagi keluarga Winata berkeras untuk menggangguku dalam merawat Green hingga sembuh, maka aku akan terus menghindari Marcell. Aku akan sekamar dengan Green untuk lebih memastikan kesungguhan ucapanku ini pada kalian," tegas Hana.
"Kamu sudah gila, Hana!" bentak Jihan. "Biar kuberi tahu padamu. Jika laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan darah tidur sekamar, cepat atau lambat pasti akan melakukan hubungan suami istri! Jika itu terjadi padamu, semua rencana bisa kacau balau, Hana. Dan Mama juga tidak ikhlas jika kamu berakhir dengan pemuda bodoh, miskin dan penyakitan itu!"
Hana mengatupkan mulutnya. Dia benar-benar kesal mendengar ucapan mamanya yang menghina Green. Walaupun memang benar tetap saja Hana tidak nyaman mendengarnya.
Hana pun kembali berucap, "Oh ya? Aku rasa yang Mama katakan memang benar. Kalau begitu sebelum itu sempat terjadi, lebih baik mama dan papa segera membahas pe
Green dan Hana masuk ke dalam kamar Hana. Hana langsung menutup pintu, dan terdengar bunyi clek! Itu artinya Hana telah mengunci pintu itu. Green menelan ludahnya."Green, kepalamu kan sedang pusing, berbaring saja di ranjang," ucap Hana perhatian."Iya," sahutnya tetapi Green masih berdiri di tempat. Ia masih merasa canggung jika naik ke tempat tidur Hana. Walaupun dia sudah pernah tidur di sana tetap saja dia merasa seperti itu.Ternyata Hana langsung naik ke tempat tidur dan berbaring. "Ayo kemari!" Hana menepuk sisi ranjang di sampingnya agar Green berbaring di situ."Apa memang tidak apa-apa dengan Tuan dan Nyonya?" Green bertanya dengan ragu. Dia takut jika Anton marah padanya. Dia sudah pernah dihajar oleh Anton saat pertama kali bertemu."Percaya padaku. Kamu akan baik-baik saja." Hana kembali meyakinkannya.Green pun mendekat dan perlahan naik ke ran
"Itu...iya, ujung-ujungnya aku pasti akan bersama Marcell. Aku meyakini hal itu," jawab Hana dengan lambat-lambat, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri."Marcell... Walaupun tadi kamu sempat tersinggung berat dan marah akibat kata-kataku yang lugas, aku yakin, aku yakin kamu pasti akan menjadi milikku, kan?" ucap Hana di dalam hati dengan rasa sedih. Rasa menyesal karena telah melampiaskan emosinya pada Marcell, masih begitu terasa di hati dan pikirannya. Kata-kata terakhir Marcell tadi pun juga membuatnya patah hati.Sementara itu, mendengar jawaban yang cukup jelas dari Hana, Green langsung mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang.'Bodoh, harusnya aku tidak usah menanyakan hal itu padanya karena aku sendiri sudah tahu jawabannya. Hana mencintai Marcell tentu keinginannya adalah berakhir dengan Marcell.' Green merasa sedih tetapi dia hanya bisa diam saja."Green," panggil Hana dengan suara p
Suasana begitu hangat dan manis. Entah ke mana perginya akal sehat Green, ia hanya mengikuti nalurinya sebagai seorang pria. Hasratnya saat ini adalah mereguk semua manis madu pada bunga tercantik dan terindah yang kini berada di bawah kungkungannya. Hana sendiri sebenarnya mulai merasa cemas tetapi sentuhan-sentuhan itu membuatnya linglung, bercampur rasa penasaran yang membuatnya tak berniat untuk menghentikan semua ini. Dan, tok tok tok! Suara ketukan pintu membuyarkan semuanya! "Hana!" panggil Nyonya Jihan dibalik pintu itu. Hana dan Green seketika terkesiap. Mereka sangat terkejut! Rasanya jantung mereka akan melompat keluar sekarang juga. "Green!" seru Hana dengan suara sepelan mungkin, berupaya menjauhkan diri dari Green. Dia panik. Selimut pun tersingkap. Dalam posisi siaga mereka saling menatap dengan napas belum teratur. Kedua wajah sepasang anak muda itu suda
Green menatap Hana yang baru saja menutup pintu kamar lalu berbalik melangkah. "Hana," lirih Green memanggil, tetapi Hana tidak menyahutinya, ia malah melengos memasuki kamar mandi seolah sedang kebelet. Green menghela napas berat. Tadi itu rasanya seperti bermimpi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya ternyata begitu berani berbuat sejauh itu. Green merasa dirinya sangat bodoh sehingga tidak bisa mengendalikan hasratnya dengan benar. Sementara itu di toilet, Hana langsung melepas masker dan melihat bibirnya. Firasatnya benar, bibirnya memang sedikit membengkak. Syukurlah tadi dia berinisiatif memakai masker sehingga Jihan tidak menaruh curiga padanya. Hana kemudian teringat hal lain. Dia segera membuka seluruh kancing piyamanya, dan memeriksa tubuhnya. Ada beberapa tanda percintaan di dadanya. Wajah Hana kembali memerah, merasa malu mengingat kejadian di ranjang tadi. Dia merasa lin
Walaupun Green bodoh di sekolah bukan berarti dia bodoh dalam segala hal. Dia menyadari betul bahwa Hana menerima sepenuhnya apa yang ia lakukan padanya di ranjang. Green sama sekali tidak merasakan penolakan dari Hana ketika dengan berani ia menyentuhnya.Green menghempaskan tubuhnya di ranjang. Setitik embun jatuh di atas hatinya yang kering. Bisakah dia mencoba berusaha untuk meraih keinginannya? Dia ingin mencobanya. Dia sungguh ingin mencobanyaKeesokan harinya di sekolah, Hana tampak gugup menghadapi Marcell. Hari ini ada sesi belajar kelompok selama satu setengah jam. Tak disangka Marcell tetap duduk di tempatnya yang biasa di kelompok itu yaitu di samping Hana."Hana, kamu mengerjakan bagian pertama," ucap Marcell dengan nada datar."Baik," jawab Hana. Lalu Marcell membagi tugas juga pada anggota yang lain.Tanpa sadar Hana terus mengawasi gerak-gerik Marcell.
"Baiklah, Pak, tolong bantu dia. Sebentar lagi kami akan menghadapi banyak ujian di sekolah." Hana tahu ini terjadi karena Green sempat mengalami kambuh, kemampuan belajarnya pun jadi ikut terganggu."Padahal belakangan ini Green sempat lebih berkembang dalam menangkap pelajaran, tetapi malah menjadi kacau gara-gara orang jahat yang tidak bertanggung jawab dan pengecut!" Hana mengutuk dalam hati."Iya, saya akan melaksanakan tugas sebaik mungkin untuk mengajarinya, Nona Hana." Guru privat itu tersenyum lembut.Hana masuk ke dalam kamar dan mendapati Green masih membuka buku pelajarannya."Maafkan aku. Aku selalu lambat memahami pelajaran," ucap Green lirih. Saat guru mengajarinya ia banyak diam karena tidak tahu menyelesaikan soal dan tadi Hana menyaksikannya secara langsung."Jangan merasa tertekan, Green. Belajar saja yang rajin," ucap Hana lembut. Green mengangguk dengan wajah
"Ini tentang peraturan yang berlaku bagi semua pegawai yang bekerja di sekolah. Kamu bingung kan kenapa semua guru memperlakukanmu dengan sangat baik bahkan terkesan istimewa?" tanya Hana sambil menatap Green. Mereka berbaring miring saling berhadapan saat ini. "Iya benar." Green mengangguk setuju. "Apa kamu tahu sesuatu?" Green mendadak lebih berminat. "Iya. Kemarin aku bertanya pada wali kelas kita. Aku mendapat informasi bahwa sewaktu mendirikan sekolah ini, pemilik sekolah mengeluarkan himbauan penting bahwa semua pegawai yang bekerja di sekolah harus memperlakukan penderita epilepsi dengan sangat baik." Green diam. "Benarkah?" tanyanya tak percaya. 'Papaku mana mungkin melakukan hal semacam itu.' Green menolak di dalam hati. "Iya benar. Aku yakin Tuan besar Reyhans Williams memiliki kisah penting yang berkaitan dengan penderita epilepsi," ucap Hana yakin. "Dan aku
Sejak Hana sekamar dengan Green, Jihan segera menyampaikan permintaan pada keluarga Winata agar berkumpul pada akhir pekan di rumah Nyonya Besar Erina. Tetapi ia tidak memberi tahu apa yang hendak Hana rencanakan, ia hanya memberi tahu bahwa ada hal penting yang hendak mereka sampaikan pada keluarga Winata. Nyonya Erina menyetujui permintaan itu. Lagian bagi Erina berkumpul sesekali adalah hal yang baik untuk mempererat kekeluargaan.Sementara itu Jihan belum memberi tahu apa pun pada Anton. Tadinya ia berencana memberi tahu Anton apa yang terjadi di rumah setelah Anton kembali agar Anton dapat lebih berfokus pada pekerjaannya. Tetapi ternyata urusan pekerjaan di luar negeri tidak berjalan dengan cukup mulus. Kepulangan Anton sedikit tertunda. Jihan menjadi resah karena Anton tidak cepat kembali.'Hana adalah anak yang selalu bisa diandalkan. Dia tidak akan membuat kami berdua kecewa, kan!' Jihan berupaya meyakinkan hatinya. 'Lagian aku suda
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be