Saat Hana akan hendak tidur sebuah pesan masuk. Keningnya mengerut ketika melihat nama Veronika tercantum di sana. Dia lalu membuka pesan itu.
Veronika : Ada apa dengan otakmu? Kenapa suamimu bersekolah di sekolah kita bahkan di kelas yang sama? Apa kau tidak takut ketahuan Marcell? 🤔
Veronika tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. Bagaimanapun dia keras berpikir, dia tetap tidak menemukan jawaban yang logis!
Hana membalasnya.
Hana : Bukankah harusnya kau senang seandainya aku ketahuan sudah menikah? Untuk apa kau repot-repot mengurusiku?
"Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah menanyaiku kembali," gumam Veronika tak senang. Dia kemudian kembali membalasnya.
Veronika : Tentu saja aku senang. Aku bahkan sudah tidak sabar ingin membocorkannya kalau saja kau melanggar aturan! 😡
"Aneh," gumam Hana membaca pesan Veronika. "Apa k
"Selamat pagi, Pak!" sapa Hana dengan nada ceria, menghentikan langkah guru itu. Guru itu menoleh. "Iya, selamat pagi. Ada apa, Hana?" Dia bisa melihat jika Hana bukan sekedar ingin menyapanya saja. Hana mendekat ke hadapannya. "Saya ingin bertanya sesuatu." Hana terlihat penasaran. "Apa itu? Tanyakan saja." "Pak, saya memperhatikan semua guru memperlakukan Green dengan sangat baik. Tentu saja saya merasa sangat lega karena Green adalah sepupu sahabat saya. Tapi saya menjadi penasaran. Kenapa semua guru memperlakukan Green dengan sangat baik seperti itu? Maksud saya, tidak ada guru yang terlihat biasa saja dalam memperlakukannya. Itu menjadi terkesan istimewa. Apa Bapak berkenan memberi saya penjelasan kenapa bisa seperti itu?" Hana bertanya dengan hati-hati. Guru itu tampak menimbang. Hana adalah murid yang baik, cerdas, dan teladan di sekolah. Hana juga bertanya secar
"Berapa nomor ponselmu?" tanya Veronika. Dia lalu memberikan ponselnya pada Green.Green tampak kebingungan. Tetapi dia tetap menerimanya dan mengetikkan nomornya di dalam. Veronika lalu menghubungi nomor itu, dan Green dengan sigap mengambil ponsel miliknya dari kantong."Itu nomorku. Simpanlah," ucap Veronika ringan.Green hanya mengangguk dan segera menyimpan nomor Veronika. Saat Green tanpa sengaja menatap pada Hana, ia mendapati Hana sudah berwajah muram mengawasi mereka. Green merasa tidak nyaman dan mengalihkan pandangannya. Saat Green mencoba melihat kembali pada Hana, Hana masih tetap berekspresi sama sambil memelototi dirinya.Green menelan ludah. Dia tahu Hana marah. Hana tidak menyukai Veronika, jadi Hana ingin agar dia menjauh dari Veronika. Tetapi bagaimana caranya?Green menoleh menatap Veronika yang sibuk mengerjakan soal.'Bagaimana aku menja
Siswa itu terdiam. Dari tadi mereka menjuluki Green sebagai si goblok, Veronika tampak tidak peduli. Tetapi kenapa sekarang Veronika malah meledak?Mereka tidak tahu, itu karena Veronika sangat senang disebut seperti boneka oleh Green. Dan tentu dia menjadi marah saat teman-temannya malah menghina Green karena telah memujinya."Boneka?" ucap Hana dengan wajah muram. Bahkan Hana yakin sekali bahwa dirinya lebih cantik daripada Veronika, tetapi Green yang jauh lebih lama bersamanya, tidak pernah memujinya seperti boneka. Rasa cemburu menyelimuti hatinya."Iya! Green memujiku seperti boneka! Memangnya kenapa?" sahut Veronika cepat dengan wajah menantang. Wajah Hana menjadi lebih suram.Green menjadi cemas melihat wajah Hana yang seperti itu. Dia sama sekali bukan bermaksud untuk memuji Veronika!"Aku bukan bermaksud memu...""Jadi tadi kamu menyebut Veronika mir
Hana sudah berada di ambang pintu. Dia harus siap menemui Marcell Ketika ia hendak melangkahkan kaki keluar, suara kedubrak yang sangat keras terdengar di belakang. Suara pekikan Veronika dan beberapa orang lainnya seketika bergema di satu kelas itu, seolah mereka telah melihat hantu. Hana menoleh ke belakang dan mendapati Green sudah tengkurap di lantai dengan kursi menimpa badannya."Green!" teriak Hana hampir bersamaan dengan Sartika."Sartika ambil bantalnya!" titah Hana sambil mengangkat kursi itu dari tubuh Green. Dia juga dengan sigap mendorong meja-meja agar posisinya jauh dari Green.Secara ajaib, banyak siswa yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas dengan rasa ingin tahu, saat Hana dan Sartika mencoba membalikkan tubuh Green yang menggelepar, lalu meletakkan bantal mini di bawah kepalanya. Mereka tidak hanya berasal dari kelas itu, tetapi juga dari kelas-kelas lain. Mereka mulai mengambil kamera ponsel untuk mereka
Melihat Marcell hanya diam tak menanggapi, Hana berbalik hendak kembali ke ruang UKS. Tetapi tangannya kembali ditahan oleh Marcell hingga Hana kembali menghadapnya."Katakan padaku, kekurangan apa yang kumiliki?" Walaupun sempat tertegun, Marcell masih bertanya dengan rasa penuh percaya diri. Dia yakin bahwa ia tidak memiliki kekurangan apa pun sebagai calon pacar Hana. Semua perempuan pasti ingin sekali berpacaran dengannya!"Belakangan ini kamu tidak melakukan tugasmu sebagai ketua kelas dengan baik. Dan kamu tahu kenapa?" Hana balik bertanya. Tetapi tanpa menunggu jawaban dari Marcell, dia langsung melanjutkan ucapannya. "Itu karena di dalam dirimu kesombongan mulai berakar sehingga entah kamu sadari atau tidak, kamu sempat bersikap arogan dalam mengambil keputusan. Aku paling anti akan sikap seperti itu. Kalau di film, drama atau novel, sikap arogan tokoh utama pria mungkin terlihat keren, tetapi di dunia nyata itu sangat memuakkan."
Saat makan malam."Jadi karena itu ya, Ma. Apa urusan itu begitu penting sampai Papa harus berangkat mendadak?" Hana bertanya lalu memasukkan makanan ke mulutnya. Jihan memberi tahu Hana bahwa Anton sore tadi berangkat ke luar negeri untuk bertemu klien penting."Sepertinya begitu. Kamu kan tahu papamu orangnya tidak suka menunda. Itu sebabnya PT. Andalan Winata semakin melesat sejak papamu yang memimpin." Ada rasa bangga ketika Jihan berkata seperti itu tentang suaminya."Ya, papa memang selalu bisa diandalkan! Makanya aku heran banget lihat Paman Gerry dan Paman Rudi yang selalu berupaya melengserkan papa. Padahal kemampuan mereka masih jauh di bawah papa. Kalau jadi mereka, aku akan mendukung sepenuhnya papa." Hana berkata apa adanya sesuai fakta."Iya, tapi nenekmu bisanya selalu memanfaatkan jabatan papamu di perusahaan sebagai ancaman agar papamu mau tunduk padanya." Jihan mendesah. "Nenekmu be
"Apa boleh buat, Ma. Selagi keluarga Winata berkeras untuk menggangguku dalam merawat Green hingga sembuh, maka aku akan terus menghindari Marcell. Aku akan sekamar dengan Green untuk lebih memastikan kesungguhan ucapanku ini pada kalian," tegas Hana."Kamu sudah gila, Hana!" bentak Jihan. "Biar kuberi tahu padamu. Jika laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan darah tidur sekamar, cepat atau lambat pasti akan melakukan hubungan suami istri! Jika itu terjadi padamu, semua rencana bisa kacau balau, Hana. Dan Mama juga tidak ikhlas jika kamu berakhir dengan pemuda bodoh, miskin dan penyakitan itu!"Hana mengatupkan mulutnya. Dia benar-benar kesal mendengar ucapan mamanya yang menghina Green. Walaupun memang benar tetap saja Hana tidak nyaman mendengarnya.Hana pun kembali berucap, "Oh ya? Aku rasa yang Mama katakan memang benar. Kalau begitu sebelum itu sempat terjadi, lebih baik mama dan papa segera membahas pe
Green dan Hana masuk ke dalam kamar Hana. Hana langsung menutup pintu, dan terdengar bunyi clek! Itu artinya Hana telah mengunci pintu itu. Green menelan ludahnya."Green, kepalamu kan sedang pusing, berbaring saja di ranjang," ucap Hana perhatian."Iya," sahutnya tetapi Green masih berdiri di tempat. Ia masih merasa canggung jika naik ke tempat tidur Hana. Walaupun dia sudah pernah tidur di sana tetap saja dia merasa seperti itu.Ternyata Hana langsung naik ke tempat tidur dan berbaring. "Ayo kemari!" Hana menepuk sisi ranjang di sampingnya agar Green berbaring di situ."Apa memang tidak apa-apa dengan Tuan dan Nyonya?" Green bertanya dengan ragu. Dia takut jika Anton marah padanya. Dia sudah pernah dihajar oleh Anton saat pertama kali bertemu."Percaya padaku. Kamu akan baik-baik saja." Hana kembali meyakinkannya.Green pun mendekat dan perlahan naik ke ran