'Ada apa dengan Marcell? Kenapa meminta uang dari Green? Biasanya juga dia yang langsung bayar semua.' Kening Hana mengerut.
Sartika segera menyela. "Uang Green aku yang pegang, soalnya kalau dia yang pegang bisa dipalak orang."
Sartika segera membuka dompetnya dan memberikan uangnya. Marcell agak kecewa. Saking niatnya mempermalukan Green, dia malah tak terpikirkan fakta bahwa Sartika adalah sepupu Green.
Sementara itu, Green hanya diam membisu. Dia tetap merasakan rasa malu yang sungguh tidak menyenangkan. Dia adalah pria yang sudah dewasa tetapi tidak bisa diandalkan.
***
Hana baru saja pulang dari bimbingan belajar dan segera mengetuk pintu Green. Pak Bian membuka pintunya dari dalam.
"Ada apa, Nona?"
"Setengah jam lagi, tolong suruh Green datang ke kamarku ya, Pak Bian."
"Baik, Nona."
&nbs
Hai Readers tercinta! Untuk double up nanti diupayakan ya! ^^ Terima kasih atas dukungan dan semangat readers dalam mengikuti cerita ini ! ^^
Saat Hana akan hendak tidur sebuah pesan masuk. Keningnya mengerut ketika melihat nama Veronika tercantum di sana. Dia lalu membuka pesan itu.Veronika : Ada apa dengan otakmu? Kenapa suamimu bersekolah di sekolah kita bahkan di kelas yang sama? Apa kau tidak takut ketahuan Marcell? 🤔Veronika tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. Bagaimanapun dia keras berpikir, dia tetap tidak menemukan jawaban yang logis!Hana membalasnya.Hana : Bukankah harusnya kau senang seandainya aku ketahuan sudah menikah? Untuk apa kau repot-repot mengurusiku?"Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah menanyaiku kembali," gumam Veronika tak senang. Dia kemudian kembali membalasnya.Veronika : Tentu saja aku senang. Aku bahkan sudah tidak sabar ingin membocorkannya kalau saja kau melanggar aturan! 😡"Aneh," gumam Hana membaca pesan Veronika. "Apa k
"Selamat pagi, Pak!" sapa Hana dengan nada ceria, menghentikan langkah guru itu. Guru itu menoleh. "Iya, selamat pagi. Ada apa, Hana?" Dia bisa melihat jika Hana bukan sekedar ingin menyapanya saja. Hana mendekat ke hadapannya. "Saya ingin bertanya sesuatu." Hana terlihat penasaran. "Apa itu? Tanyakan saja." "Pak, saya memperhatikan semua guru memperlakukan Green dengan sangat baik. Tentu saja saya merasa sangat lega karena Green adalah sepupu sahabat saya. Tapi saya menjadi penasaran. Kenapa semua guru memperlakukan Green dengan sangat baik seperti itu? Maksud saya, tidak ada guru yang terlihat biasa saja dalam memperlakukannya. Itu menjadi terkesan istimewa. Apa Bapak berkenan memberi saya penjelasan kenapa bisa seperti itu?" Hana bertanya dengan hati-hati. Guru itu tampak menimbang. Hana adalah murid yang baik, cerdas, dan teladan di sekolah. Hana juga bertanya secar
"Berapa nomor ponselmu?" tanya Veronika. Dia lalu memberikan ponselnya pada Green.Green tampak kebingungan. Tetapi dia tetap menerimanya dan mengetikkan nomornya di dalam. Veronika lalu menghubungi nomor itu, dan Green dengan sigap mengambil ponsel miliknya dari kantong."Itu nomorku. Simpanlah," ucap Veronika ringan.Green hanya mengangguk dan segera menyimpan nomor Veronika. Saat Green tanpa sengaja menatap pada Hana, ia mendapati Hana sudah berwajah muram mengawasi mereka. Green merasa tidak nyaman dan mengalihkan pandangannya. Saat Green mencoba melihat kembali pada Hana, Hana masih tetap berekspresi sama sambil memelototi dirinya.Green menelan ludah. Dia tahu Hana marah. Hana tidak menyukai Veronika, jadi Hana ingin agar dia menjauh dari Veronika. Tetapi bagaimana caranya?Green menoleh menatap Veronika yang sibuk mengerjakan soal.'Bagaimana aku menja
Siswa itu terdiam. Dari tadi mereka menjuluki Green sebagai si goblok, Veronika tampak tidak peduli. Tetapi kenapa sekarang Veronika malah meledak?Mereka tidak tahu, itu karena Veronika sangat senang disebut seperti boneka oleh Green. Dan tentu dia menjadi marah saat teman-temannya malah menghina Green karena telah memujinya."Boneka?" ucap Hana dengan wajah muram. Bahkan Hana yakin sekali bahwa dirinya lebih cantik daripada Veronika, tetapi Green yang jauh lebih lama bersamanya, tidak pernah memujinya seperti boneka. Rasa cemburu menyelimuti hatinya."Iya! Green memujiku seperti boneka! Memangnya kenapa?" sahut Veronika cepat dengan wajah menantang. Wajah Hana menjadi lebih suram.Green menjadi cemas melihat wajah Hana yang seperti itu. Dia sama sekali bukan bermaksud untuk memuji Veronika!"Aku bukan bermaksud memu...""Jadi tadi kamu menyebut Veronika mir
Hana sudah berada di ambang pintu. Dia harus siap menemui Marcell Ketika ia hendak melangkahkan kaki keluar, suara kedubrak yang sangat keras terdengar di belakang. Suara pekikan Veronika dan beberapa orang lainnya seketika bergema di satu kelas itu, seolah mereka telah melihat hantu. Hana menoleh ke belakang dan mendapati Green sudah tengkurap di lantai dengan kursi menimpa badannya."Green!" teriak Hana hampir bersamaan dengan Sartika."Sartika ambil bantalnya!" titah Hana sambil mengangkat kursi itu dari tubuh Green. Dia juga dengan sigap mendorong meja-meja agar posisinya jauh dari Green.Secara ajaib, banyak siswa yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas dengan rasa ingin tahu, saat Hana dan Sartika mencoba membalikkan tubuh Green yang menggelepar, lalu meletakkan bantal mini di bawah kepalanya. Mereka tidak hanya berasal dari kelas itu, tetapi juga dari kelas-kelas lain. Mereka mulai mengambil kamera ponsel untuk mereka
Melihat Marcell hanya diam tak menanggapi, Hana berbalik hendak kembali ke ruang UKS. Tetapi tangannya kembali ditahan oleh Marcell hingga Hana kembali menghadapnya."Katakan padaku, kekurangan apa yang kumiliki?" Walaupun sempat tertegun, Marcell masih bertanya dengan rasa penuh percaya diri. Dia yakin bahwa ia tidak memiliki kekurangan apa pun sebagai calon pacar Hana. Semua perempuan pasti ingin sekali berpacaran dengannya!"Belakangan ini kamu tidak melakukan tugasmu sebagai ketua kelas dengan baik. Dan kamu tahu kenapa?" Hana balik bertanya. Tetapi tanpa menunggu jawaban dari Marcell, dia langsung melanjutkan ucapannya. "Itu karena di dalam dirimu kesombongan mulai berakar sehingga entah kamu sadari atau tidak, kamu sempat bersikap arogan dalam mengambil keputusan. Aku paling anti akan sikap seperti itu. Kalau di film, drama atau novel, sikap arogan tokoh utama pria mungkin terlihat keren, tetapi di dunia nyata itu sangat memuakkan."
Saat makan malam."Jadi karena itu ya, Ma. Apa urusan itu begitu penting sampai Papa harus berangkat mendadak?" Hana bertanya lalu memasukkan makanan ke mulutnya. Jihan memberi tahu Hana bahwa Anton sore tadi berangkat ke luar negeri untuk bertemu klien penting."Sepertinya begitu. Kamu kan tahu papamu orangnya tidak suka menunda. Itu sebabnya PT. Andalan Winata semakin melesat sejak papamu yang memimpin." Ada rasa bangga ketika Jihan berkata seperti itu tentang suaminya."Ya, papa memang selalu bisa diandalkan! Makanya aku heran banget lihat Paman Gerry dan Paman Rudi yang selalu berupaya melengserkan papa. Padahal kemampuan mereka masih jauh di bawah papa. Kalau jadi mereka, aku akan mendukung sepenuhnya papa." Hana berkata apa adanya sesuai fakta."Iya, tapi nenekmu bisanya selalu memanfaatkan jabatan papamu di perusahaan sebagai ancaman agar papamu mau tunduk padanya." Jihan mendesah. "Nenekmu be
"Apa boleh buat, Ma. Selagi keluarga Winata berkeras untuk menggangguku dalam merawat Green hingga sembuh, maka aku akan terus menghindari Marcell. Aku akan sekamar dengan Green untuk lebih memastikan kesungguhan ucapanku ini pada kalian," tegas Hana."Kamu sudah gila, Hana!" bentak Jihan. "Biar kuberi tahu padamu. Jika laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan darah tidur sekamar, cepat atau lambat pasti akan melakukan hubungan suami istri! Jika itu terjadi padamu, semua rencana bisa kacau balau, Hana. Dan Mama juga tidak ikhlas jika kamu berakhir dengan pemuda bodoh, miskin dan penyakitan itu!"Hana mengatupkan mulutnya. Dia benar-benar kesal mendengar ucapan mamanya yang menghina Green. Walaupun memang benar tetap saja Hana tidak nyaman mendengarnya.Hana pun kembali berucap, "Oh ya? Aku rasa yang Mama katakan memang benar. Kalau begitu sebelum itu sempat terjadi, lebih baik mama dan papa segera membahas pe
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be