"Suami?" tanya Asta dengan tubuh gemetar.
"Iya, suamiku. Kamu jalang! Berani-beraninya ingin merebut suamiku," ucap wanita itu sambil mencoba menarik kerudung Asta.
Tapi dengan cepat Cakra yang sudah berada di belakang Asta pun segera menepis tangan wanita tersebut hingga membuatnya terjerembab di lantai.
Wanita tersebut pun tak tinggal diam, ia kembali berdiri dan segera menunjuk wajah Asta yang masih syok dengan semuanya.
"Aku sumpahi kamu! Tidak akan ada laki-laki yang mau menikahi wanita jalang sepertimu! Dasar pela—"
"Diam! Aku akan menikahi dia!" bentak Cakra, menghentikan sumpah serapah yang keluar dari mulut wanita itu.
Asta pun langsung menoleh ke belakang dengan mata membulat. "Kak," ujarnya yang tentu saja terkejut mendengar kalimat laki-laki yang sudah hidup bersamanya sejak ia lahir ke dunia itu.
Namun seolah tak merasa ditatap oleh Asta, Cakra pun kembali berteriak, "Aku akan menikah dengannya sekarang juga. Kamu dengar!"
Wanita yang tadi sempat menyumpahi pun tersentak mendengar hal tersebut, begitu juga dengan para tamu undangan dan juga kerabat yang ada di ruangan tersebut. Mereka terkejut bukan main mendengar kalimat yang diucapkan oleh kakak laki-laki si calon mempelai wanita itu.
"Bagaimanapun juga mereka sudah menjadi saudara sejak kecil. Bagaimana bisa menikah begitu saja," komentar salah satu tamu undangan yang juga terkejut seperti yang lainnya.
Sedangkan tamu undangan yang ada di sampingnya pun menyahut dengan santai. "Tapi bisa saja. Bukankah Cakra itu hanya anak angkat."
"Benar-benar, aku dengar dia memang anak angkat. Bahkan katanya, namanya tidak pernah masuk dalam nama keluarga ini," sahut yang lainnya.
"Kalau begitu, bagaimana mungkin mereka mau menikahkan putri mereka dengan seorang anak angkat yang mungkin tidak jelas asal-usulnya."
"Tidak jelas bagaimana?" tanya yang lainnya, ikut penasaran dengan percakapan sekelompok orang itu.
"Kalau jelas, kenapa mereka tidak mengangkat dia dengan resmi menjadi bagian dari keluarga Brahmanto? Pasti kelurga aslinya itu bermasalah," sahut yang lainnya.
Bisik-bisik pun terus terdengar di ruangan itu. Ruangan yang harusnya saat ini melakukan acara sakral dengan penuh hikmat itu, kini berubah seperti pasar dengan suara berisik orang-orang yang membicarakan masalah tersebut.
\*
Di sisi lain.
"Pah, bagaimana ini?" tanya Nyonya Shassy—ibu kandung Asta—sambil menggenggam erat jas yang dikenakan suaminya.
Tuan Keenan yang merupakan ayah dari Asta pun terdiam sambil mengerutkan keningnya menatap kejadian yang terjadi tak jauh di depan matanya itu. 'Ck, kenapa ini jadi kenyataan,' batinnya.
"Pah," ucap Nyonya Shassy sekali lagi dengan posisi yang masih sama seperti sebelumnya.
"Tenanglah," ucap Tuan Keenan sambil memberikan kode pada anak buahnya yang ada di ruangan itu.
Sesaat kemudian para anak buah yang ada di ruangan tersebut langsung bertindak. Mereka dengan cepat maju ke depan ruangan itu, lalu membawa calon suami Asta dan juga wanita yang mengaku sebagai istrinya itu keluar dari ruangan tersebut.
Tentu saja para tamu undangan di ruangan itu pun makin heboh ketika melihat kejadian tersebut.
"Ulur waktu," bisik salah satu anak buah Tuan Keenan pada MC acara tersebut.
Mendengar hal itu, MC pun langsung bertindak. Ia dengan cepat mengatakan pada semua orang jika susunan acara malam itu dirubah dan mempersilahkan semua orang untuk mencicipi jamuan terlebih dahulu.
\*
Di ruangan lain.
Saat ini Tuan Keenan dan juga Nyonya Shassy sedang duduk di sebuah sofa di ruangan tersebut. Terlihat jelas raut wajah gelisah dengan kaki yang terus menghentak-hentak kecil di lantai menggambarkan apa yang ada di dalam hati wanita paruh baya tersebut. Hingga ….
"Ma … Pa," panggil Asta yang baru masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Cakra yang kini sedang berjalan di belakangnya.
"Sayang," ucap Nyonya Shassy sembari mengulurkan tangan ke arah putri semata wayangnya itu dengan mata berkaca-kaca.
Melihat tangan Nyonya Shassy, Asta pun langsung berhambur ke arah wanita yang sangat menyayanginya itu dan memeluknya dengan erat
Namun berbeda dengan Cakra yang sedari tadi selalu berada di belakang Asta, kini ia sendirian berdiri tegap dengan kepala menunduk di depan ketiga orang tersebut.
"Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Tuan Keenan sembari memberikan tatapan tajam ke arah anak angkat yang selama ini sudah diperlakukan seperti anaknya sendiri itu.
Namun Cakra tak menjawab sedikit pun, ia terus diam dan masih menunduk dalam.
"Angkat kepalamu! Apa aku pernah mengajarimu menunduk seperti itu?"
Mendengar kalimat itu, Cakra pun langsung mengangkat wajahnya dan menatap ke arah laki-laki berusia 56 tahun tersebut. Sebuah perasaan bersalah pun langsung menerjang hati Cakra ketika ia menatap netra coklat ayah angkatnya yang syarat dengan ketidaksenangan itu.
"Apa kamu tahu apa yang kamu lakukan?" tanya Tuan Keenan dengan suara baritonnya.
"Tahu," sahut Cakra singkat.
"Apa kamu sadar akibat dari perkataanmu tadi?"
"Sadar," tegas Cakra sekali lagi.
Nyonya Shassy pun langsung menyahut, "Lalu bagaimana dengan adikmu, apa kamu pernah berpikir bagaimana nasibnya nanti jika kalian tidak benar-benar menikah. Rasa malunya pas—"
"Aku akan menikahi dia Ma," sela Cakra dengan tatapan yakin yang kini diarahkan pada wanita yang sangat dihormatinya itu.
Suasana di ruangan itu pun hening seketika. Kini mereka semua sadar dengan jelas jika Cakra tidak main-main dengan kalimatnya tersebut, termasuk Asta yang saat ini kembali menatap ke arah laki-laki yang sudah menjadi kakaknya sejak kecil itu dengan tatapan aneh.
'Dia tidak bercanda,' batin Asta.
Setelah itu Asta pun membetulkan cara duduknya dan bertanya, "Apa kamu serius Kak? Lalu bagaimana dengan Kak Le?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Cakra pun langsung menatap ke arah Asta dengan dingin. "Apa kamu meragukan aku?"
Asta pun langsung menelan ludahnya ketika mendapat tatapan yang selalu menakutkan sekaligus mempesona baginya itu.
"Kenapa, apa kamu pikir aku tidak serius?" tanya Cakra sekali lagi dengan nada bicara yang sama.
'Duh, kalau aku menikah dengan Kak Cakra bisa bahaya. Dia itu memang kakak idaman, tapi kalau harus jadi istri orang yang overprotektif dan kaku kaya dia, aku ….' Kalimat di dalam hati Asta pun mengambang ketika menatap dengan serius wajah tampan kakak angkatnya itu.
Pesona Cakra memang selalu membuat jantungnya berdebar kencang. Namun Asta selalu menepis godaan tersebut dengan mengingat bagaimana menjengkelkannya laki-laki yang berkata akan menikahinya itu.
'Big no!' Itu yang ada di dalam pikiran Asta, tapi hati kecilnya tentu saja tak sama.
Sedangkan Cakra yang sedang ditatap oleh Asta pun hanya bisa mengernyitkan keningnya, menunggu jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh gadis yang sedang menatap lurus ke arahnya itu.
Kemudian ….
"Ehem!" dehem Tuan Keenan yang langsung menyadarkan Asta dari lamunannya.
'Ishh, kenapa aku malah melongo di saat begini,' batin Asta yang merasa malu sendiri dengan apa yang dilakukannya.
Mendengar deheman tersebut, Cakra pun langsung kembali menatap ke arah ayah angkatnya dengan tenang.
"Kamu tahu kan resiko apa yang harus kamu tanggung jika berani mempermainkan Asta," ucap Tuan Keen yang syarat dengan ancaman itu.
"Aku sangat sadar Pa," tegas Cakra.
Namun dengan cepat Nyonya Shassy langsung menatap ke arah suaminya tersebut. "Pah, ini—" Kalimatnya terhenti seketika, saat tuan Keenan memberi tanda padanya dengan melirik ke arah Asta.
Mendapat kode seperti itu, Nyonya Shassy pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang saat ini sedang duduk di sampingnya itu. 'Apa maksud Mas Keen, apa aku harus menanyakan ini pada Asta?'
Kemudian Tuan Keenan pun kembali menatap Cakra. "Kamu masih ingat kan, hal apa yang kamu syaratkan untuk calon suami Asta?"
"Ingat Pa," jawab Cakra dengan tenang.
"Apa kamu sudah merasa memenuhi syarat tersebut?"
Cakra pun terdiam ketika mendengar pertanyaan dari laki-laki yang selalu menjadi idolanya itu. Namun sesaat kemudian ia pun menjawab dengan tegas, "Belum."
Jawaban itu langsung membuat suasana di ruangan itu kembali hening selama beberapa detik, sebelum akhirnya Cakra melanjutkan kalimatnya. "Tapi aku ….
"Tapi aku akan berusaha keras untuk melakukannya Pa," sahut Cakra dengan tegas dan tatapan penuh keyakinan yang kini diarahkan pada ayah angkatnya itu.Sesaat kemudian Asta pun menyahut, "Syarat apa?" Ia mengarahkan pandangannya pada Cakra dan ayahnya bergantian karena benar-benar penasaran dengan syarat yang selama ini tak pernah didengarnya itu.Namun kedua orang tersebut hanya diam saja, tak ada yang menyahut kalimat gadis tersebut.Karena tak mendapat jawaban, Asta pun langsung menoleh ke arah wanita paruh baya yang duduk di sampingnya. "Ma, syarat apa?" tanyanya.Nyonya Shassy pun langsung menghela napas berat saat mendengar pertanyaan putri kesayangannya itu. "Itu … ad—""Biar dia sendiri yang memberitahunya," sela Tuan Keenan sembari menatap ke arah Cakra yang masih tetap di posisinya tadi.Mendengar hal itu, Asta pun k
Mendapat pertanyaan balik yang ringan seperti itu, tentu saja Nyonya Shassy langsung mengerutkan dahi pada anak gadisnya itu."Apa kamu tidak sedih?" tanyanya penasaran dengan ekspresi santai yang ditampilkan putri semata wayangnya tersebut."Sedih soal apa, Ma?" tanya Asta balik dengan tatapan polos."Kamu tidak sedih karena ditipu?" Nyonya Shassy memperjelas semuanya."Emm … soal Mas Bram tadi?" tanya Asta dengan santai lalu berbalik menghadap kaca di depannya dan kembali lanjut melepas aksesoris yang menempel di tubuhnya. "Tadi sedih sih Ma, sekarang nggak," lanjutnya.Mendengar jawaban putrinya tersebut, Nyonya Shassy pun langsung menghela napas panjang. "Untung kamu tidak benar-benar menyukai laki-laki kurang ajar itu," komentarnya."Aku menyukai dia kok Ma, orangnya baik awalnya. Tapi ya … c
Mendengar hal itu, Cakra pun langsung menoleh ke bagian belakang mobilnya dan di sana terlihat seorang gadis cantik yang masih memakai baby doll sedang berbaring dengan mata tertutup."Ada apa Kra? Mama dengar ada yang berteriak, apa terjadi sesuatu?" tanya Nyonya Shassy di dalam panggilan tersebut."Ah, tidak ada apa-apa Ma," jawab Cakra sembari memijat keningnya sambil menatap gadis yang sedang dicari-cari oleh Nyonya Shassy yang kini tertidur pulas di bagian belakang mobilnya."Kamu yakin tidak ada masalah?"Cakra pun menghela napas berat. "Tidak ada. Hanya saja sekarang Mama tidak perlu memikirkan Asta, dia ada di sini," terangnya."Bukannya tadi kamu bilang tidak tahu?" tanya Nyonya Shassy yang terdengar bingung."Aku memang tidak tahu sejak kapan dia ada dan tidur di mobil ini. Ck, dasar gadis ini," gerutu Cakra sambil
Mendengar suara yang tak asing di telinganya itu, Cakra pun langsung berlari keluar dari tempat tersebut. Sedangkan para pegawai tempat itu pun saling menatap dan sesaat kemudian mereka ikut berlari keluar dari tempat itu.Dan ketika semua pegawai sampai di teras tempat makan tersebut, mereka mendapati pemandangan aneh. Terlihat Cakra sedang menatap tajam ke arah seorang gadis yang kini berada di bawah tubuh seorang pemuda di pinggir jalan raya depan tempat makan tersebut."Ah, cepat bangun!" teriak gadis yang masih menggunakan baby doll itu sembari berusaha mendorong tubuh laki-laki di atasnya."Bangun-bangun, kamu nggak lihat kakiku keram!" tukas pemuda tersebut sembari berusaha beralih dari tubuh gadis yang ada di bawahnya menggunakan kedua tangannya.Dan karena tak sabar, gadis itu pun langsung menendang tubuh pemuda yang ada di atasnya hingga pemuda tersebut pun
"Dih segitunya," ujar pemuda tersebut sembari mengedipkan sebelah matanya pada Asta."Kamu …," ujar Asta sambil menyipitkan matanya pada pemuda yang baru menyapanya tersebut.'Dih, bisa-bisanya Si Kampret ini menggodaku di depan banyak orang,' gerutu Asta di dalam hati.Sedangkan Cakra yang saat ini sedang berdiri di samping Asta pun langsung bertanya pada pemuda yang sedang turun dari motor matic-nya itu. "Siapa kamu?"Dan setelah memarkirkan motornya dengan benar, laki-laki tersebut pun berjalan mendekati ketiga orang tersebut dan berdiri tepat di depan Cakra. "Aku Satria, tetangga di sini," jawab Satria sambil mengulurkan tangannya, meminta untuk berjabat tangan."Benar, dia ini tetangga di sini," sahut Pak Harto yang saat ini berdiri tepat di sebelah Cakra.Cakra yang mendengar hal tersebut pun langsung menerima jabat tangan dari Satria. "Cakra, peny
"Aku?" tanya Asta sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.Namun Cakra tak menjawab pertanyaan tersebut dan hanya memberikan tatapan tajam untuk menanggapi pertanyaan Asta tersebut."Astaga Kak ... mana mungkin aku suka pada laki-laki tengil seperti itu," ujar Asta lalu membuang napas kasar sambil menggedikkan bahunya.Namun Pak Harto yang masih berada tidak jauh dari Cakra pun langsung menyahut, "Hati-hati jangan bicara seperti itu, nanti bisa kualat. Istri saya itu dulu juga seperti itu pada saya, dan sekarang kami sudah punya anak tiga."Mendengar hal tersebut Asta pun langsung tersenyum canggung.'Andaikan bapak-bapak ini tahu kalau aku ini istri laki-laki di dekatnya itu, dia pasti tidak akan bicara begitu,' batin Asta yang merasa sedikit bingung saat ingin menjawab kalimat Pak Harto tersebut. Setelah lebih dari satu jam mengelilingi r
"Kampret!" teriak Asta sambil berlari dari depan pintu kamarnya menuju ke arah Cakra dan Satria.Sontak saja kedua laki-laki tersebut menatap ke arah Asta. Dan sesaat kemudian Asta pun langsung merebut benda pribadi berenda yang dipegang oleh Satria tersebut. "Ambil kembaliannya," ucap Asta sambil memberikan uang lima puluh ribu ke tangan Satria dan dengan cepat berbalik sembari berlari membawa benda tersebut kembali ke dalam kamarnya.Kedua laki-laki yang sedang berdiri di dekat pintu masuk rumah tersebut pun hanya terdiam terpaku melihat kelakuan Asta yang*absurd* tersebut.Setelah beberapa saat …."Ehem!" Sebuah deheman kemudian muncul dari bibir Satria. "Ya sudah kalau begitu, aku ke sini untuk memastikan benda yang masuk ke dalam daftar belanjaanku tadi," imbuhnya."Ya," sahut Cakra dingin.Lalu Satria pun menyodorkan uang yang diberikan ole
"Ck, apa Kakak tidak tahu, aku ini ingin … mandi," ujarnya ketika tubuh sintalnya hanya berjarak beberapa inchi dari tubuh laki-laki di depannya itu.Dan setelah itu ia pun dengan cepat berjalan menjauh dari Cakra tanpa menoleh sedikit pun.Dan ketika ia sampai di depan pintu kamar mandi yang ada di ruang belakang, ia pun berhenti untuk membetulkan handuk yang melilit tubuhnya sambil menoleh ke arah Cakra. "Kita makan malam apa, atau kita keluar saja?" tanyanya dengan suara yang dibuat sedikit serak-serak seksi mengundang.Cakra yang sedari tadi terus memperhatikan langkah dan setiap gerakan dari tubuh Asta pun langsung menjawab tanpa sadar, "Keluar.""Bagus," sahut Asta sambil tersenyum manis dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang sudah berada di depannya itu.Cakra pun langsung terkesiap ketika Asta menghilang dari pandangannya. "Astaga," gumamnya sambil mengus
"Lalu apa jawaban yang tepat?" Tanya Cakra sambil menatap langsung mata Asta. Dia dengan lembut meraih belakang kepala Asta, dan kemudian membawa wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Hingga setelah beberapa saat akhirnya Cakra mengecup lembut bibir Asta. Ciuman itu membuat tubuh Asta benar-benar kaku.'Gila, ini bukan karena marah dan ini juga bukan sedang mimpi, dia benar-benar nyium aku,' batin Asta yang saat ini hanya mengedipkan matanya beberapa kali tanpa bereaksi apa pun terhadap ciuman Cakra.Hingga ...Tiiiit! Suara bel dari mobil lain yang ada di belakang mobil Cakra membuat Asta langsung mendorong tubuh Cakra.Ishhh! Desis Cakra karena bagian belakang kepalanya terbentur body mobil. "Maaf," ucap Aska sambil meringis melihat ekspresi wajah Cakra. "Cepet injak gasnya orangnya udah ngamuk-ngamuk," imbuh Asta sambil menatap ke arah belakang dan melihat orang yang ada di dalam mobil di belakang mereka saat ini baru saja keluar dari mobil.Cakra pun segera kembali ke
Setelah turun dari mobil Asta langsung menarik tangan laki-laki yang saat ini ada di dekatnya. Dia membawa laki-laki itu menjauh dari mobil."Kamu gila, ngapain kamu di sini?" tanya Asta sambil menatap tajam laki-laki yang ada di depannya."Sat, kamu jangan macam-macam, deh." Asta mengatakan hal itu sambil melepaskan lengan Satria. "Kamu kan tahu gimana galaknya Kak Cakra, Kamu sengaja ingin membuat aku kena marah terus."Sesaat kemudian Satria mengeluarkan ponselnya dan kemudian menyodorkan ponsel itu kepada Asta. "Apa?" Tanya Asta sambil menatap ke arah ponsel milik Satria. "Tulis nomor HP kamu," pinta Satria sambil terus menyodorkan ponselnya kepada Asta."Untuk apa?" tanya Asta sambil beralih kembali menatap mata Satria dengan dahi yang mengernyit."Tentu saja untuk menghubungi kamu, emangnya untuk apa lagi," jawab Satria sambil meraih tangan kanan Asta dan kemudian meletakkan ponselnya di atas tangan Asta. "Jika kamu tidak mau memberikan nomor ponselmu, maka aku akan berjal
"Mama mendengar kalau ada masalah dengan tempat yang dijadikan sebagai tantangan oleh Papamu," jawab Nyonya shassy dengan nada bicara yang terdengar jelas kalau dia sedang khawatir. Asta kembali menatap ke arah Raka yang saat ini sedang berbicara dengan Pak Harto. "Memang ada masalah, Ma. Tapi kakak sudah menyelesaikan semuanya," jawabnya lalu menghela napas panjang. "Apakah kamu tidak berbohong pada Mama?" Tanya Nyonya Shassy dengan cepat. Sebuah senyum kecil muncul di bibir Asta ketika mengingat kejadian di balai desa. "Iya Ma, Asta tidak bohong. Mama tenang saja semuanya di sini masih baik-baik saja," jawabnya untuk meyakinkan ibunya yang pasti selalu mengkhawatirkannya. "Lalu, apakah kamu sudah makan?" Tanya Nyonya Shassy."Sudah, pokoknya Mama tenang saja aku baik-baik saja di sini. Makanan juga ada di mana-mana jadi Mama tidak perlu khawatir. Sekarang Asta tutup dulu teleponnya karena Asta mau pergi ke toko kain, oke?" Ucap Asta dengan perlahan dan membuat kalimatnya terdeng
Asta pun langsung berbalik menatap ke arah Cakra. "Kamu yang melakukan ini?" tanyanya sambil nunjuk ke arah tanda cupang di tulang selangkanya.Cakra yang masuk ke dalam kamar itu dengan tergesa-gesa pun langsung mengganti ekspresi wajahnya. "Jangan konyol," sahutnya ringan."Apa maksudnya konyol?" Asta tak terima dengan perkataan Cakra. "Aku tahu jelas ini bekas ciuman, tidak mungkin bentuk begini karena digigit nyamuk."Cakra menghela napas panjang lalu melangkah ke arah lemari yang ada di kamar itu. "Mungkin kamu terbentur sesuatu," elaknya sambil mengambil pakaiannya dari dalam benda benda persegi panjang tersebut.Namun, di sela-sela gerakannya dia sempat melirik ke arah Asta yang saat ini sibuk dengan bekas merah di tulang selangkanya dan melupakan handuk kecil yang tak begitu bisa menutupi tubuhnya.'Jika yang di sini bukan aku, pasti laki-laki itu sudah memakan Asta sampai habis,' batin Cakra sambil mengalihkan pandangannya. Dia mencoba sebisa mungkin menahan hasrat yang tentu
Pada akhirnya, malam ini Asta terpaksa tidur di kursi ruang tamu karena dia bersikeras tak mau tidur sekamar dengan Cakra. Sedangkan kamarnya … setelah Cakra mengambil semua barang-barang Asta, akhirnya Cakra mengunci pintu kamar tersebut."Aku benar-benar tidak pernah berpikir akan ada hari seperti hari ini," gumam Asta sambil menatap ke arah langit-langit ruang tamu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa aku besok kembali ke Jakarta saja ya,' batin Asta dengan mata yang mulai terasa berat.Setelah itu pada akhirnya Asta pun tertidur karena saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sementara itu saat ini Cakra sedang menatap ke langit-langit kamarnya. Dia mencoba mengingat semua hal yang dia lakukan hari ini."Asta," desahnya yang tak bisa merasa tenang jika sudah menyangkut wanita yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak dia kecil itu.'Apa yang harus aku lakukan? Apa lebih baik aku mengatakan yang sebenarnya tentang syarat dari Papa,' batin C
"Aku bilang … aku lupa mematikan kompor!" teriak Asta tiba-tiba sambil menendang perut Cakra, hingga membuat Cakra mundur beberapa langkah.Dan tanpa berpikir panjang, Asta pun berlari keluar dari kamar tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.Sedangkan Cakra saat ini sedang mengelus perutnya. "Dia benar-benar menendangku," gumamnya.Setelah itu Cakra pun keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk mengecek apakah benar kompor di dapur benar-benar masih menyala. Akan tetapi, benar saja yang dia temukan adalah kompor yang mati. Bahkan tidak ada apa pun di atas kompor tersebut."Asta!" panggil Cakra yang tidak melihat istrinya di sana. Sementara itu, saat ini Asta tengah duduk di ranjang kamarnya. Dia membuka sedikit celananya dan memastikan semuanya."Gila, aku benar-benar lepas," gumamnya sambil menutup kembali celananya.Setelah itu Asta menatap ke arah langit-langit kamarnya. Dia menyentuh bibirnya dengan perlahan. "Dia benar-benar menciumiku, kasar lagi," uca
Setengah jam berlalu. Saat ini Asta yang sudah sampai di rumah pun segera meletakkan barang belanjaannya di meja dapur. Ia bernyanyi kecil sembari menyiapkan bahan masakannya."Jangan pernah kau sakiti aku lagi, cobalah untuk leng—""Sepertinya kamu sedang senang?" tanya Cakra yang tiba-tiba masuk ke dapur. "Biasa saja," jawab Asta sembari berbalik untuk mengambil pisau di dekat rak piring.Cakra kemudian dengan tenang duduk di kursi yang ada di sana. "Kamu ke mana saja tadi?" tanyanya.'Huh, sudah kusiapkan untuk ini,' batin Asta."Belanja bahan makanan, ke mana lagi," jawabnya dengan ringan."Belanja bahan makanan lebih dari satu jam?" tanya Cakra lagi.Asta pun menghela napas panjang. "Belanja kan harus milih," sahutnya masih dengan sikap tenang."Oh iya, nanti kamu kirimkan makanan ke tetangga sebelah," ucap Cakra dengan nada datar.Langsung saja Asta menoleh. "Maksud kamu ke tempat Satria?" 'Kalau benar-benar untuk mereka, ini pasti ada yang tidak beres.' Asta
"Iya kamu," sahut Satria sembari duduk di dekat Asta dan kemudian menyenderkan punggungnya di bangku tersebut. "Kamu sendiri yang menolak ajakanku. Jadi tentu saja aku terpaksa melakukan itu.""Otak kamu isinya apa?" Satria pun menoleh dan menjawab, "Cukup banyak." "Hiss …," desisan disertai ekspresi masam pun muncul di wajah Asta yang benar-benar seperti kehilangan akal menghadapi pemuda di sampingnya itu."Kenapa lagi, apa aku salah menjawab lagi?" seloroh Satria sembari menatap seorang laki-laki yang sedang berjalan ke arah mereka membawakan dua gelas pesanannya."Tidak," tukas Asta sembari menoleh kembali pada Satria. "Oh, iya aku mau bicara serius dengan kamu, baga—""Iya, aku menyukai kamu. Jadi kapan kita jadian?" Satria memotong ucapan Asta dengan seenaknya sendiri."Sembarangan." Asta membulatkan matanya. "Aku ini ingin bertanya sesuatu yang penting.""Apa?""Dari mana kamu tahu kalau aku tidak jadi bertunangan dan bahkan sudah menikah?" tanya Asta dengan ekspresi yang beru
Asta yang baru saja masuk ke dalam rumah pun langsung melangkah ke kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya di ranjang setelah menutup pintu kamarnya."As!" panggil Cakra sembari mengetuk pintu kamar tersebut cukup keras."Apa lagi sih," gerutu Asta yang semakin dalam membenamkan wajahnya ke bantal.Klak! Pintu kamar tersebut terbuka."Kamu sedang apa?" Cakra yang saat ini berada di tengah pintu kamar tersebut kini menatap aneh ke arah Asta yang masih tengkurap di atas ranjang."Tidur," jawab Asta tanpa mengganti posisinya."Ck," decak kesal Cakra ketika mendapat jawaban yang tak sesuai di pikirannya. "Duduk! Aku ingin bertanya sesuatu pada kamu.""Satria?" Asta menyahut tanpa menoleh sedikit pun."..." Cakra diam selama beberapa saat karena tebakan istrinya itu benar adanya dan itu membuatnya merasa sedikit aneh. "Ada hubungan apa kamu dengan dia?" Mendengar hal itu Asta pun bangun dari posisinya dan duduk bersila menatap Cakra. "Kamu cemburu?""Kamu tahu kan, aku tidak