Beberapa hari kemudian.Anggun memandang gugup sebuah rumah mewah dengan cat abu-abu di depannya. Dilayangkannya pandangan ke sekitar di mana terlihat sebuah taman yang indah untuk semakin menyempurnakan tampilan dari tempat itu. Menjadikannya menjadi lebih megah.“Kamu siap?”Anggun sedikit kaget saat Sean menghampirinya. Pria itu kini sudah lebih baik daripada sebelumnya, walaupun jalannya tampak masih cukup pincang. Namun, yang jelas kini pria itu berkata padanya kalau ia sudah baik-baik saja.Ini di mana?Tentu saja sebelumnya Anggun sudah bertanya pada Sean mengenai syarat terakhir pria itu sebelum membebaskannya. Sean bilang kalau ia ingin agar Anggun menemui keluarga besarnya, terutama kakeknya untuk berpura-pura menjadi kekasihnya. Hal yang tentu saja membuat gadis itu kaget ketika pertama kali mendengarnya.Namun kemudian, Sean menjelaskan duduk persoalannya. Sean bilang kalau kakeknya tengah sakit-sakitan, di mana beliau terus mendesak Sean untuk membawakan calon istri padan
Anggun menemukan dirinya kembali berada di bawah kendali Sean. Saat lagi-lagi mereka sudah sama-sama tanpa sehelai pun pakaian, sehingga diselimuti oleh keringat. Saat mereka sama-sama kembali dirajai oleh gairah dan nafsu.Rutinitasnya sebenarnya sama. Saat itu Sean akan mencumbui bibirnya, menyentuh seluruh tubuhnya, lalu kemudian menjadikan tubuh mereka menjadi satu. Namun, dibanding semua itu sebenarnya ada perbedaannya dari sebelum-sebelumnya. Kalau keadaannya sedikit lebih mendalam daripada sebelum-sebelumnya. Kalau sentuhan-sentuhan ini, terasa lebih penuh perasaan daripada gerakan membabi buta biasanya.Karena ini untuk terakhir kalinya.Ya, akhirnya tibalah saatnya. Sejak Sean mengatakan akan membiarkannya pergi sekitar dua minggu yang lalu, lantas kehidupan Anggun terasa berubah dan lebih baik daripada sebelumnya. Setelah ia selesai merawat Sean yang sempat cedera kakinya karena kecelakaan. Lalu kemudian Anggun setuju untuk menemui pihak keluarga pria itu dengan berpura-pura
“Anggun!”“Melya!”Kedua teman sebaya itu tampak sangat bahagia saat menyerukan nama satu sama lain. Mengabaikan hal-hal lain di sekitar mereka, keduanya saling menghampiri satu sama lain. Sebelum akhirnya saling mendekap dengan erat.“Anggun, kamu ke mana saja? Bagaimana kamu bisa hilang tiba-tiba dan tanpa kabar seperti itu. Aku pikir aku nggak akan bisa melihat kamu lagi tahu nggak?”Anggun tampak sangat terharu mendengar ucapan Melya itu. Sejenak di dalam dirinya juga ada perasaan bersalah. Sebab walaupun hilangnya dia awalnya adalah sesuatu yang berada di luar kemauannya, namun kini dia kembali dengan cara pikir yang berbeda. Dia merasa bersalah karena tak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada sahabatnya itu.“Aku juga sangat merindukanmu, Mel. Maaf ya karena aku menghilang begitu saja dan tak pernah bilang-bilang. Tapi kamu seharusnya nggak perlu khawatir karena aku baik-baik saja dan yang pasti akan kembali lagi.”Pelukan mereka akhirnya terlepas. Saat menatap wajah masing-mas
Anggun memandang dengan sedikit haru kamar tidurnya. Pandangan yang sebenarnya sama sejak mobil yang dikendarai Leo akhirnya berhenti di kediamannya beberapa menit yang lalu. Perasaan senang melingkupi hatinya karena akhirnya bisa melihat kembali tempat yang menjadi huniannya selama ini.‘Selama masa penculikan itu, aku sering berpikir kalau mungkin aku tak akan pernah kembali lagi ke sini. Kalau aku mungkin akan terkurung di sana selamanya atau bahkan dibunuh.’Mata Anggun lantas beralih pada sebuah pigura berukuran kecil yang terletak di atas meja. Diraihnya benda itu, lalu pandangannya kini menjadi lebih terharu lagi.“Ibuk, Bapak, maaf ya karena ninggalin rumah kita begitu saja dalam waktu yang lama. Maaf juga karena udah bikin kalian khawatir. Namun, segalanya sudah baik-baik saja sekarang. Masalah itu telah diselesaikan. Jadi kalian bisa beristirahat dengan tenang di atas sana.”Air mata Anggun menetes hingga membasahi hamparan kaca di pigura. Namun, dia dengan cepat menyeka pip
“Hati-hati di jalan ya, Dok. Terima kasih atas kunjungannya,” kata Melya sambil melambaikan tangan padanya. Di samping gadis itu Anggun juga tersenyum sambil melakukan hal yang sama.“Ya. Kalian masuklah, karena hari sudah mulai gelap. Selamat beristirahat ya. Terutama untuk kamu, Anggun.”“Terima kasih, Dok. Dokter William juga. Selamat beristirahat ya, Dok.”Maka sesi basa-basi sebelum berpisah itu pun berakhir setelah William memasuki mobilnya. Sempat ia mengucapkan salam terakhir dengan satu bunyi klakson, sebelum kemudian mulai bergerak jalan meninggalkan tempat itu. Saat mobilnya menjauh, sempat dia mengintip ke belakang dengan spion luar dan dilihatnya dua gadis itu telah memasuki unit kontrakan tadi.Pria itu tampak menghela napas berat. Ia terus berfokus menyetir ke luar dari gang sempit tersebut, namun pikirannya kini menjelajah ke mana-mana.‘Anggun bersikeras bilang kalau kepergiannya hanyalah untuk liburan saja. Sama sekali tak ada kesan penculikan, apalagi membawa-bawa S
“Jadi ini orangnya, Cla. Bagaimana menurut kamu?”Clara tak lantas menyahuti pernyataan dari Miranda itu. Matanya kini berfokus pada ponsel dari orang tua wanita dari Sean itu. Di mana dia menunjukkan sebuah foto Anggun yang diam-diam diambilnya kala kunjungan gadis itu ke kediaman Agrawarsena beberapa hari yang lalu.Ya, tentu saja Clara sudah mendengarnya. Karena walau bisa dikatakan kalau Sean nyaris memutus niatnya untuk mendekati keluarga pria itu demi dapat bersama dengannya, namun gadis itu tak lantas menyerah. Seperti sekarang bagaimana justru dia penasaran dengan sosok wanita yang disebut-sebut oleh Sean itu. Clara percaya kalau semua itu hanya kebohongan dan omong kosong yang sengaja Sean ciptakan untuk menghindari dirinya.“Dia memang masih terlihat muda. Berapa umurnya tadi, Tante?” tanya Clara masih fokus pada gambar itu.“24 tahun. Memang masih cukup muda, namun sebenarnya itu usia yang baik. Jarak enam tahun dengan Sean Tante rasa bukanlah masalah besar.”Clara masih me
Padahal pagi ini Anggun berniat untuk mengurus keperluan untuk membuka toko bunganya kembali. Namun, hal yang aneh menjangkiti tubuhnya saat terbanagun pagi ini. Dia merasa lemas dan tak bertenaga. Lantas kemudian perasaan mual terasa sehingga membuatnya segera lari ke kamar mandi untuk memuntahkan saliva.Gadis itu mengeluh pelan sambil memegangi kepalanya. Mencoba untuk menahan tubuhnya agar tidak tumbang dengan berpegangan pada dinding-dinding di sampingnya.Namun, menurut Anggun itu semua masih bisa ditahan. Itu sebabnya setelah beberapa jam kemudian, saat dia merasa keadaan sudah baik, dia pun segera kembali melanjutkan rutinitasnya yang baru dimulai kembali setelah kejadian buruk yang menimpanya dua bulan ke belakang.[Melya: Apa kamu bisa mengurus semua itu sendiri. Aku lumayan sibuk hari ini, sehingga tidak bisa membantumu. Maaf ya, Nggun.]Anggun tersenyum saat menerima pesan itu dari sahabatnya ketika baru saja membuka pintu toko. Dengan cepat dia pun segera mengirimkan bala
Berusaha menghilangkan rasa tak nyaman di perut hingga kerongkongannya, Anggun pun berusaha untuk memuntahkan hal yang mengganjal itu. Walau lagi-lagi yang menampakkan diri tak sebesar siksaannya. Alih-alih sisa makanan yang ia telan pagi ini ataupun teh favoritnya, yang muncul hanyalah beberapa muntahan saliva saja.Namun walau begitu rasanya terus tidak nyaman. Seluruh Anggun terasa aneh sekarang. Kepalanya terasa pusing sedangkan tubuhnya ringan serasa akan tumbang dengan mudah.‘Tapi… di luar masih ada pelanggan. Aku tadi belum sempat mengirimnya pergi sebelum lari ke kamar mandi. Dia pasti merasa tak nyaman.’Menguatkan dirinya, Anggun pun segera menegakkan tubuhnya lagi. Lantas secara perlahan ia bergerak ke luar kamar mandi. Berniat untuk kembali ke depan di mana tadi dia meninggalkan Clara. Namun, dia cukup kaget ternyata perempuan itu sudah lebih masuk ke dalam toko. Mereka bertemu di ambang pintu.“A-Astaga, Anda pasti tidak nyaman ya?” Anggun mendekatinya tanpa rasa curiga.