Padahal pagi ini Anggun berniat untuk mengurus keperluan untuk membuka toko bunganya kembali. Namun, hal yang aneh menjangkiti tubuhnya saat terbanagun pagi ini. Dia merasa lemas dan tak bertenaga. Lantas kemudian perasaan mual terasa sehingga membuatnya segera lari ke kamar mandi untuk memuntahkan saliva.Gadis itu mengeluh pelan sambil memegangi kepalanya. Mencoba untuk menahan tubuhnya agar tidak tumbang dengan berpegangan pada dinding-dinding di sampingnya.Namun, menurut Anggun itu semua masih bisa ditahan. Itu sebabnya setelah beberapa jam kemudian, saat dia merasa keadaan sudah baik, dia pun segera kembali melanjutkan rutinitasnya yang baru dimulai kembali setelah kejadian buruk yang menimpanya dua bulan ke belakang.[Melya: Apa kamu bisa mengurus semua itu sendiri. Aku lumayan sibuk hari ini, sehingga tidak bisa membantumu. Maaf ya, Nggun.]Anggun tersenyum saat menerima pesan itu dari sahabatnya ketika baru saja membuka pintu toko. Dengan cepat dia pun segera mengirimkan bala
Berusaha menghilangkan rasa tak nyaman di perut hingga kerongkongannya, Anggun pun berusaha untuk memuntahkan hal yang mengganjal itu. Walau lagi-lagi yang menampakkan diri tak sebesar siksaannya. Alih-alih sisa makanan yang ia telan pagi ini ataupun teh favoritnya, yang muncul hanyalah beberapa muntahan saliva saja.Namun walau begitu rasanya terus tidak nyaman. Seluruh Anggun terasa aneh sekarang. Kepalanya terasa pusing sedangkan tubuhnya ringan serasa akan tumbang dengan mudah.‘Tapi… di luar masih ada pelanggan. Aku tadi belum sempat mengirimnya pergi sebelum lari ke kamar mandi. Dia pasti merasa tak nyaman.’Menguatkan dirinya, Anggun pun segera menegakkan tubuhnya lagi. Lantas secara perlahan ia bergerak ke luar kamar mandi. Berniat untuk kembali ke depan di mana tadi dia meninggalkan Clara. Namun, dia cukup kaget ternyata perempuan itu sudah lebih masuk ke dalam toko. Mereka bertemu di ambang pintu.“A-Astaga, Anda pasti tidak nyaman ya?” Anggun mendekatinya tanpa rasa curiga.
Anggun sebenarnya masih belum percaya sepenuhnya pada Clara. Dia bahkan masih menyimpan ketidaksukaan dan bahkan rasa nyaman atas cara wanita itu muncul di hidupnya.Namun, apa yang Clara ucapkan memang ada benarnya juga. Dalam keadaannya sekarang tak mudah rasanya langsung menemui dokter untuk memeriksa kehamilan – ketika dia sendiri masih belum siap untuk menerima kabar yang mungkin datang. Selain itu dia juga takut melakukan hal yang sama sekali tak pernah dia alami sebelumnya itu.Sehingga oleh sebab itulah… sepertinya dia akan menerima tawaran dari Clara itu. Karena perempuan itu tampak yakin kalau ada metode lain – yang katanya juga instan – untuk memastikan apa seorang wanita tengah mengandung atau tidak. Sesuatu yang juga bisa dilakukan secara rahasia-rahasia.Clara pamit pergi sebentar dan katanya akan segera kembali. Benar saja, wanita itu kembali memarkirkan mobilnya di depan toko bunga Anggun itu kurang dari sepuluh menit kemudian. Sebuah bungkus plastik putih terlihat di
Clara terus mondar-mandir dengan gelisah di depan kamar mandi toko bunga tersebut. Secara tak sabar dia menunggu kabar dari Anggun yang telah memasuki tempat itu sekitar sepuluh menit lamanya. Membuatnya was-was dengan hasil pemeriksaan instan yang telah disarankan.“Kenapa sih dia lama sekali?”Untuk kesekian kali ia menggedor-gedor pintu dengan cat biru pastel itu. Terus didesaknya Anggun untuk segera ke luar dan menunjukkan padanya karena harusnya prosesnya tak selama ini. Harusnya Anggun sudah ke luar lagi guna menunjukkan hasil yang didapatkan.Hingga akhirnya, hal yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sosok Anggun akhirnya menampakkan diri dari dalam sana.“Kamu sudah selesai? Hasilnya sudah tampak, bukan? Sini. Perlihatkan padaku karena aku sangat penasaran,” desaknya tak sabaran.“Ada dua garis, Mbak? Apa artinya?” tanya sang gadis bingung.“Apa?”Tanpa menunggu lebih lama lagi, Clara langsung mengambil alih benda yang masih di dalam pegangan Anggun itu. Matanya melotot lagi memandan
Sean memasuki restoran seafood yang berdiri tepat di seberang gedung apartemen Vine Jade Resident. Tak sulit baginya menemukan Clara. Di mana gadis itu ternyata telah berpesan pelayan agar Sean langsung menemukan di salah satu private room di sana.“Akhirnya aku melihat wajah kamu lagi. Aku kangen banget tahu sama kamu,” ucap gadis itu ketika mereka kini sudah saling berhadapan. Saat Sean duduk di seberang mejanya. “Oh ya, aku udah pesankan makanan favoritmu. Jadi kamu bisa langsung makan biar nanti setelah kita selesai kamu bisa lanjut bekerja lagi.”Sean hanya memandang makanan itu sejenak, lalu melayangkan pandangan lagi pada wanita itu. “Langsung saja. Jangan membuang waktu.”“Tapi bagaimana mungkin kamu nggak makan—““Aku nggak bisa makan sambil melihatmu sekarang. Perutku terasa aneh, sehingga aku takut aku akan muntah. Jadi jangan memaksaku.”Tentu saja wanita itu langsung tersurut mendengar ucapan tajam dari sang pria. Walau kemudian ekspresinya langsung berubah menjadi kecewa
[Melya: Hari ini aku akan berkunjung ke toko bunga kamu setelah bekerja sekitar jam empat sore. Tunggu aku ya. Jadi kita bisa pulang bareng.]Anggun menghela napas berat saat membaca pesan dari sahabatnya itu. Dialihkannya pandangan ke sekitar, di mana saat ini dia tengah antre untuk menunggu giliran memeriksakan diri di rumah sakit.Ya, setelah dia memikirkannya, gadis itu akhirnya memutuskan untuk mendapatkan kepastian langsung dari sang profesional. Mengingat kemarin Clara pergi begitu saja membawa hasil pemeriksaan tanpa penjelasan lebih lanjut, lalu hasil pencarian di internet juga tidak bisa dia pastikan keakuratannya. Sehingga dengan begini dia bisa lebih tahu apa yang terjadi pada tubuhnya.Dan tentu saja, Anggun tak mengatakannya kepada siapapun. Sehingga itu sebabnya kini dia mendapatkan chat seperti itu dari Melya, sebab gadis itu berpikir ini adalah hari yang sama dengan sebelum-sebelumnya.Lantas hati Anggun berat untuk mengirimkan balasan. Sebab kini dia masih sangat gug
“Tapi kamu terlihat sedikit pucat, Anggun. Apa benar kamu tak apa-apa?”William bertanya lagi sambil memiringkan wajahnya. Sehingga dapat melihat wajah yang bertubuh lebih pendek darinya itu dengan lebih dekat.“T-Tidak apa-apa kok, Dok.”“Kamu sudah makan siang? Kalau belum bagaimana kalau kita makan dulu di kafetaria? Kamu bilang kamu suka menu masakan di sana, bukan?”“Hm… itu, Dok. Mengenai itu—“Ucapan Anggun mendadak terputus. Sebab tiba-tiba terasa getaran di dalam tas yang dia sandang.“S-Sebentar ya, Dok. Ponsel saya berbunyi,” katanya kemudian.Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. “Ya. Luangkan waktu kamu.”Anggun dengan cepat mengeluarkan ponselnya, sementar William masih dengan setia berdiri di depannya. Adapun mata pria itu tampak seperti sedikit memperhatikannya dengan awas.Awalnya Anggun kira yang menghubunginya adalah Melya lagi. Namun, ternyata sebuah nomor ponsel yang belum pernah tersimpan di kontaknya sama sekali.‘Siapa ya? Apa salah satu pelanggan?’Tanpa cur
Bangunan pencakar langit itu kini ada dalam pandangan Anggun. Bangunan dengan atap dari kaca itu. Bangunan dengan nama Vine Jade Resident itu.Bangunan yang pernah memenjarakannya selama 75 hari.Kalian tahu? Pada awalnya tentu Anggun tak pernah diberi kesempatan oleh Sean untuk mengetahui letak keberadaannya. Sedangkan untuk mengizinkan ke luar, pria itu bahkan tak pernah memberitahukan lokasinya dengan detail agar Anggun tak tahu keberadaan pastinya. Bahkan saat menginjakkan kakinya ke luar tempat itu sebelum pergi ke Bali pun, matanya selalu saja ditutup.Namun, keadaan berubah beberapa hari sebelum dia dibebaskan. Setelah Sean mendadak berubah menjadi lebih baik, bahkan juga mengizinkannya untuk meninggalkan tempat itu.Pertama kali Anggun melihat gedung yang megah itu secara langsung adalah saat pria itu membawa Anggun untuk dikenalkan kepada keluarganya. Di sana dia bahkan tak bisa berkata-kata. Dia tak menyangka kalau tempat yang dia sebut sebagai penjara itu ternyata memang sa
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,