“Tapi kamu terlihat sedikit pucat, Anggun. Apa benar kamu tak apa-apa?”William bertanya lagi sambil memiringkan wajahnya. Sehingga dapat melihat wajah yang bertubuh lebih pendek darinya itu dengan lebih dekat.“T-Tidak apa-apa kok, Dok.”“Kamu sudah makan siang? Kalau belum bagaimana kalau kita makan dulu di kafetaria? Kamu bilang kamu suka menu masakan di sana, bukan?”“Hm… itu, Dok. Mengenai itu—“Ucapan Anggun mendadak terputus. Sebab tiba-tiba terasa getaran di dalam tas yang dia sandang.“S-Sebentar ya, Dok. Ponsel saya berbunyi,” katanya kemudian.Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. “Ya. Luangkan waktu kamu.”Anggun dengan cepat mengeluarkan ponselnya, sementar William masih dengan setia berdiri di depannya. Adapun mata pria itu tampak seperti sedikit memperhatikannya dengan awas.Awalnya Anggun kira yang menghubunginya adalah Melya lagi. Namun, ternyata sebuah nomor ponsel yang belum pernah tersimpan di kontaknya sama sekali.‘Siapa ya? Apa salah satu pelanggan?’Tanpa cur
Bangunan pencakar langit itu kini ada dalam pandangan Anggun. Bangunan dengan atap dari kaca itu. Bangunan dengan nama Vine Jade Resident itu.Bangunan yang pernah memenjarakannya selama 75 hari.Kalian tahu? Pada awalnya tentu Anggun tak pernah diberi kesempatan oleh Sean untuk mengetahui letak keberadaannya. Sedangkan untuk mengizinkan ke luar, pria itu bahkan tak pernah memberitahukan lokasinya dengan detail agar Anggun tak tahu keberadaan pastinya. Bahkan saat menginjakkan kakinya ke luar tempat itu sebelum pergi ke Bali pun, matanya selalu saja ditutup.Namun, keadaan berubah beberapa hari sebelum dia dibebaskan. Setelah Sean mendadak berubah menjadi lebih baik, bahkan juga mengizinkannya untuk meninggalkan tempat itu.Pertama kali Anggun melihat gedung yang megah itu secara langsung adalah saat pria itu membawa Anggun untuk dikenalkan kepada keluarganya. Di sana dia bahkan tak bisa berkata-kata. Dia tak menyangka kalau tempat yang dia sebut sebagai penjara itu ternyata memang sa
Armand meninggalkannya setelah ia memasuki griya tawang itu. Dalam sejenak, setelah memastikan pria itu pergi, Anggun pun mencoba kembali membuktikan ucapan pria itu padanya. Dia sekali lagi mencoba memasukkan angka yang diberikan Sean itu pada kunci pintu.Terbuka!Senyuman Anggun terkembang. Jadi benar, Sean maupun Armand tak bohong. Kalau mereka tak akan menculik atau menyekapny lagi di sini. Kalau benar dia bisa bebas ke luar masuk tempat ini dengan enam digit angka tersebut.Maka satu beban telah disingkirkan. Anggun meletakkan tas miliknya pada sofa di depan pintu, lalu menyusuri rumah yang tak dihuni oleh siapapun selian dirinya itu. Dilihatnya ruangan demi ruangan yang bahkan baru sekitar semingguan dia tinggalkan, namun sudah terasa seperti bertahun-tahun saja.‘Aku tak seharusnya merasakan hal ini, namun… aku benar-benar merindukannya. Sama halnya dengan perasaan yang tak seharusnya kusimpan terhadap Sean, namun aku tak bisa menahan diriku.Terus berkeliling dan berkeliling,
“Harus bagaimana apanya? Tentu saja aku harus bertanggung jawab. Aku harus menikahimu.”Tanpa ragu Sean mengatakan itu untuk menjawab keresahannya. Dengan ekspresi yang sangat bersungguh-sungguh itu di wajahnya.Anggun kembali menemukan dilema,Di sisi lain ia merasa kalau itu sama sekali tak mungkin melihat sejarah di antara mereka ke belakang. Ia juga merasa itu bukan keputusan yang tepat sama sekali. Namun di sisi lain, bukankah memang itu solusi terbaik dari kejadian seperti ini? Sebab tentu saja ia tak bisa melahirkan dan membesarkan anak ini seorang diri.“Kan memang sudah sering kukatakan, Anggun. Kalau aku… merasa sangat menyesal atas apa yang aku lakukan padamu sebelumnya. Sekarang aku merasakan batunya karena nyatanya aku malah mencintaimu. Selain karena aku ingin menebus rasa bersalahku, aku juga ingin menjaga mata Tiara dekat denganku. Karena itulah yang membuat tubuhmu menjadi sesuatu yang utuh.”“T-Tapi itu tak mungkin, Sean. Itu mustahil.”“Kenapa mustahil? Kita kan sam
Setelah bicara selama beberapa jam, Anggun akhirnya meminta izin untuk pulang. Dia baru ingat kalau dia masih belum membalas chat yang dikirimkan oleh Melya tadi pagi. Lalu temannya itu kini terus berusaha untuk menghubunginya guna menanyakan keberadaannya. Lagipula Sean juga mendapatkan panggilan. Sepertinya dia ada urusan penting yang harus kembali membawanya bekerja.“Aku tak bisa mengantarmu. Namun, anak buahku selalu siaga untukmu. Aku bahkan telah menyuruh mereka meninggalkan nomor ponsel mereka, sehingga kalau misalnya nanti kamu membutuhkan mereka maka mereka pasti akan datang.” Sean berkata begitu sambil menggandengnya ke dekat pintu, “Jaga diri kamu ya? Nomor ponselku tadi telah kamu simpan, bukan? Nomor tersebut selalu aktif kapanpun kamu ingin menghubungiku. Kamu juga bisa gunakan password yang kuberikan tadi untuk dengan leluasa datang ke tempat ini semaumu. Mungkin kamu butuh tempat santai atau melihat Bi Nurul, kamu bisa datang kapanpun itu.”Anggun menganggukkan kepala
Maka Anggun pun menceritakan versi terbaru dari masalahnya dengan Sean pada Melya. Ia bercerita bagaimana suatu hari dia didatangi oleh Sean yang merupakan suami dari wanita yang memberikan bola matanya pada Anggun, lantas mereka menjadi dekat dan jatuh cinta setelah itu. Anggun kemudian menerima ajakan Sean untuk hidupnya di griya tawang pria itu dan juga melakukan kunjungan ke Bali. Di mana dia tak pernah menyebutkan fakta penyekapan sama sekali, melainkan mendeskripsikan seolah mereka suka sama suka untuk melindungi pria itu.Namun, tentu saja Melya tampak masih syok dengan semua ini. Dia bahkan tetap saja merasa skeptis terhadap sosok Sean.“Benarkah begitu? Kamu pasti bohong padaku kan, Anggun? Sebenarnya ceritanya tak begitu, bukan?” tanya Melya yang tampak sudah sangat emosi, namun tetap berusaha untuk menahan dirinya.“A-Aku tidak bohong sama sekali kok, Mel. Memang itu yang terjadi.”“Tapi setahuku kamu bukan tipe yang dengan semudah itu diajak pergi oleh orang yang tak diken
Walaupun Melya masih merasa tak senang dan tak mau menerima kenyataan, namun pada akhirnya ia tidak bisa berbuat banyak. Terutama karena Anggun tampak sudah sangat bersikeras dengan keputusannya tersebut. Begitu juga fakta kalau permasalahan ini harus segera diputuskan mengingat kini Anggun telah berbadan dua.Akan tetapi, Melya tetap bersikukuh pada Anggun untuk membawanya kepada Sean. Ia ingin melihat pria itu secara langsung, karena hal itu akan lebih membantu dalam menentukan keputusan nantinya.Di sisi lain, tentu saja Sean telah mendengar semua hasil pembicaraan mereka. Ia enggan untuk menemui Melya sebenarnya, namun sepertinya ia harus melakukannya demi tujuannya ini tercapai. Lagipula pada akhirnya hal itu tidak akan mempengaruhinya sama sekali. Selama dia bisa meyakinkan Anggun untuk setuju, ia tahu tidak ada yang akan bisa melarangnya.‘Bagaimana menurut kamu? Apa kamu bisa meluangkan waktu?’ Anggun bertanya dengan was-was dengannya di telepon. ‘Sean, kamu mungkin tidak meng
Maka telah diputuskan.Setelah melihat keadaannya berdasarkan reaksi dari Melya hingga keinginan hatinya, serta tentu saja setelah meyakini ketulusan Sean dari setiap kata-katanya, maka Anggun pun akhirnya telah membulatkan hatinya. Dia memutuskan untuk menerima lamaran Sean.Hari inilah Anggun berencana untuk mengungkapkannya.Alih-alih pergi ke toko bunga seperti biasanya, dia akan menemui Sean di apartemennya. Dia saat ini telah tampak cantik dengan gaun berjenis A-Line selutut berwarna merah, dengan rambut yang ditata bergelombang dengan jepitan bunga berwarna senada di rambutnya. Membuatnya tampak segar dan cerah dipandang mata.“Hm… aku tak menyangka akan datang hari ini pada akhirnya, Anggun. Aku membantumu berdandan untuk menghadiri kencanmu. Bahkan lebih dari itu… kamu bermaksud untuk menerima lamaran dari seorang pria yang serius ingin menikahimu.”Melya bergumam begitu sambil menopang wajahnya di atas meja. Terus diperhatikannya Anggun yang tampak asyik berputar dan memuji