“Anggun!”“Melya!”Kedua teman sebaya itu tampak sangat bahagia saat menyerukan nama satu sama lain. Mengabaikan hal-hal lain di sekitar mereka, keduanya saling menghampiri satu sama lain. Sebelum akhirnya saling mendekap dengan erat.“Anggun, kamu ke mana saja? Bagaimana kamu bisa hilang tiba-tiba dan tanpa kabar seperti itu. Aku pikir aku nggak akan bisa melihat kamu lagi tahu nggak?”Anggun tampak sangat terharu mendengar ucapan Melya itu. Sejenak di dalam dirinya juga ada perasaan bersalah. Sebab walaupun hilangnya dia awalnya adalah sesuatu yang berada di luar kemauannya, namun kini dia kembali dengan cara pikir yang berbeda. Dia merasa bersalah karena tak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada sahabatnya itu.“Aku juga sangat merindukanmu, Mel. Maaf ya karena aku menghilang begitu saja dan tak pernah bilang-bilang. Tapi kamu seharusnya nggak perlu khawatir karena aku baik-baik saja dan yang pasti akan kembali lagi.”Pelukan mereka akhirnya terlepas. Saat menatap wajah masing-mas
Anggun memandang dengan sedikit haru kamar tidurnya. Pandangan yang sebenarnya sama sejak mobil yang dikendarai Leo akhirnya berhenti di kediamannya beberapa menit yang lalu. Perasaan senang melingkupi hatinya karena akhirnya bisa melihat kembali tempat yang menjadi huniannya selama ini.‘Selama masa penculikan itu, aku sering berpikir kalau mungkin aku tak akan pernah kembali lagi ke sini. Kalau aku mungkin akan terkurung di sana selamanya atau bahkan dibunuh.’Mata Anggun lantas beralih pada sebuah pigura berukuran kecil yang terletak di atas meja. Diraihnya benda itu, lalu pandangannya kini menjadi lebih terharu lagi.“Ibuk, Bapak, maaf ya karena ninggalin rumah kita begitu saja dalam waktu yang lama. Maaf juga karena udah bikin kalian khawatir. Namun, segalanya sudah baik-baik saja sekarang. Masalah itu telah diselesaikan. Jadi kalian bisa beristirahat dengan tenang di atas sana.”Air mata Anggun menetes hingga membasahi hamparan kaca di pigura. Namun, dia dengan cepat menyeka pip
“Hati-hati di jalan ya, Dok. Terima kasih atas kunjungannya,” kata Melya sambil melambaikan tangan padanya. Di samping gadis itu Anggun juga tersenyum sambil melakukan hal yang sama.“Ya. Kalian masuklah, karena hari sudah mulai gelap. Selamat beristirahat ya. Terutama untuk kamu, Anggun.”“Terima kasih, Dok. Dokter William juga. Selamat beristirahat ya, Dok.”Maka sesi basa-basi sebelum berpisah itu pun berakhir setelah William memasuki mobilnya. Sempat ia mengucapkan salam terakhir dengan satu bunyi klakson, sebelum kemudian mulai bergerak jalan meninggalkan tempat itu. Saat mobilnya menjauh, sempat dia mengintip ke belakang dengan spion luar dan dilihatnya dua gadis itu telah memasuki unit kontrakan tadi.Pria itu tampak menghela napas berat. Ia terus berfokus menyetir ke luar dari gang sempit tersebut, namun pikirannya kini menjelajah ke mana-mana.‘Anggun bersikeras bilang kalau kepergiannya hanyalah untuk liburan saja. Sama sekali tak ada kesan penculikan, apalagi membawa-bawa S
“Jadi ini orangnya, Cla. Bagaimana menurut kamu?”Clara tak lantas menyahuti pernyataan dari Miranda itu. Matanya kini berfokus pada ponsel dari orang tua wanita dari Sean itu. Di mana dia menunjukkan sebuah foto Anggun yang diam-diam diambilnya kala kunjungan gadis itu ke kediaman Agrawarsena beberapa hari yang lalu.Ya, tentu saja Clara sudah mendengarnya. Karena walau bisa dikatakan kalau Sean nyaris memutus niatnya untuk mendekati keluarga pria itu demi dapat bersama dengannya, namun gadis itu tak lantas menyerah. Seperti sekarang bagaimana justru dia penasaran dengan sosok wanita yang disebut-sebut oleh Sean itu. Clara percaya kalau semua itu hanya kebohongan dan omong kosong yang sengaja Sean ciptakan untuk menghindari dirinya.“Dia memang masih terlihat muda. Berapa umurnya tadi, Tante?” tanya Clara masih fokus pada gambar itu.“24 tahun. Memang masih cukup muda, namun sebenarnya itu usia yang baik. Jarak enam tahun dengan Sean Tante rasa bukanlah masalah besar.”Clara masih me
Padahal pagi ini Anggun berniat untuk mengurus keperluan untuk membuka toko bunganya kembali. Namun, hal yang aneh menjangkiti tubuhnya saat terbanagun pagi ini. Dia merasa lemas dan tak bertenaga. Lantas kemudian perasaan mual terasa sehingga membuatnya segera lari ke kamar mandi untuk memuntahkan saliva.Gadis itu mengeluh pelan sambil memegangi kepalanya. Mencoba untuk menahan tubuhnya agar tidak tumbang dengan berpegangan pada dinding-dinding di sampingnya.Namun, menurut Anggun itu semua masih bisa ditahan. Itu sebabnya setelah beberapa jam kemudian, saat dia merasa keadaan sudah baik, dia pun segera kembali melanjutkan rutinitasnya yang baru dimulai kembali setelah kejadian buruk yang menimpanya dua bulan ke belakang.[Melya: Apa kamu bisa mengurus semua itu sendiri. Aku lumayan sibuk hari ini, sehingga tidak bisa membantumu. Maaf ya, Nggun.]Anggun tersenyum saat menerima pesan itu dari sahabatnya ketika baru saja membuka pintu toko. Dengan cepat dia pun segera mengirimkan bala
Berusaha menghilangkan rasa tak nyaman di perut hingga kerongkongannya, Anggun pun berusaha untuk memuntahkan hal yang mengganjal itu. Walau lagi-lagi yang menampakkan diri tak sebesar siksaannya. Alih-alih sisa makanan yang ia telan pagi ini ataupun teh favoritnya, yang muncul hanyalah beberapa muntahan saliva saja.Namun walau begitu rasanya terus tidak nyaman. Seluruh Anggun terasa aneh sekarang. Kepalanya terasa pusing sedangkan tubuhnya ringan serasa akan tumbang dengan mudah.‘Tapi… di luar masih ada pelanggan. Aku tadi belum sempat mengirimnya pergi sebelum lari ke kamar mandi. Dia pasti merasa tak nyaman.’Menguatkan dirinya, Anggun pun segera menegakkan tubuhnya lagi. Lantas secara perlahan ia bergerak ke luar kamar mandi. Berniat untuk kembali ke depan di mana tadi dia meninggalkan Clara. Namun, dia cukup kaget ternyata perempuan itu sudah lebih masuk ke dalam toko. Mereka bertemu di ambang pintu.“A-Astaga, Anda pasti tidak nyaman ya?” Anggun mendekatinya tanpa rasa curiga.
Anggun sebenarnya masih belum percaya sepenuhnya pada Clara. Dia bahkan masih menyimpan ketidaksukaan dan bahkan rasa nyaman atas cara wanita itu muncul di hidupnya.Namun, apa yang Clara ucapkan memang ada benarnya juga. Dalam keadaannya sekarang tak mudah rasanya langsung menemui dokter untuk memeriksa kehamilan – ketika dia sendiri masih belum siap untuk menerima kabar yang mungkin datang. Selain itu dia juga takut melakukan hal yang sama sekali tak pernah dia alami sebelumnya itu.Sehingga oleh sebab itulah… sepertinya dia akan menerima tawaran dari Clara itu. Karena perempuan itu tampak yakin kalau ada metode lain – yang katanya juga instan – untuk memastikan apa seorang wanita tengah mengandung atau tidak. Sesuatu yang juga bisa dilakukan secara rahasia-rahasia.Clara pamit pergi sebentar dan katanya akan segera kembali. Benar saja, wanita itu kembali memarkirkan mobilnya di depan toko bunga Anggun itu kurang dari sepuluh menit kemudian. Sebuah bungkus plastik putih terlihat di
Clara terus mondar-mandir dengan gelisah di depan kamar mandi toko bunga tersebut. Secara tak sabar dia menunggu kabar dari Anggun yang telah memasuki tempat itu sekitar sepuluh menit lamanya. Membuatnya was-was dengan hasil pemeriksaan instan yang telah disarankan.“Kenapa sih dia lama sekali?”Untuk kesekian kali ia menggedor-gedor pintu dengan cat biru pastel itu. Terus didesaknya Anggun untuk segera ke luar dan menunjukkan padanya karena harusnya prosesnya tak selama ini. Harusnya Anggun sudah ke luar lagi guna menunjukkan hasil yang didapatkan.Hingga akhirnya, hal yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sosok Anggun akhirnya menampakkan diri dari dalam sana.“Kamu sudah selesai? Hasilnya sudah tampak, bukan? Sini. Perlihatkan padaku karena aku sangat penasaran,” desaknya tak sabaran.“Ada dua garis, Mbak? Apa artinya?” tanya sang gadis bingung.“Apa?”Tanpa menunggu lebih lama lagi, Clara langsung mengambil alih benda yang masih di dalam pegangan Anggun itu. Matanya melotot lagi memandan