Anggun tak mau melakukan perintah Sean itu sebebarnya. Dia takut kalau lagi-lagi itu adalah jebakan yang berbahaya. Di mana mungkin Sean akan semakin mudah untuk menjajahnya, sehingga dia semakin kesulitan untuk melepaskan diri.Tapi memangnya dia bisa memilih?Pertanyaan itulah yang akhirnya selalu menghentikannya untuk mengikuti kata hatinya. Anggun sadar kalau dia tak bisa membangkang, sebab ganjarannya yang akan lebih berbahaya mungkin akan langsung menantinya.Itu sebabnya Anggun akhirnya memutuskan untuk mengambil parsel itu, lalu dia bawa ke dalam kamar. Walaupun setibanya di dalam dia kembali bingung tentang apa yang akan dia lakukan, sehingga hanya memandangi benda itu saja selama beberapa belas menit. Seakan berharap agar benda itu bicara padanya lalu menyelamatkannya dari kebingungan ini.‘Aku tak akan pernah tahu kalau tidak memeriksanya. Lagipula pria menakutkan itu benar, kalau sebenarnya aku penasaran dengan botol-botol minuman ini. Sebaaiknya aku memeriksanya saja untu
“Sial, aku tetap tak bisa berkonsentrasi.”Sean mengerang untuk yang kesekian kalinya. Sejenak mengabaikan laptop di depannya yang tengat memuat sebuah proposal pengajuan yang harus dia pelajari sebelum tandatangani.Namun, malam ini ternyata dia tak bisa dengan mudah berkonsentrasi seperti biasanya. Sebab dia masih saja terganggu dengan hal-hal yang berhubungan dengan Clara; mulai dari pertemuan tak sengaja mereka tadi, parsel, hingga fakta kalau perempuan itu telah menyewa salah satu unit di gedung ini untuk lebih dekat dengannya. Untuk kembali mengusik ketenangan hidup Sean.Karena kehadiran Clara selalu memicu kenangan buruk lagi atas kepergian Tiara. Clara membuatnya mengingat lagi kebodohan terbesar di hidupnya, serta penyesalan yang tak akan pernah ada ujungnya.‘Kenapa bisa dengan bodohnya aku melakukan hal itu?’Sean tak akan pernah berhenti mempertanyakan hal itu kepada dirinya sendiri setiap melihat Clara. Bersama dengan kenangan antara mereka sekitar setahun yang lalu.Sea
Sebagai seseorang yang punya pola pikir yang rasional, Sean sama sekali tak percaya dengan yang namanya kebetulan. Ia merasa semua yang terjadi di dunia ini pasti memiliki penjelasan yang bersifat ilmiah daripada berpatokan pada hal-hal takhayul atau mitos.Namun, sepertinya keyakinannya itu harus goyah pada saat itu. Ketika sosok Clara yang selama ini tak pernah punya kabar dan berkemungkinan tidak akan pernah pulang, tiba-tiba malah menampakkan diri lagi di depannya. Selang sembilan bulan setelah pernikahannya dengan Tiara.Saat itu sempat Sean bingung juga, sebab ia ingat betul kalau ialah yang menjanjikan pada Clara beberapa tahun yang lalu kalau ia akan menunggu untuknya. Kalau begitu perempuan itu kembali nanti, maka Sean akan menikahinya. Ia terlalu takabur dan percaya pada egonya di saat itu, sehingga ia melupakan kalau segala hal bisa saja terjadi. Kalau jalan hidup manusia sepenuhnya ada di tangan sang pencipta terlepas dari seberapa rapi pun rencana yang telah mereka susun.
Tok … tok … tok.Lamunan Sean buyar saat mendengar suara ketukan pintu. Hal itu membuatnya langsung tersadar, lalu segera melirik asal suara. Di mana pintu di depannya terus seperti digebrak dengan kuat dari luar, disertai dengan suara-suara teriakan Anggun.“Hey, suami sang pendonor! Keluar kamu! Hadapi aku dan bicara padaku. Kamu tak bisa terus seenaknya memerintahku seperti ini, ketika kamu tak punya hak sama sekali!”Sean menyempatkan diri untuk melirik jam yang menempel di dinding saat itu. Hanya beberapa menit saja menuju jam sembilan, yang mana artinya belum cukup sekitar satu jam sejak mereka berpisah di depan pintu kamar tadi. Saat terakhir dia meninggalkan Anggun dengan parsel pemberian Clara yang berisikan dua botol wine jenis Sauvignon blanc itu.“Apa dia sudah mabuk saja? Cepat sekali.” Sean bergumam sambil mengernyitkan dahinya.“Keluar kubilang!” Anggun berteriak lagi sambil terus mendobrak pintu. “Hadapi aku! Jangan hanya main perintah dan menekanku seenaknya!”Sean ma
Bahkan walau dirinya tengah dalam keadaan setengah sadar karena pengaruh minuman keras itu, namun nyatanya Anggun tetap bisa dikontrol oleh Sean dengan mudah. Perempuan itu memang terlalu polos sehingga mudahnya untuk dimanipulasi. Terlebih karena memang Sean memiliki aura dan karisma yang begitu tajam dan mengintimidasi.Itulah yang terjadi saat ini. Begitu dia mendengar Sean memintanya untuk mengembalikan mata dan kehidupan Tiara, Anggun jadi sulit berkata-kata lagi. Apalagi dengan posisi di mana pria itu tepat berada di depannya. Menaunginya bak sebuah menara serta menatapnya dengan sangat tajam seperti itu.“I-Itu bukan kesalahanku.” Anggun tetap berusaha memberanikan dirinya untuk menyahut. “S-Sudah kukatakan kalau aku tak pernah meminta istrimu untuk melakukan semua itu untukku. S-Sehingga … sehingga tak seharusnya kamu berkata begini kepadaku.”“Sudah kubilang kalau itu tak penting bagiku. Kenyataannya kan memang benar istriku telah menyerahkan mata serta hidupnya padamu. Dia m
Setelah menghempaskan tubuh Anggun ke atas tempat tidur itu, Sean terlihat malah berjalan lagi ke luar dari kamar. Di saat bersamaan Anggun tampak langsung terduduk lagi, dengan waspada dan jaga-jaga meneka apakah pria itu hanya menggertaknya saja dan kini meninggalkannya sendirian di kamar ini. Benarkah Sean telah pergi lagi? Namun, tak lama kemudian dia mendengar suara langkah pria itu lagi yang kembali mengarah menuju kamar ini. Berhasil membuat adrenalin perempuan itu kembali meningkat, lalu memasang sikap waspada akan apa yang mungkin terjadi setelahnya. Sean muncul lagi di ambang pintu dengan menenteng botol Sauvignon blanc yang tadi sempat ia tinggalkan di atas rak pajangan di luar sana. Ia menutup pintu itu dengan rapat, lalu mendekati Anggun lagi yang masih terduduk dengan sikap siaga di atas tempat tidur. “Bukankah tadi kubilang untuk menghabiskan ini? Lihat, masih sisa segitu banyak. Apa kamu tak tahu betapa mahalnya ini?” Sean sempat menyodorkan botol yang memang masih
Anggun biasanya selalu memberikan reaksi yang sama setiap kali Sean mengatakan kalimat berbahasa inggris padanya. Dia tampak mengeluarkan ekspresi bingung seraya sedikit mengernyitkan dahinya. Menampak reaksi yang menurut Sean terlihat sangat polos tanpa dibuat-buat. Namun, kali ini bahkan Anggun tak memberikan reaksi sama sekali atas ucapannya itu. Mata perempuan itu malah terus berfokus pada tubuh kekar Sean yang terekspos di depannya. Dia tampak menatapnya dengan penuh penasaran, tapi juga tampak ada nafsu di sana. Hal yang mungkin tak akan pernah dia tunjukkan kalau sistem kesadaran dan akal sehatnya tak diambil alih oleh setiap tetes Sauvignon blanc yang dicecokkan oleh Sean tadi. “Kamu bisa menyentuhnya kalau kamu mau.” “H-Huh?” Dengan ekspresi kosong dan bingung perempuan itu menatapnya lagi. Namun, Sean tampak tak ingin membuang lebih banyak waktu lagi. Ia pun meraih salah satu pergelangan tangan perempuan itu, lalu mengarahkan ke tubuhnya. Membuat tangan mungil perempuan i
Sean menutup kembali tablet PC miliknya itu setelah memantau apa yang tengah dilakukan oleh Anggun. Sama seperti biasanya, wajah pria itu datar-datar saja saat menyaksikan perempuan itu menangis menyedihkan lagi begitu terbangun pagi ini. Sama sekali tak ada rasa iba yang tergambar di wajahnya itu, walau ia sangat sadar kalau ialah penyebab kesedihan sang perempuan. Suara ketukan pintu terdengar tak lama setelahnya. Sosok Armand tampak memasuki ruangan itu untuk menghadap. “Permisi, Tuan. Ini saya ingin menyerahkan apa yang Anda minta tadi pagi.” “Letakkan saja di sana.” “Baik, Tuan.” Sang asisten pribadi meletakkan dokumen dengan map hijau itu di atas meja Sean. Namun, ia tampak tak langsung pergi. Ia masih berdiri di sana sambil memandang sang atasan. “Oh ya, Tuan. Terkait dengan data yang Anda minta kemarin soal unit yang disewa oleh Bu Clara, saya mau memberi tahu kalau baru saja beliau menghubungi untuk mengabarkan rencana kepindahannya ke sini. Katanya mungkin akhir pekan i