Terima kasih telah membaca.
Sean menutup kembali tablet PC miliknya itu setelah memantau apa yang tengah dilakukan oleh Anggun. Sama seperti biasanya, wajah pria itu datar-datar saja saat menyaksikan perempuan itu menangis menyedihkan lagi begitu terbangun pagi ini. Sama sekali tak ada rasa iba yang tergambar di wajahnya itu, walau ia sangat sadar kalau ialah penyebab kesedihan sang perempuan. Suara ketukan pintu terdengar tak lama setelahnya. Sosok Armand tampak memasuki ruangan itu untuk menghadap. “Permisi, Tuan. Ini saya ingin menyerahkan apa yang Anda minta tadi pagi.” “Letakkan saja di sana.” “Baik, Tuan.” Sang asisten pribadi meletakkan dokumen dengan map hijau itu di atas meja Sean. Namun, ia tampak tak langsung pergi. Ia masih berdiri di sana sambil memandang sang atasan. “Oh ya, Tuan. Terkait dengan data yang Anda minta kemarin soal unit yang disewa oleh Bu Clara, saya mau memberi tahu kalau baru saja beliau menghubungi untuk mengabarkan rencana kepindahannya ke sini. Katanya mungkin akhir pekan i
Seperti biasanya, Sean selalu kembali ke kediamannya sekitar jam enam sore. Dia melepas Bi Nurul yang pamit pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya hari ini lalu segera mengunci pintu lagi dengan serapat-rapatnya. Di depan pintu kamar Anggun, pria itu menghentikan langkahnya. Diliriknya daun pintu yang tertutup rapat itu selama beberapa saat. Sean ingat bagaimana seharian ini Anggun hampir menghabiskan seluruh waktunya di dalam kamarnya saja. Gadis itu hanya sempat sarapan di sekitaran jam sepuluh pagi, lalu kemudian mengurung dirinya lagi di kamar itu. Berdasarkan CCTV yang terpasang di dalam sana perempuan itu tak melakukan apapun selain duduk di tempat tidurnya. Sesekali bahkan menangis diam-diam. ‘Sepertinya malam ini dia akan kembali melakukan perlawanan. Jadi sepertinya aku harus siap-siap.’ Omong-omong Sean kemarin telah mengatakan pada Anggun untuk selalu menemuinya di ruang makan tepat di jam tujuh malam tanpa harus selalu diperintahkan. Anggun tampak mengangguk dengan t
Namun, lagi-lagi Sean mengeluarkan reaksi yang sama mendengar luapan emosi perempuan itu. Ekspresinya hanya datar-datar saja. Sedangkan rasa simpati atau kasihan, ia selalu tak peduli. “Siapa aku? Bukankah sudah kuberi tahu sejak awal kamu tiba di rumah ini? Aku adalah suami dari orang yang mendonorkan matanya untukmu.” “Tapi—“ “Aku tak peduli ini dilarang hukum atau sebagainya. Aku juga tak peduli kamu merasa ini tak adil sekalipun. Namun yang jelas, aku ingin agar bagian tubuh terakhir Tiara selalu ada di sekitarku sehingga aku masih bisa merasakan kehadirannya setiap harinya.” Anggun kembali dibuat kehabisan kata-kata oleh semua itu. “Jadi turuti saja keinginanku daripada kamu terus membuang waktu begini. Kasihaan juga orang-orang di sekitarmu itu yang tak bersalah sama sekali, namun ikut diseret dalam semua ini. Karena aku tak main-main. Aku benar-benar bisa membuat hidup mereka hancur dalam sekejap mata dari sini dan detik ini juga.” Anggun masih tak menyahut. Diaa hanya bis
Adalah hal yang janggal bagi Anggun saat menemukan sosok Sean di sampingnya ketika terbangun pagi ini. Sebab selama tiga minggu ini, setelah mereka menghabiskan malam, pria itu selalu bangun lebih awal dan meninggalkannya sendirian di kamar itu. Bahkan saat di akhir pekan sekalipun yang menurut keterangan orang-orang seharusnya adalah saat semua orang hanya bersantai di rumah saja. Namun, ada apa dengan hari ini ya? Anggun jadi bertanya-tanya. Kenapa pria ini masih berada di sisinya seperti ini?. Bahkan dalam keadaan tidur yang begitu nyanyak? Dan ya… jika sepertinya kamu sudah bisa menebak, kalau semalam gadis malang itu kembali harus melayani gairah Sean. Masih seperti di awal-awal dulu, tentu saja Anggun melakukannya dengan terpaksa. Namun, setelah semua tekanan dan ancaman yang diterimanya di tiga hari pertama di tempat ini, pada akhirnya Anggun benar-benar hanya pasrah saja. Dia memutuskan untuk berhenti bersikeras atau bahkan membangkang. Karena hal itu terlalu berisiko. Hal
“Ini. Segera minum.”Anggun memandang tanpa kata sebuah pil familier yang diulurkan oleh Sean kepadanya. Hal itu membuatnya kembali tertegun menyadari kalau tujuh hari kembali berlalu, sebab pil itu selalu diberikan kepadanya di hari yang sama. Walaupun biasanya alih-alih di waktu sarapan pagi begini, Sean biasanya akan menyodorkannya saat makan malam.Omong-omong sepertinya pria itu memang sedang bebas tugas seharian ini. Awalnya tadi waktu melihat sosok Sean masih tertidur di sisinya pagi ini, Anggun berpikiran kalau dirinya hanya tengah kesiangan bangun dari biasanya. Namun, nyatanya hingga hari kian menjelang ini pun pria itu masih tetap bersantai-santai saja di rumah. Sehingga untuk pertama kalinya setelah tiga minggu, mereka dapat sarapan bersama seperti ini. Sebab biasanya hanya pas makan malam saja pria itu bersamanya di ruang makan ini.Lalu masih seperti sebelum-sebelumnya, Anggun pun melakukan perintahnya itu. Tanpa kata sama sekali dia mengambil pil tadi dan langsung menel
Clara baru saja mengemudikan mobilnya memasuki pekarangan dari gedung apartemen mewah bernama Vine Jade Resident itu. Namun, seketika niatnya itu terhenti begitu melihat sebuah SUV mewah keluar dari jalur parkiran bawah tanah. Dia langsung mengenali sosok Sean yang duduk di belakang kemudi.“Dia mau ke mana? Kenapa buru-buru sekali?”Tanpa pikir panjang wanita itu pun segera menyusul pria itu sebelum hilang jejak di antara ratusan kendaraan yang lain. Dia pun memutuskan untuk membuntutinya secara diam-diam.Tak menunggu waktu lama, kurang dari lima menit kemudian, mobil Sean tampak memasuki pekarangan dari rumah sakit nomor satu di kota ini. Clara pun turun cepat-cepat untuk menyusul Sean yang tampak terburu-buru masuk ke dalam.“Dia mau bertemu siapa? Siapa yang lagi sakit?”***Hati Sean merasa tak nyaman sebenarnya. Selain karena malas untuk bertemu dengan kakeknya yang pengatur itu, tentu saja rumah sakit ini punya sejarah kelam di hidupnya. Karena ini mengingatkannya pada kejadia
‘Siapa yang ditemui oleh Sean di dalam sana ya? Apa yang mereka bicarakan?’Clara bergumam penasaran sambil masih mengintip ke arah pintu ruangan inap VVIP No.3 itu. Tempat di mana tadi dia terakhir kali melihat punggung Sean sebelum pria itu memasukinya.Namun, wanita itu sedikit tersentak beberapa menit setelahnya. Saat dia melihat sosok Sean keluar lagi dari sana kurang dari sepuluh menit sejak dia memasukinya. Dengan panik Clara semakin bersembunyi di balik tiang itu dari Sean yang kembali berjalan menuju arah lift. Sepertinya ia berniat untuk segera meninggalkan tempat itu lagi.‘Tapi kenapa ekspresi wajahnya terlihat marah begitu ya? Tch, aku jadi semakin penasaran saja. Siapa sih yang tengah diajaknya bertemu?’Clara memastikan lift tadi meninggalkan lantai ini. Lantas, dia pun segera keluar dari persembunyiannya dan berjalan mendekati pintu yang tadi dimasuki Sean. Diam-diam mengintip melalui kaca jendela yang berada di daun pintu.‘Sepertinya itu adalah anggota keluarganya. L
Seperti yang dikatakannya tadi, awalnya Anggun sama sekali tak menyangka kalau Sean akan keluar rumah di hari ini. Karena merupakan hal yang tak biasa melihat pria itu masih berada di sisinya saat terbangun tadi pagi ditambah mereka sarapan bersama untuk pertama kalinya, sehingga Luna berpikiran kalau suami sang pendonor memiliki rencana-rencana gila lagi terhadap dirinya. Apalagi karena dia juga langsung mengirim Bi Nurul pulang seperti tadi.Namun kemudian, Anggun mendengar suara langkah pria itu menuju pintu keluar. Lalu tak lama setelahnya, suara pintu yang terbuka dan tertutup pun menyusul.‘Bisa jadi dia akan kembali lagi. Jadi aku jangan lega dulu.’Anggun menahan dirinya keluar dulu untuk meyakinkan diri. Namun setelah sekitar sepuluh menit berlalu, barulah gadis itu bangkit dari tempat duduknya untuk mengintip ke luar. Memastikan kalau orang yang menawannya benar-benar sudah tak di sana.Anggun sedikit berlari menuju pintu utama rumah, lalu memeriksa kamera yang berada di in