“Dari mana kamu mengetahui hal itu?”Walau masih memasang wajah datar minim ekspresi, namun Sean langsung merasa puas saat melihat reaksi dari Anggun itu. Saat dia menanyakan kembali hal yang Sean makudkan, sambil berusaha melindungi dirinya dengan menyilangkan tangan di dada. Seolah-olah Sean memiliki mata dengan kemampuan dapat melihat benda tembus pandang.Sebab alasan ia menanyakan hal ini adalah untuk mengetes Anggun guna mengetahui apakah sang gadis sadar kalau semua gerak-geriknya di rumah ini selalu dipantau. Apakah dia tahu kalau ada begitu banyak kamera yang terpasang di berbagai titik di rumah ini – termasuk kamar tidur dan bahkan toilet?Dan melihat reaksinya Anggun sepertinya memang tidak sadar sama sekali.Tentu saja Sean juga sudah berfirasat mengingat gadis ini baru setahun ini saja melek dengan dunia luar. Dia mungkin belum terlalu tahu apa itu CCTV dan kegunaannya, walaupun sebenarnya sejak beberapa bulan ke belakang dia mulai aktif berbaur bahkan membuka kembali to
Anggun tak mau melakukan perintah Sean itu sebebarnya. Dia takut kalau lagi-lagi itu adalah jebakan yang berbahaya. Di mana mungkin Sean akan semakin mudah untuk menjajahnya, sehingga dia semakin kesulitan untuk melepaskan diri.Tapi memangnya dia bisa memilih?Pertanyaan itulah yang akhirnya selalu menghentikannya untuk mengikuti kata hatinya. Anggun sadar kalau dia tak bisa membangkang, sebab ganjarannya yang akan lebih berbahaya mungkin akan langsung menantinya.Itu sebabnya Anggun akhirnya memutuskan untuk mengambil parsel itu, lalu dia bawa ke dalam kamar. Walaupun setibanya di dalam dia kembali bingung tentang apa yang akan dia lakukan, sehingga hanya memandangi benda itu saja selama beberapa belas menit. Seakan berharap agar benda itu bicara padanya lalu menyelamatkannya dari kebingungan ini.‘Aku tak akan pernah tahu kalau tidak memeriksanya. Lagipula pria menakutkan itu benar, kalau sebenarnya aku penasaran dengan botol-botol minuman ini. Sebaaiknya aku memeriksanya saja untu
“Sial, aku tetap tak bisa berkonsentrasi.”Sean mengerang untuk yang kesekian kalinya. Sejenak mengabaikan laptop di depannya yang tengat memuat sebuah proposal pengajuan yang harus dia pelajari sebelum tandatangani.Namun, malam ini ternyata dia tak bisa dengan mudah berkonsentrasi seperti biasanya. Sebab dia masih saja terganggu dengan hal-hal yang berhubungan dengan Clara; mulai dari pertemuan tak sengaja mereka tadi, parsel, hingga fakta kalau perempuan itu telah menyewa salah satu unit di gedung ini untuk lebih dekat dengannya. Untuk kembali mengusik ketenangan hidup Sean.Karena kehadiran Clara selalu memicu kenangan buruk lagi atas kepergian Tiara. Clara membuatnya mengingat lagi kebodohan terbesar di hidupnya, serta penyesalan yang tak akan pernah ada ujungnya.‘Kenapa bisa dengan bodohnya aku melakukan hal itu?’Sean tak akan pernah berhenti mempertanyakan hal itu kepada dirinya sendiri setiap melihat Clara. Bersama dengan kenangan antara mereka sekitar setahun yang lalu.Sea
Sebagai seseorang yang punya pola pikir yang rasional, Sean sama sekali tak percaya dengan yang namanya kebetulan. Ia merasa semua yang terjadi di dunia ini pasti memiliki penjelasan yang bersifat ilmiah daripada berpatokan pada hal-hal takhayul atau mitos.Namun, sepertinya keyakinannya itu harus goyah pada saat itu. Ketika sosok Clara yang selama ini tak pernah punya kabar dan berkemungkinan tidak akan pernah pulang, tiba-tiba malah menampakkan diri lagi di depannya. Selang sembilan bulan setelah pernikahannya dengan Tiara.Saat itu sempat Sean bingung juga, sebab ia ingat betul kalau ialah yang menjanjikan pada Clara beberapa tahun yang lalu kalau ia akan menunggu untuknya. Kalau begitu perempuan itu kembali nanti, maka Sean akan menikahinya. Ia terlalu takabur dan percaya pada egonya di saat itu, sehingga ia melupakan kalau segala hal bisa saja terjadi. Kalau jalan hidup manusia sepenuhnya ada di tangan sang pencipta terlepas dari seberapa rapi pun rencana yang telah mereka susun.
Tok … tok … tok.Lamunan Sean buyar saat mendengar suara ketukan pintu. Hal itu membuatnya langsung tersadar, lalu segera melirik asal suara. Di mana pintu di depannya terus seperti digebrak dengan kuat dari luar, disertai dengan suara-suara teriakan Anggun.“Hey, suami sang pendonor! Keluar kamu! Hadapi aku dan bicara padaku. Kamu tak bisa terus seenaknya memerintahku seperti ini, ketika kamu tak punya hak sama sekali!”Sean menyempatkan diri untuk melirik jam yang menempel di dinding saat itu. Hanya beberapa menit saja menuju jam sembilan, yang mana artinya belum cukup sekitar satu jam sejak mereka berpisah di depan pintu kamar tadi. Saat terakhir dia meninggalkan Anggun dengan parsel pemberian Clara yang berisikan dua botol wine jenis Sauvignon blanc itu.“Apa dia sudah mabuk saja? Cepat sekali.” Sean bergumam sambil mengernyitkan dahinya.“Keluar kubilang!” Anggun berteriak lagi sambil terus mendobrak pintu. “Hadapi aku! Jangan hanya main perintah dan menekanku seenaknya!”Sean ma
Bahkan walau dirinya tengah dalam keadaan setengah sadar karena pengaruh minuman keras itu, namun nyatanya Anggun tetap bisa dikontrol oleh Sean dengan mudah. Perempuan itu memang terlalu polos sehingga mudahnya untuk dimanipulasi. Terlebih karena memang Sean memiliki aura dan karisma yang begitu tajam dan mengintimidasi.Itulah yang terjadi saat ini. Begitu dia mendengar Sean memintanya untuk mengembalikan mata dan kehidupan Tiara, Anggun jadi sulit berkata-kata lagi. Apalagi dengan posisi di mana pria itu tepat berada di depannya. Menaunginya bak sebuah menara serta menatapnya dengan sangat tajam seperti itu.“I-Itu bukan kesalahanku.” Anggun tetap berusaha memberanikan dirinya untuk menyahut. “S-Sudah kukatakan kalau aku tak pernah meminta istrimu untuk melakukan semua itu untukku. S-Sehingga … sehingga tak seharusnya kamu berkata begini kepadaku.”“Sudah kubilang kalau itu tak penting bagiku. Kenyataannya kan memang benar istriku telah menyerahkan mata serta hidupnya padamu. Dia m
Setelah menghempaskan tubuh Anggun ke atas tempat tidur itu, Sean terlihat malah berjalan lagi ke luar dari kamar. Di saat bersamaan Anggun tampak langsung terduduk lagi, dengan waspada dan jaga-jaga meneka apakah pria itu hanya menggertaknya saja dan kini meninggalkannya sendirian di kamar ini. Benarkah Sean telah pergi lagi? Namun, tak lama kemudian dia mendengar suara langkah pria itu lagi yang kembali mengarah menuju kamar ini. Berhasil membuat adrenalin perempuan itu kembali meningkat, lalu memasang sikap waspada akan apa yang mungkin terjadi setelahnya. Sean muncul lagi di ambang pintu dengan menenteng botol Sauvignon blanc yang tadi sempat ia tinggalkan di atas rak pajangan di luar sana. Ia menutup pintu itu dengan rapat, lalu mendekati Anggun lagi yang masih terduduk dengan sikap siaga di atas tempat tidur. “Bukankah tadi kubilang untuk menghabiskan ini? Lihat, masih sisa segitu banyak. Apa kamu tak tahu betapa mahalnya ini?” Sean sempat menyodorkan botol yang memang masih
Anggun biasanya selalu memberikan reaksi yang sama setiap kali Sean mengatakan kalimat berbahasa inggris padanya. Dia tampak mengeluarkan ekspresi bingung seraya sedikit mengernyitkan dahinya. Menampak reaksi yang menurut Sean terlihat sangat polos tanpa dibuat-buat. Namun, kali ini bahkan Anggun tak memberikan reaksi sama sekali atas ucapannya itu. Mata perempuan itu malah terus berfokus pada tubuh kekar Sean yang terekspos di depannya. Dia tampak menatapnya dengan penuh penasaran, tapi juga tampak ada nafsu di sana. Hal yang mungkin tak akan pernah dia tunjukkan kalau sistem kesadaran dan akal sehatnya tak diambil alih oleh setiap tetes Sauvignon blanc yang dicecokkan oleh Sean tadi. “Kamu bisa menyentuhnya kalau kamu mau.” “H-Huh?” Dengan ekspresi kosong dan bingung perempuan itu menatapnya lagi. Namun, Sean tampak tak ingin membuang lebih banyak waktu lagi. Ia pun meraih salah satu pergelangan tangan perempuan itu, lalu mengarahkan ke tubuhnya. Membuat tangan mungil perempuan i
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,