Tok … tok … tok.Lamunan Sean buyar saat mendengar suara ketukan pintu. Hal itu membuatnya langsung tersadar, lalu segera melirik asal suara. Di mana pintu di depannya terus seperti digebrak dengan kuat dari luar, disertai dengan suara-suara teriakan Anggun.“Hey, suami sang pendonor! Keluar kamu! Hadapi aku dan bicara padaku. Kamu tak bisa terus seenaknya memerintahku seperti ini, ketika kamu tak punya hak sama sekali!”Sean menyempatkan diri untuk melirik jam yang menempel di dinding saat itu. Hanya beberapa menit saja menuju jam sembilan, yang mana artinya belum cukup sekitar satu jam sejak mereka berpisah di depan pintu kamar tadi. Saat terakhir dia meninggalkan Anggun dengan parsel pemberian Clara yang berisikan dua botol wine jenis Sauvignon blanc itu.“Apa dia sudah mabuk saja? Cepat sekali.” Sean bergumam sambil mengernyitkan dahinya.“Keluar kubilang!” Anggun berteriak lagi sambil terus mendobrak pintu. “Hadapi aku! Jangan hanya main perintah dan menekanku seenaknya!”Sean ma
Bahkan walau dirinya tengah dalam keadaan setengah sadar karena pengaruh minuman keras itu, namun nyatanya Anggun tetap bisa dikontrol oleh Sean dengan mudah. Perempuan itu memang terlalu polos sehingga mudahnya untuk dimanipulasi. Terlebih karena memang Sean memiliki aura dan karisma yang begitu tajam dan mengintimidasi.Itulah yang terjadi saat ini. Begitu dia mendengar Sean memintanya untuk mengembalikan mata dan kehidupan Tiara, Anggun jadi sulit berkata-kata lagi. Apalagi dengan posisi di mana pria itu tepat berada di depannya. Menaunginya bak sebuah menara serta menatapnya dengan sangat tajam seperti itu.“I-Itu bukan kesalahanku.” Anggun tetap berusaha memberanikan dirinya untuk menyahut. “S-Sudah kukatakan kalau aku tak pernah meminta istrimu untuk melakukan semua itu untukku. S-Sehingga … sehingga tak seharusnya kamu berkata begini kepadaku.”“Sudah kubilang kalau itu tak penting bagiku. Kenyataannya kan memang benar istriku telah menyerahkan mata serta hidupnya padamu. Dia m
Setelah menghempaskan tubuh Anggun ke atas tempat tidur itu, Sean terlihat malah berjalan lagi ke luar dari kamar. Di saat bersamaan Anggun tampak langsung terduduk lagi, dengan waspada dan jaga-jaga meneka apakah pria itu hanya menggertaknya saja dan kini meninggalkannya sendirian di kamar ini. Benarkah Sean telah pergi lagi? Namun, tak lama kemudian dia mendengar suara langkah pria itu lagi yang kembali mengarah menuju kamar ini. Berhasil membuat adrenalin perempuan itu kembali meningkat, lalu memasang sikap waspada akan apa yang mungkin terjadi setelahnya. Sean muncul lagi di ambang pintu dengan menenteng botol Sauvignon blanc yang tadi sempat ia tinggalkan di atas rak pajangan di luar sana. Ia menutup pintu itu dengan rapat, lalu mendekati Anggun lagi yang masih terduduk dengan sikap siaga di atas tempat tidur. “Bukankah tadi kubilang untuk menghabiskan ini? Lihat, masih sisa segitu banyak. Apa kamu tak tahu betapa mahalnya ini?” Sean sempat menyodorkan botol yang memang masih
Anggun biasanya selalu memberikan reaksi yang sama setiap kali Sean mengatakan kalimat berbahasa inggris padanya. Dia tampak mengeluarkan ekspresi bingung seraya sedikit mengernyitkan dahinya. Menampak reaksi yang menurut Sean terlihat sangat polos tanpa dibuat-buat. Namun, kali ini bahkan Anggun tak memberikan reaksi sama sekali atas ucapannya itu. Mata perempuan itu malah terus berfokus pada tubuh kekar Sean yang terekspos di depannya. Dia tampak menatapnya dengan penuh penasaran, tapi juga tampak ada nafsu di sana. Hal yang mungkin tak akan pernah dia tunjukkan kalau sistem kesadaran dan akal sehatnya tak diambil alih oleh setiap tetes Sauvignon blanc yang dicecokkan oleh Sean tadi. “Kamu bisa menyentuhnya kalau kamu mau.” “H-Huh?” Dengan ekspresi kosong dan bingung perempuan itu menatapnya lagi. Namun, Sean tampak tak ingin membuang lebih banyak waktu lagi. Ia pun meraih salah satu pergelangan tangan perempuan itu, lalu mengarahkan ke tubuhnya. Membuat tangan mungil perempuan i
Sean menutup kembali tablet PC miliknya itu setelah memantau apa yang tengah dilakukan oleh Anggun. Sama seperti biasanya, wajah pria itu datar-datar saja saat menyaksikan perempuan itu menangis menyedihkan lagi begitu terbangun pagi ini. Sama sekali tak ada rasa iba yang tergambar di wajahnya itu, walau ia sangat sadar kalau ialah penyebab kesedihan sang perempuan. Suara ketukan pintu terdengar tak lama setelahnya. Sosok Armand tampak memasuki ruangan itu untuk menghadap. “Permisi, Tuan. Ini saya ingin menyerahkan apa yang Anda minta tadi pagi.” “Letakkan saja di sana.” “Baik, Tuan.” Sang asisten pribadi meletakkan dokumen dengan map hijau itu di atas meja Sean. Namun, ia tampak tak langsung pergi. Ia masih berdiri di sana sambil memandang sang atasan. “Oh ya, Tuan. Terkait dengan data yang Anda minta kemarin soal unit yang disewa oleh Bu Clara, saya mau memberi tahu kalau baru saja beliau menghubungi untuk mengabarkan rencana kepindahannya ke sini. Katanya mungkin akhir pekan i
Seperti biasanya, Sean selalu kembali ke kediamannya sekitar jam enam sore. Dia melepas Bi Nurul yang pamit pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya hari ini lalu segera mengunci pintu lagi dengan serapat-rapatnya. Di depan pintu kamar Anggun, pria itu menghentikan langkahnya. Diliriknya daun pintu yang tertutup rapat itu selama beberapa saat. Sean ingat bagaimana seharian ini Anggun hampir menghabiskan seluruh waktunya di dalam kamarnya saja. Gadis itu hanya sempat sarapan di sekitaran jam sepuluh pagi, lalu kemudian mengurung dirinya lagi di kamar itu. Berdasarkan CCTV yang terpasang di dalam sana perempuan itu tak melakukan apapun selain duduk di tempat tidurnya. Sesekali bahkan menangis diam-diam. ‘Sepertinya malam ini dia akan kembali melakukan perlawanan. Jadi sepertinya aku harus siap-siap.’ Omong-omong Sean kemarin telah mengatakan pada Anggun untuk selalu menemuinya di ruang makan tepat di jam tujuh malam tanpa harus selalu diperintahkan. Anggun tampak mengangguk dengan t
Namun, lagi-lagi Sean mengeluarkan reaksi yang sama mendengar luapan emosi perempuan itu. Ekspresinya hanya datar-datar saja. Sedangkan rasa simpati atau kasihan, ia selalu tak peduli. “Siapa aku? Bukankah sudah kuberi tahu sejak awal kamu tiba di rumah ini? Aku adalah suami dari orang yang mendonorkan matanya untukmu.” “Tapi—“ “Aku tak peduli ini dilarang hukum atau sebagainya. Aku juga tak peduli kamu merasa ini tak adil sekalipun. Namun yang jelas, aku ingin agar bagian tubuh terakhir Tiara selalu ada di sekitarku sehingga aku masih bisa merasakan kehadirannya setiap harinya.” Anggun kembali dibuat kehabisan kata-kata oleh semua itu. “Jadi turuti saja keinginanku daripada kamu terus membuang waktu begini. Kasihaan juga orang-orang di sekitarmu itu yang tak bersalah sama sekali, namun ikut diseret dalam semua ini. Karena aku tak main-main. Aku benar-benar bisa membuat hidup mereka hancur dalam sekejap mata dari sini dan detik ini juga.” Anggun masih tak menyahut. Diaa hanya bis
Adalah hal yang janggal bagi Anggun saat menemukan sosok Sean di sampingnya ketika terbangun pagi ini. Sebab selama tiga minggu ini, setelah mereka menghabiskan malam, pria itu selalu bangun lebih awal dan meninggalkannya sendirian di kamar itu. Bahkan saat di akhir pekan sekalipun yang menurut keterangan orang-orang seharusnya adalah saat semua orang hanya bersantai di rumah saja. Namun, ada apa dengan hari ini ya? Anggun jadi bertanya-tanya. Kenapa pria ini masih berada di sisinya seperti ini?. Bahkan dalam keadaan tidur yang begitu nyanyak? Dan ya… jika sepertinya kamu sudah bisa menebak, kalau semalam gadis malang itu kembali harus melayani gairah Sean. Masih seperti di awal-awal dulu, tentu saja Anggun melakukannya dengan terpaksa. Namun, setelah semua tekanan dan ancaman yang diterimanya di tiga hari pertama di tempat ini, pada akhirnya Anggun benar-benar hanya pasrah saja. Dia memutuskan untuk berhenti bersikeras atau bahkan membangkang. Karena hal itu terlalu berisiko. Hal
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,