Sementara itu di pusat kota, terlihatlah sebuah kafe yang tampak baru saja dibuka. Dari luar terlihat beberapa karangan bunga mengucapkan selamat atas pembukaan. Pita merah panjang yang baru saja dipotong tampak tergeletak begitu saja di lantai teras depan dengan tirai yang telah dihias dengan berbagai rupa. Lantas di dalamnya juga penuh hiasan seperti pita, balon, hingga tulisan ucapan selamat yang terpajang.Bentuk suka cita juga terlihat jelas oleh orang-orang yang berada di dalamnya. Walau keadaannya tak terlalu ramai, namun orang-orang yang di sana tampak bersenang-senang mengobrol ataupun menikmati hidangan. Tentu saja iringan musik pop akustik yang membahana ke seisi kafe juga menjadi salah satu hal yang semakin membangkitkan keceriaan semua orang.Di antara sekitar dua belas orang di sana, salah satunya terlihat familier dengan kita semua. Ya, orang yang dimaksud tak lain adalah dokter tampan dan baik hati kesayangan kita semua – Dokter William. Di mana hari ini kembali dia da
William tampak langsung tersenyum miris mendengar ucapan Tasha itu. Karena dialah yang paling tahu pasti alasannya mengingat Tiara sempat bercerita kepadanya di awal-awal William mendengar mantan temannya itu menderita penyakit tersebut dari dokter yang tak lain merupakan mantan dosen mereka. Hal yang sesungguhnya juga sering William sayangkan hingga hari ini.Namun, pada akhirnya sudah sangat terlambat untuk menyesali. Semua yang terjadi telah terjadi. Lagipula semua itu tidak akan membuat Tiara kembali lagi pada mereka.“Tch, kalau sudah begini aku jadi sangat merindukannya.” Tasha bergumam sambil mengeluarkan ponselnya. Tampak langsung mengotak-atiknya. “Kamu tahu, Will? Aku senang karena Tiara dulunya adalah orang yang aktif di sosial media. Jadi jejak-jejak kenangannya masih sangat apik karena kita bisa membuka akunnya itu kapan saja serta juga melihat kembali foto-foto yang dia tinggalkan. Aku selalu melakukannya setiap kali merindukannya.”“Ya. Itu kan memang kebiasaannya sejak
Akhirnya setelah menghabiskan waktu sekitar enam jam, di jam delapan malam, perbaikan pintu itu pun selesai. Para petugas itu pun telah dipersilakan pulang setelah Sean mengecek keadaan pintu yang memang sudah kembali berjalan normal.“Kamu sekarang boleh pulang, Mand. Sorry, karena aku memintamu bekerja walaupun sekarang akhir pekan,” ucap Sean pada sang asisten pribadi.“Tidak apa-apa, Tuan. Ini kan memang tugas saya.” Armand sempat melirik ke arah pintu masuk kamar Anggun yang tertutup rapat. “Tapi… bagaimana dengan makan malam Anda maupun wanita itu, Tuan? Apa perlu saya panggilkan juru masak ke sini untuk menyiapkannya dulu?”“Tak perlu. Aku yang akan mengurusnya nanti. Kamu bisa pulang sekarang.”Armand tampak masih ragu-ragu. Namun, walau begitu ia selalu hanya menuruti saja ucapan dari Sean. Ia pun pamit kepada pria itu tak lama kemudian.Sementara Sean pun segera melirik pintu kamar Anggun itu lagi. Keadaannya sangat lengang, karena sepertinya Anggun benar-benar merasa bersal
Memanipulasi Anggun sehingga dapat dia manfaatkan dalam menyelesaikan permasalahannya adalah hal yang menjadi target Sean selanjutnya. Selain itu ia merasa yakin kalau ini jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk dapat menahan Anggun lebih lama. Tentu saja akan lebih leluasa dengan tanpa melanggar hukum manapun. Sehingga tentu saja solusinya hanya satu:Sean sepertinya harus menikahi Anggun.Kedengarannya pasti sangat omong kosong dan mustahil. Karena nyatanya ia sendiri tak pernah berpikiran untuk menikah lagi sebelumnya. Bukan hanya karena ia masih belum melupakan Tiara dan tak mau lagi menjadi alat untuk memenuhi keinginan kakeknya, namun tentu saja karena gadis ini tak akan mau bersama dengan orang yang telah menghancurkan hidupnya. Sehingga rasanya tak mungkin itu akan terjadi.Namun, pria itu mendadak mendapat inspirasi dari permainan Clara. Lalu ia juga berpikir kalau Anggun bisa langsung menjadi solusi untuk semua masalahnya. Sehingga sepertinya ia harus melakukan ide itu
Saat pagi menjelang, Anggun kembali menemukan dirinya membuka mata dalam keadaan lelah lagi. Saat matahari telah kembali terasa terik di luar sana.Namun, saat membuka mata dia menemukan hal yang tak terduga. Dia tak menyangka kalau Sean masih di sana, di mana pria itu memeluk tubuhnya. Sean bahkan dengan sangat protektif memegangi kepalanya.‘Oh ya. Ini masih hari minggu. Sehingga katanya dia tak bekerja.’Walau tetap saja terasa aneh. Apa-apaan dengan pelukan hangatnya ini? Sebab ini mengingatkannya kembali pada posisi yang sama saat Sean memeluknya semalaman waktu sakit di Bali waktu itu. Padahal semalam dia tertidur dalam keadaan sadar sepenuhnya – walau tentu saja lelah setelah mengerjai tubuh Anggun semalaman.Di saat itu Anggun juga mengingat kembali soal malam itu. Alih-alih apa yang mereka lakukan, Anggun malah mengingat soal apa-apa saja yang dikatakan oleh Sean padanya. Semua hal yang begitu mengusik karena telah semakin merasuki otaknya.‘Tidak. Itu tidak benar. Tidak mung
Nyatanya William juga cukup mengerti soal cara berbahasa isyarat. Sebab sejak kuliah dia mempelajarinya untuk kegiatan relawan, di mana juga sering berguna juga baginya di zaman dia kuliah atau menghadapi beberapa pasien. Sehingga beliau paham sapaan dari Bi Nurul yang mengucapkan selamat datang padanya.‘Saya ingin bertemu dengan pemilik rumah. Apa beliau ada di tempat? Saya adalah kenalannya.’Itulah yang William katakan sambil menggerakkan tangannya di depan Bi Nurul. Bi Nurul tampak langsung merespon dengan cepat.‘Sepertinya beliau ada di dalam, tapi belum bangun. Saya juga menunggu beliau untuk membukakan pintu untuk saya.’William menggerakkan tangannya lagi. ‘Maaf, kalau boleh tahu Anda siapanya pemlik rumah?’‘Asisten Rumah Tangga. Saya selalu pulang pergi setiap harinya seperti saat ini.’Ini menarik. William mungkin bisa menggali informasi soal Anggun kalau begitu. Siapa tahu saja dia bisa semakin menemukan petunjuk soal Anggun dan Sean Agrawarsena.‘Siapa saja yang tinggal
“Baiklah, Pak. Terima kasih. Nantinya kalau ada hal baru yang Anda temukan, tolong segera beri tahu saya. Nomor saya selalu aktif.”Armand mematikan sambungan telepon tersebut, lantas segera beranjak mendekati Sean yang tengah menduduki dirinya di salah satu sofa yang berada di ruang tengah griya tawang. Sementara Bi Nurul berdiri tepat di depannya dengan kepala menunduk karena ketakutan.Jadi setelah William pergi, Sean pun segera menyuruh Bi Nurul masuk untuk menanyai beliau apa yang telah dikatakan kepada William. Lantas kemudian Armand datang bergabung selang beberapa menit saja setelahnya. Sean menyuruh Armand mengambil rekaman dari kamera interkom, lalu dikirimkan pada seorang kenalan yang ahli menelaah bahasa isyarat untuk mengetahui percakapan antara Bi Nurul dan William tadi. Kini mereka menunggu kabar itu.“Menurut ahli tersebut… beliau memang tidak mengatakan apapun yang berhubungan dengan Nona Anggun, Tuan. Bi Nurul menyapanya selayaknya basa-basi sebelumnya. Walaupun….” A
Setelah mereka selesai mengisi perut, mereka sempat berpencar. Sean pamit menuju kamarnya untuk mengecek kerja anak buahnya, sementara Anggun kembali ke ruang tamu untuk kembali melihat buket-buket bunga yang tadi.Hatinya bergetar sebenarnya saat mencium kembali aroma khas yang sudah lama tak dihirupnya ini. Aroma parfum khusus untuk semakin memperkuat aroma bunga-bunganya. Hal yang sama juga terasa saat melihat kembali setiap kuntum demi kuntum yang kini bertebaran itu.Merah, merah muda, merah membara, merah muda hambar.Semua itulah warna yang terlihat di depannya kini. Karena memang merah adalah warna yang paling melambangkan soal perasaan cinta terhadap seseorang. Perasaan yang selama beberapa hari ini secara tiba-tiba sering dibisikkan oleh Sean ke telinganya.‘Aku tak tahu….’Anggun bergumam pelan sambil memegangi dadanya.Sejujurnya aku tak mau mempercayai ucapan Sean tentang perasaannya padaku. Tapi… mengenai perasaanku sendiri aku tak tahu karena aku merasa aneh. Aku merasa
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,