Setelah mereka selesai mengisi perut, mereka sempat berpencar. Sean pamit menuju kamarnya untuk mengecek kerja anak buahnya, sementara Anggun kembali ke ruang tamu untuk kembali melihat buket-buket bunga yang tadi.Hatinya bergetar sebenarnya saat mencium kembali aroma khas yang sudah lama tak dihirupnya ini. Aroma parfum khusus untuk semakin memperkuat aroma bunga-bunganya. Hal yang sama juga terasa saat melihat kembali setiap kuntum demi kuntum yang kini bertebaran itu.Merah, merah muda, merah membara, merah muda hambar.Semua itulah warna yang terlihat di depannya kini. Karena memang merah adalah warna yang paling melambangkan soal perasaan cinta terhadap seseorang. Perasaan yang selama beberapa hari ini secara tiba-tiba sering dibisikkan oleh Sean ke telinganya.‘Aku tak tahu….’Anggun bergumam pelan sambil memegangi dadanya.Sejujurnya aku tak mau mempercayai ucapan Sean tentang perasaannya padaku. Tapi… mengenai perasaanku sendiri aku tak tahu karena aku merasa aneh. Aku merasa
Tentu saja Sean telah memprediksi hal itu akan dikeluarkan oleh Anggun. Dia juga ingin hal tersebut dilakukan untuk menghapus segala kecurigaan tentang adanya penculikan dari hilangnya jejak gadis itu sekarang. Agar dia bisa cuci tangan dari kejahatannya.Namun, dia hanya akan melakukan itu setelah berhasil mencuci otak Anggun. Setelah memastikan perempuan itu tidak akan lepas darinya walaupun tidak lagi dikurung di rumah ini. Sebab hanya dengan begitu kejahatannya akan menjadi sempurna, serta… dia bisa lanjut memanfaatkan Anggun untuk kepentingan lainnya.“Aku tahu.” Ia memasang wajah sedih lagi sambil semakin menggenggam tangan Anggun. “Tapi… sejujurnya aku sangat takut kamu akan meninggalkanku seperti Tiara. Aku takut hidupku akan hampa dan kesepian lagi begitu nanti kamu kulepas. Lalu… apa yang akan terjadi padaku kalau sampai itu terjadi? Aku tak akan bisa melanjutkan hidupku lagi.”Lihatlah itu. Anggun tampak ikut berempati dengan kesedihannya. Karena memang Sean terus menunjukk
William baru saja menyelesaikan sesi konsultasi dengan salah satu pasiennya. Dia bisa rehat sejenak sekitar satu setengah jam untuk makan siang, sebelum nanti harus kembali menyambut dan melayani para pasien yang berdatangan.Saat dia baru melepas jas putihnya, tiba-tiba telepon di atas meja berdering. Sepertinya para suster yang berjaga di ruang resepsionis mempunyai kabar untuknya.“Ya, Sus?” sahutnya tak lama kemudian.‘Halo, Dok. Saya mau mengabarkan kalau barusan saya mendapat telepon dari operator utama yang berada di lantai dasar. Katanya saat ini ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda, Dok. Beliau ada di bawah untuk menunggu konfirmaasi dari Anda.’“Kunjungan? Kunjungan dari siapa?”‘Menurut informasi yang saya dapatkan seseorang bernama Sean Agraawarsenalah yang ingin mengunjungi Anda, Dok. Beliau bersedia menunggu di bawah untuk dapat bertemu dengan Anda setidaknya dalam beberapa menit.’William sempat terdiam. Ini pasti tentang kejadian kemarin. Walau ada di dalam dir
‘Apa maksud bajingan itu? Apa maksudnya kalau Tiaralah yang menunjukkan keberadaan Anggun di rumahku? Apa itu hanya omong kosong?’Sebenarnya pertanyaan itu terlintas di benak Sean setelah mendengar William mengatakan hal itu. Namun, tentu saja ia tak bisa dengan gamblang menanyainya karena hal itu hanya akan membuatnya semakin terlihat bodoh di depan sang dokter. Apalagi dengan senyuman tipis menatang di wajah William.Itu sebabnya kini itu hanya menjadi tanda tanya besar di otaknya. Ia benar-benar penasaran akan maksud tersebut.Namun, selain itu sebenarnya ada hal lain yang mengusiknya akibat perbincangan dengan dokter muda itu. Yaitu, soal ejekan William yang tak pernah tahu menahu soal penyakit mendiang istrinya walaupun mereka tumbuh bersama. Hal yang sebenarnya juga masih menjadi penyesalan tersendiri di hidupnya sampai hari ini, namun tentu saja menjadi sebuah penghinaan saat orang lain – terutama orang seperti Williamlah – yang mengejeknya soal itu.Hal itulah yang terus berm
Keadaan masih cukup mengejutkan bagi Anggun. Bahkan setelah sosok Sean yang datang dalam keadaan cedera itu menempati salah satu sofa di ruang tamu. Di mana Armand masih dengan setia mendampinginya sejak tadi.‘Jadi begitulah, Bi. Untuk sementara Tuan Sean akan kesulitan untuk beraktifitas, sehingga saya minta Bi Nurul untuk menetap dulu di sini dalam beberapa hari. Tentu saja untuk saat ini Bi Nurul bisa pulang dulu untuk menyiapkan segala keperluan Bibi. Nanti silakan datang lagi saat menyiapkan makan malam.’Armand tak menjelaskan hal itu sendiri. Melainkan menggunakan bantuan dari penerjemah bahasa isyarat yang disambungkan melalui panggilan video. Sehingga akan lebih mudah untuk dimengerti oleh kedua belah pihak mengingat ini adalah pesan yang panjang dan pelik.“Awu….” Bi Nurul menjawab dengan bersemangat sambil menggerakkan tangannya.‘Beliau bilang menyanggupinya, Tuan. Beliau akan pulang dulu untuk menyiapkan segala keperluan dan kembali lagi nanti,’ kata sang penerjemah tak
Anggun terbangun dari tidurnya sekitar tiga jam kemudian. Menemukan dirinya masih terbaring di samping Sean, di mana salah satu tangan mereka saling bertautan dengan erat.Anggun jadi ingat lagi dengan yang tadi terjadi. Saat di mana Sean memintanya untuk tinggal bersamanya di kamar ini, saat pria itu kembali melepas kerinduan pada mendiang istrinya melalui penerima donor mata ini. Sean sejak tadi berbicara padanya seperti Tiara masih hidup dengan memeluk erat Anggun dan bahkan sesekali menciumi kelopak matanya.Entahlah.Kalau ditanya pada Anggun, sulit dijabarkan bagaimana perasaannya harus selalu terjebak dalam hal ini. Lagipula dari awal pendapatnya tidak pernah penting karena dia hanya bisa menurut akan semua perintah dari pria yang telah selama dua bulan mengontol hidupnya ini.Namun, sejujurnya ada sedikit perubahan di dalam hatinya baru-baru ini. Baik itu saat Sean jatuh sakit di Bali hingga saat ini, ia tak bisa menahan rasa ibanya terhadap pria itu. Baginya pria itu telah me
‘Lihat. Dia memang telah masuk ke dalam perangkapku.’Walaupun ekspresi wajah Sean masih saja datar tanpa mengeluarkan ekspresi apapun, namun tentu saja tak sama dengan hatinya. Pria itu kini kembali menyeringai. Dia merayakan kelicikannya yang terus berhasil semakin mengantarkannya menuju rencana jahatnya.Ya, tentu saja pria itu tak akan mudah kapok atau sadar. Bahkan walau kemarin musibah menimpanya hingga ia celaka begini, otaknya masih saja sibuk memikirkan muslihat untuk menyelesaikan masalah di hidupnya. Demi meloloskan diri dari hukuman atas perbuatan yang ia lakukan.Dan, tentu saja ia sukses.Perkiraannya dari awal tak pernah main-main. Ia telah merencanakan untuk membuat gadis ini mengikuti rencananya seraya terus mencuci otaknya. Lalu kecelakaan yang terjadi kemarin sepertinya menjadi senjata pamungkas tak terduga. Karena lihatlah bagaimana Anggun menjadi lebih iba kepada dirinya daripada sebelumnya. Tanpa sadar gadis itu terus terjerat dalam perangkapnya.“Benaarkah kamu
Melalui layar tablet pc miliknya, Sean kembali memantau Anggun dengan diam-diam. Di mana gadis itu kini tampak sibuk mengobrol di telepon untuk mengabari kerabatnya. Dengan sangat ceria dan antusias bahkan sesekali sempat ingin menitikkan air mata.Lagi-lagi sesuai dengan keinginannya.Mempertaruhkan beberapa keraguan yang cukup riskan untuk hidupnya, Sean tadi memutuskan untuk mengembalikan ponsel gadis itu setelah ia tahan selama dua bulan lamanya. Tentu saja itu bukan rencana yang dibuat dengan semberono di pihaknya. Ini sudah dia perhitungkan dari awal, bersama dengan taktik kotornya terhadap perempuan itu.‘Ya. Aku baik-baik saja. Seperti yang kubilang… aku hanya ingin menenangkan diriku saja setelah semua masalah hingga duka yang kuhadapi. Maaf ya tak bilang-bilang pada kalian. Aku tak bermaksud membuat kalian cemas, hanya saja… aku ingin mandiri untuk pertama kalinya.’ Terdengar lagi suara Anggun yang berceloteh saat menghubungi kenalannya. ‘Hm… ya, memang dengan seorang pemuda
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,