Anggun terbangun dari tidurnya sekitar tiga jam kemudian. Menemukan dirinya masih terbaring di samping Sean, di mana salah satu tangan mereka saling bertautan dengan erat.Anggun jadi ingat lagi dengan yang tadi terjadi. Saat di mana Sean memintanya untuk tinggal bersamanya di kamar ini, saat pria itu kembali melepas kerinduan pada mendiang istrinya melalui penerima donor mata ini. Sean sejak tadi berbicara padanya seperti Tiara masih hidup dengan memeluk erat Anggun dan bahkan sesekali menciumi kelopak matanya.Entahlah.Kalau ditanya pada Anggun, sulit dijabarkan bagaimana perasaannya harus selalu terjebak dalam hal ini. Lagipula dari awal pendapatnya tidak pernah penting karena dia hanya bisa menurut akan semua perintah dari pria yang telah selama dua bulan mengontol hidupnya ini.Namun, sejujurnya ada sedikit perubahan di dalam hatinya baru-baru ini. Baik itu saat Sean jatuh sakit di Bali hingga saat ini, ia tak bisa menahan rasa ibanya terhadap pria itu. Baginya pria itu telah me
‘Lihat. Dia memang telah masuk ke dalam perangkapku.’Walaupun ekspresi wajah Sean masih saja datar tanpa mengeluarkan ekspresi apapun, namun tentu saja tak sama dengan hatinya. Pria itu kini kembali menyeringai. Dia merayakan kelicikannya yang terus berhasil semakin mengantarkannya menuju rencana jahatnya.Ya, tentu saja pria itu tak akan mudah kapok atau sadar. Bahkan walau kemarin musibah menimpanya hingga ia celaka begini, otaknya masih saja sibuk memikirkan muslihat untuk menyelesaikan masalah di hidupnya. Demi meloloskan diri dari hukuman atas perbuatan yang ia lakukan.Dan, tentu saja ia sukses.Perkiraannya dari awal tak pernah main-main. Ia telah merencanakan untuk membuat gadis ini mengikuti rencananya seraya terus mencuci otaknya. Lalu kecelakaan yang terjadi kemarin sepertinya menjadi senjata pamungkas tak terduga. Karena lihatlah bagaimana Anggun menjadi lebih iba kepada dirinya daripada sebelumnya. Tanpa sadar gadis itu terus terjerat dalam perangkapnya.“Benaarkah kamu
Melalui layar tablet pc miliknya, Sean kembali memantau Anggun dengan diam-diam. Di mana gadis itu kini tampak sibuk mengobrol di telepon untuk mengabari kerabatnya. Dengan sangat ceria dan antusias bahkan sesekali sempat ingin menitikkan air mata.Lagi-lagi sesuai dengan keinginannya.Mempertaruhkan beberapa keraguan yang cukup riskan untuk hidupnya, Sean tadi memutuskan untuk mengembalikan ponsel gadis itu setelah ia tahan selama dua bulan lamanya. Tentu saja itu bukan rencana yang dibuat dengan semberono di pihaknya. Ini sudah dia perhitungkan dari awal, bersama dengan taktik kotornya terhadap perempuan itu.‘Ya. Aku baik-baik saja. Seperti yang kubilang… aku hanya ingin menenangkan diriku saja setelah semua masalah hingga duka yang kuhadapi. Maaf ya tak bilang-bilang pada kalian. Aku tak bermaksud membuat kalian cemas, hanya saja… aku ingin mandiri untuk pertama kalinya.’ Terdengar lagi suara Anggun yang berceloteh saat menghubungi kenalannya. ‘Hm… ya, memang dengan seorang pemuda
Beberapa hari kemudian.Anggun memandang gugup sebuah rumah mewah dengan cat abu-abu di depannya. Dilayangkannya pandangan ke sekitar di mana terlihat sebuah taman yang indah untuk semakin menyempurnakan tampilan dari tempat itu. Menjadikannya menjadi lebih megah.“Kamu siap?”Anggun sedikit kaget saat Sean menghampirinya. Pria itu kini sudah lebih baik daripada sebelumnya, walaupun jalannya tampak masih cukup pincang. Namun, yang jelas kini pria itu berkata padanya kalau ia sudah baik-baik saja.Ini di mana?Tentu saja sebelumnya Anggun sudah bertanya pada Sean mengenai syarat terakhir pria itu sebelum membebaskannya. Sean bilang kalau ia ingin agar Anggun menemui keluarga besarnya, terutama kakeknya untuk berpura-pura menjadi kekasihnya. Hal yang tentu saja membuat gadis itu kaget ketika pertama kali mendengarnya.Namun kemudian, Sean menjelaskan duduk persoalannya. Sean bilang kalau kakeknya tengah sakit-sakitan, di mana beliau terus mendesak Sean untuk membawakan calon istri padan
Anggun menemukan dirinya kembali berada di bawah kendali Sean. Saat lagi-lagi mereka sudah sama-sama tanpa sehelai pun pakaian, sehingga diselimuti oleh keringat. Saat mereka sama-sama kembali dirajai oleh gairah dan nafsu.Rutinitasnya sebenarnya sama. Saat itu Sean akan mencumbui bibirnya, menyentuh seluruh tubuhnya, lalu kemudian menjadikan tubuh mereka menjadi satu. Namun, dibanding semua itu sebenarnya ada perbedaannya dari sebelum-sebelumnya. Kalau keadaannya sedikit lebih mendalam daripada sebelum-sebelumnya. Kalau sentuhan-sentuhan ini, terasa lebih penuh perasaan daripada gerakan membabi buta biasanya.Karena ini untuk terakhir kalinya.Ya, akhirnya tibalah saatnya. Sejak Sean mengatakan akan membiarkannya pergi sekitar dua minggu yang lalu, lantas kehidupan Anggun terasa berubah dan lebih baik daripada sebelumnya. Setelah ia selesai merawat Sean yang sempat cedera kakinya karena kecelakaan. Lalu kemudian Anggun setuju untuk menemui pihak keluarga pria itu dengan berpura-pura
“Anggun!”“Melya!”Kedua teman sebaya itu tampak sangat bahagia saat menyerukan nama satu sama lain. Mengabaikan hal-hal lain di sekitar mereka, keduanya saling menghampiri satu sama lain. Sebelum akhirnya saling mendekap dengan erat.“Anggun, kamu ke mana saja? Bagaimana kamu bisa hilang tiba-tiba dan tanpa kabar seperti itu. Aku pikir aku nggak akan bisa melihat kamu lagi tahu nggak?”Anggun tampak sangat terharu mendengar ucapan Melya itu. Sejenak di dalam dirinya juga ada perasaan bersalah. Sebab walaupun hilangnya dia awalnya adalah sesuatu yang berada di luar kemauannya, namun kini dia kembali dengan cara pikir yang berbeda. Dia merasa bersalah karena tak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada sahabatnya itu.“Aku juga sangat merindukanmu, Mel. Maaf ya karena aku menghilang begitu saja dan tak pernah bilang-bilang. Tapi kamu seharusnya nggak perlu khawatir karena aku baik-baik saja dan yang pasti akan kembali lagi.”Pelukan mereka akhirnya terlepas. Saat menatap wajah masing-mas
Anggun memandang dengan sedikit haru kamar tidurnya. Pandangan yang sebenarnya sama sejak mobil yang dikendarai Leo akhirnya berhenti di kediamannya beberapa menit yang lalu. Perasaan senang melingkupi hatinya karena akhirnya bisa melihat kembali tempat yang menjadi huniannya selama ini.‘Selama masa penculikan itu, aku sering berpikir kalau mungkin aku tak akan pernah kembali lagi ke sini. Kalau aku mungkin akan terkurung di sana selamanya atau bahkan dibunuh.’Mata Anggun lantas beralih pada sebuah pigura berukuran kecil yang terletak di atas meja. Diraihnya benda itu, lalu pandangannya kini menjadi lebih terharu lagi.“Ibuk, Bapak, maaf ya karena ninggalin rumah kita begitu saja dalam waktu yang lama. Maaf juga karena udah bikin kalian khawatir. Namun, segalanya sudah baik-baik saja sekarang. Masalah itu telah diselesaikan. Jadi kalian bisa beristirahat dengan tenang di atas sana.”Air mata Anggun menetes hingga membasahi hamparan kaca di pigura. Namun, dia dengan cepat menyeka pip
“Hati-hati di jalan ya, Dok. Terima kasih atas kunjungannya,” kata Melya sambil melambaikan tangan padanya. Di samping gadis itu Anggun juga tersenyum sambil melakukan hal yang sama.“Ya. Kalian masuklah, karena hari sudah mulai gelap. Selamat beristirahat ya. Terutama untuk kamu, Anggun.”“Terima kasih, Dok. Dokter William juga. Selamat beristirahat ya, Dok.”Maka sesi basa-basi sebelum berpisah itu pun berakhir setelah William memasuki mobilnya. Sempat ia mengucapkan salam terakhir dengan satu bunyi klakson, sebelum kemudian mulai bergerak jalan meninggalkan tempat itu. Saat mobilnya menjauh, sempat dia mengintip ke belakang dengan spion luar dan dilihatnya dua gadis itu telah memasuki unit kontrakan tadi.Pria itu tampak menghela napas berat. Ia terus berfokus menyetir ke luar dari gang sempit tersebut, namun pikirannya kini menjelajah ke mana-mana.‘Anggun bersikeras bilang kalau kepergiannya hanyalah untuk liburan saja. Sama sekali tak ada kesan penculikan, apalagi membawa-bawa S