***Anastasia terbangun dengan perasaan nyaman yang jarang ia rasakan. Tidurnya semalam sangat nyenyak, seolah semua mimpi buruk yang biasa menghantuinya hilang begitu saja. Ia menggeliat pelan di atas tempat tidurnya, menarik selimut hingga sebatas bahu.Saat ia hendak bangkit, pandangannya tiba-tiba tertumbuk pada sosok di sebelahnya. Ia tertegun sejenak, menahan napas. Maximilian. Pria itu sedang berbaring di sampingnya, tertidur dengan tenang, seolah-olah ia adalah bagian dari mimpinya yang paling lembut. Seketika, kenangan tentang malam sebelumnya mengalir kembali ke dalam benaknya. Anastasia mengingat dirinya yang ketakutan, menangis dalam pelukan Maximilian. Dan, lebih dari itu, ia ingat bagaimana ia memohon padanya untuk tidak pergi, untuk tetap berada di sampingnya."Anastasia bodoh," gumamnya, menepuk pelan dahinya sendiri. Ia menggeleng, merasa sedikit malu mengingat bagaimana dirinya begitu lemah di hadapan Maximilian.Namun, meski malu, ada rasa hangat yang menjalar di da
***Di kediaman utama keluarga Kingsley...“Kenapa mendadak Maximilian mendadak membatalkan makan malam keluarga? Ini sangat aneh, biasanya anak itu tidak pernah ingkar janji,” gumam Selene.Selene duduk di sofa ruang tamu yang elegan, tangannya yang halus menggenggam secangkir teh. Pikirannya kalut. Malam ini, seharusnya menjadi momen penting. Maximilian, putranya, berjanji akan hadir untuk makan malam keluarga. Lebih dari itu, suaminya yang sudah lama pergi, akhirnya akan pulang. Malam ini, mereka seharusnya berkumpul—keluarga yang utuh. Namun, tiba-tiba Maximilian membatalkan janjinya tanpa alasan yang jelas.Selene menghela napas pendek, menatap bayangan dirinya di cangkir teh. Ia tidak bisa menahan perasaan bahwa ada sesuatu yang salah. Maximilian bukan tipe orang yang sembarangan membatalkan janji, apalagi jika itu berkaitan dengan ayahnya.Pintu ruang tamu terbuka pelan, dan Bryan, asisten setia keluarga Noire, melangkah masuk dengan tenang. Wajahnya, seperti biasa, tampak penu
***“Bintang malam ini sangat indah, ya. Tapi, dia kesepian,” lirih Anastasia, lalu ia menatap Maximilian yang juga menatap langit malam ini, “kamu tidak kesepian? Kamu hidup sendirian di jalanan, apakah kamu pernah berpikir kalau dunia ini kejam padamu?”Maximilian tersenyum, “aku tidak pernah berpikir dunia ini kejam, kita harus yang mengendalikan dunia, bukan dunia yang mengendalikan kita. Aku selalu ingin menjadi yang terbaik dan semua harus sempurna.” Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan, “aku hanya membenci diriku sendiri karena aku terlalu fokus pada kesempurnaanku tanpa melihat orang yang aku sayang butuh aku, aku mengabaikannya dan berpikir dia baik-baik saja karena selalu tersenyum.”“Dia adalah adikmu yang sempat kamu ceritakan?” tanya Anastasia.Maximilian mengangguk. “Iya, adikku satu-satunya dan penyesalan seumur hidupku itu adalah kebodohanku yang mengabaikannya sampai dia pergi karena menyimpan lukanya seorang diri. Jika waktu bisa diputar, aku ingin kembali pada hari
***Jonathan menghela napas panjang karena malam ini Bryan menghubunginya dan permintaan dari tuan mudanya itu sangat aneh, yaitu: menginginkan dirinya sebagai karyawan dan ia adalah boss-nya. Ia merasa kurang ajar kalau nanti Nyonya Selene tahu kalau putra laki-lakinya jadi karyawan restoran.“Jo, kenapa kamu terlihat bingung?” tanya Steven, kakaknya.“Tadi Bryan menghubungiku,” balas Jonathan.“Ada apa? Apakah Tante Selene mau booking restoran lagi? Bukankah kamu sangat senang kalau Tante Selene datang.”“Bukan itu. Ini masalah tentang Maximilian,” balas Jonathan.“Ada apa dengannya? Apakah kamu membuatnya marah?” tanya Steven.“Tidak. Dia memintaku untuk memainkan drama besok pagi, dia akan berpura-pura menjadi karyawan di restoran dan kamu tahu itu karena apa?”Steven menggelengkan kepalanya.“Itu karena seorang wanita. Aku terkejut karena akhirnya dia bisa tertarik pada seorang wanita,” balas Jonathan terkekeh.Steven terdiam, ia juga terkejut karena Maximilian rela berpura-pura
***Maximilian menghentikan langkahnya tepat di depan pintu apartemen Anastasia. Suara pintu tertutup lembut di belakang mereka, namun keheningan malam yang tenang seolah menambah intensitas perpisahan ini.“Malam ini aku akan tidur di restoran,” ujar Maximilian, suaranya rendah namun tegas. “Mungkin dua hari aku tidak akan pulang.”Anastasia yang sedang membuka pintu apartemennya, menoleh cepat. Kekhawatiran langsung muncul di matanya. “Apa ada masalah, Max?” tanyanya, tatapan cemas jelas terpancar dari wajahnya.Maximilian hanya menggeleng pelan. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Restoran akan ramai besok, jadi kami semua harus bekerja keras. Ada tamu yang sangat penting.”Anastasia mengangguk, meskipun masih tampak sedikit khawatir. Ia tahu Maximilian adalah pria yang sangat bertanggung jawab, namun dua hari tanpa pulang terdengar melelahkan baginya. “Baiklah,” jawabnya perlahan, “jangan lupa makan, ya.”Maximilian tersenyum tipis. “Tentu saja. Kalau ada apa-apa, kamu tahu harus
***Anastasia berdiri di depan pintu masuk Athena Records, sebuah bangunan besar dan klasik yang terletak di tengah hiruk-pikuk kota. Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen besar baginya. Hari ini, ia akan bertemu dengan Christian Idzes, produser musik terkenal yang dikenal sangat selektif dalam memilih artis yang bekerja dengannya.Di sampingnya, Lyra memberi senyuman penuh semangat dan meremas bahu Anastasia dengan lembut. "Kamu akan baik-baik saja, Anastasia. Kamu punya bakat luar biasa, dan aku yakin Christian akan melihat itu."Anastasia tersenyum kecil, meski rasa gugupnya belum sepenuhnya hilang. "Terima kasih, Lyra. Aku harap apa yang aku bawakan bisa cukup untuk membuatnya terkesan."Mereka berjalan masuk ke gedung yang elegan, melewati lobi yang dipenuhi poster-poster album yang pernah diproduksi oleh Athena Records. Nama besar seperti Christian Idzes terasa begitu besar di sini, mendominasi hampir setiap sudut ruangan. Anastasia merasa tekanan semakin kuat di pundakn
***Malam itu terasa begitu sunyi ketika Anastasia melangkah menuju apartemennya di lantai 15 gedung tinggi yang menghadap pusat kota. Kepalanya masih dipenuhi berbagai rencana masa depan setelah pertemuannya dengan Christian Idzes, seorang produser besar yang memberinya harapan baru dalam karir musiknya. Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika dia mendekati pintu apartemennya dan melihat sesuatu yang aneh.Pintu apartemennya terbuka.Anastasia merasakan jantungnya berdegup kencang. Dengan langkah cepat namun hati-hati, dia mendekat. Ketika sampai di depan pintu, ia terkejut melihat barang-barangnya dikeluarkan begitu saja, berserakan di lorong. Lemari pakaian dibuka, baju-bajunya ditumpuk sembarangan di lantai. Laptopnya tergeletak di salah satu kursi di luar pintu."Apa-apaan ini?" teriaknya panik. "Siapa yang berani melakukan ini?"Matanya mencari-cari seseorang yang bertanggung jawab, tetapi tidak ada jawaban. Ia mengambil ponselnya dengan tangan gemetar, siap untuk menele
***Hujan turun dengan derasnya, mengguyur seluruh kota New York tanpa ampun. Malam itu terasa begitu sunyi, bahkan bunyi deru kendaraan yang biasanya ramai di jalan raya kini tak terdengar. Hanya dentingan air hujan yang berjatuhan ke aspal dan gemuruh petir yang membelah langit hitam pekat. Di tengah derasnya hujan, Anastasia berdiri di bawah halte bus kota yang sepi. Ia memeluk erat kopernya, pakaian dan tubuhnya mulai basah karena tak ada tempat yang cukup untuk meneduh.Dia menatap ponselnya yang mati, merasa putus asa. "Sial," gumamnya pelan sambil memandangi layar yang gelap. Anastasia berencana menghubungi Lyra, sahabat sekaligus manajernya, namun ia tahu Lyra memiliki beban yang cukup berat sebagai tulang punggung keluarganya. Ia tak ingin menambah masalah untuk Lyra.“Seharusnya aku tidak merepotkannya,” bisiknya dalam hati. Ia menghela napas panjang dan duduk di bangku halte, berharap hujan segera mereda.Anastasia lalu teringat pada Maximilian. Hatinya berkecamuk, di antar