***Anya... “Anya terkejut dengan kedatangan Anastasia, ia berdiri menatap Anastasia dengan kikuk. “Anastasia, k-kamu kenapa datang ke sini?”Anastasia tersenyum datar, “Aku sudah mengirim pesan padamu dan kamu tidak membalasnya. Aku berpikir kamu sedang sakit, aku khawatir dan mampir ke sini untuk melihat keadaanmu.”Dan mendadak pandangannya langsung tertuju pada Elora yang duduk dengan angkuh di seberang meja, menatapnya dengan senyum kemenangan yang selalu membuat darah Anastasia mendidih. Di sebelah Elora, Anya, sahabat yang telah ia anggap seperti saudara sendiri, duduk dengan ekspresi datar, menghindari tatapan Anastasia.“Elora, kamu ternyata ada di sini,” Anastasia menyapa dengan nada tegas. “Anya, apakah aku mengganggu waktu kalian.?”Elora langsung menjawab, tanpa memberi kesempatan pada Anya untuk bicara. “Oh, Anastasia, kau datang di waktu yang tepat. Aku dan Anya sedang berdiskusi tentang duet kami yang minggu depan akan segera dirilis. Dia akan berpartisipasi dalam al
***“Kamu sudah siap?” tanya MaximilianAnastasia mengangguk pelan, seakan terhipnotis oleh pesona Maximilian. Mata pria itu begitu tenang, namun mengandung sesuatu yang membuat Anastasia sulit untuk menolak.Maximilian mengambil helm di tangannya, lalu dengan lembut memakaikannya di kepala Anastasia. Sentuhannya hati-hati, memperlakukan Anastasia seolah-olah dia adalah sesuatu yang berharga dan rapuh. Anastasia merasa canggung, namun dia tidak berkata apa-apa. Hanya anggukan kecil sebagai balasan atas perlakuan manis dari Maximilian."Kau siap?" Maximilian bertanya sambil memastikan tali helm terikat dengan baik di bawah dagunya.Anastasia mengangguk lagi, mencoba menutupi kegugupannya. "Ya," jawabnya singkat.Mereka berjalan menuju motor besar milik Maximilian, motor sport hitam yang berkilau di bawah lampu jalan. Maximilian naik lebih dulu, lalu memberi isyarat pada Anastasia untuk duduk di belakangnya. Anastasia sempat ragu sejenak, tetapi akhirnya ia menaiki motor dengan hati-ha
***“Maksudnya?” tanya Anastasia dengan bingung.“Kita bisa saling mengenal satu sama lainnya karena kita kemungkinan akan bertemu setiap waktu,” balas Maximilian.“Kamu benar. Kita ini sudah menikah, rasanya aneh kalau kita tidak saling mengenal dengan baik,” kata Anastasia.“Kamu tidak masalah mempunyai suami sepertiku?”“Kamu manusia, kan?”Maximilian mengangguk. “Berapa usiamu?” tanyanya.“Dua puluh tahun,” balas Anastasia dengan polosnya.“Kamu masih sangat muda, tapi kamu sangat populer. Bagaimana rasanya di usia dua puluh kamu bisa sangat populer?”Anastasia terdiam sejenak, mencoba meresapi pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat sederhana, tetapi membawa banyak kenangan dan emosi yang terpendam. Ia menghela napas, mengalihkan pandangannya ke arah Maximilian."Rasanya... sepi," jawabnya dengan suara pelan namun tegas. "Semua orang mencintaimu, tapi bukan karena dirimu. Mereka mencintaimu karena kamu seorang penyanyi top, seorang bintang di puncak karier. Setia
***“Anastasia…” suara Maximilian terdengar serak, nyaris berbisik, sebelum bibirnya akhirnya menyentuh bibir Anastasia.Ciuman itu lembut, namun penuh kehangatan. Seperti waktu berhenti sesaat, hanya ada mereka berdua dalam malam yang sunyi. Anastasia tidak bisa berpikir. Tangannya terangkat, menyentuh dada Maximilian yang kini begitu dekat. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu, sama cepatnya seperti miliknya.Maximilian memperdalam ciumannya, memegang wajah Anastasia dengan kedua tangannya, memastikan bahwa dia tidak akan pergi ke mana pun. Ciuman itu lambat namun intens, seakan-akan dia ingin menyampaikan semua perasaan yang selama ini tersembunyi.Anastasia akhirnya menutup matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam momen itu. Ia tidak mengerti kenapa akal sehatnya tidak bekerja dengan baik kali ini. Pria itu mampu menghipnotisnya.Maximilian menatap Anastasia yang masih terpaku setelah ciuman panjang mereka. Wajahnya terlihat memerah, dan bibirnya sedikit terbuka, seolah-ol
***Maximilian melaju di atas motornya dengan kecepatan sedang, menikmati dinginnya angin malam yang menghembus wajahnya. Anastasia sudah diturunkannya di apartemennya beberapa menit yang lalu. Kini, ia sendirian di jalan, tetapi perasaan waspada mulai merayapi pikirannya.“Sepertinya ada yang mengikutiku…” batinnya, sambil melirik kaca spion. Di belakang, sebuah motor lain tampak membuntutinya dengan jarak yang cukup jauh. Helm hitam pengendara itu menyembunyikan identitasnya, tapi Maximilian sudah bisa menebak siapa dia."Wartawan, ya?" Maximilian menyeringai di balik helmnya. “Rasanya menarik mempermainkan dia.”Dengan gerakan cepat, Maximilian menambah kecepatan. Jalanan yang semula sepi kini menjadi arena permainan bagi pria itu. Wartawan yang membuntutinya mulai berusaha mengejar, tapi Maximilian sudah memperhitungkan semua kemungkinan. Ia tahu jalan-jalan ini dengan baik—setiap tikungan, setiap belokan, semuanya sudah dihafalnya di luar kepala.Wartawan di belakangnya mulai tam
***“Kamu sudah mendengar berita panas hari ini?” tanya Anya.Elora mengangguk, “Iya. Tapi, aku tidak suka dengan berita itu. Aku ingin nama baik Anastasia hancur dan tidak ada lagi tempat untuknya.”“Kita harus membayar media lebih banyak lagi,” usul Anya.“Yeah, aku akan memintanya pada Roger. Dia pasti bisa membantu kita. Aku juga tidak sabar menanti hari esok saat album pertamaku liris,” balas Elora dengan senang.“Tapi, jika nanti ada masalah bagaimana?” tanya Anya dengan hati-hati.“Masalah apa?”“Tentang semua lagu di album barumu. Anastasia pasti langsung tahu jika lagu di albummu nanti adalah miliknya, lagu yang dia ciptakan sendiri,” balas Anya agak khawatir.“Dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Kamu sudah menghapus semuanya, kan?”Anya mengangguk. “Aku sudah menghapusnya, bahkan Anastasia tidak memiliki file-nya, tapi jika publik tahu kebenarannya, bagaimana? Kita akan tamat.”Elora tertawa, ia tidak pernah takut karena saat ini nama baik Anastasia sudah buruk di mata publ
***Malam itu, langit di luar apartemen Anastasia begitu gelap. Hanya beberapa lampu jalan yang menerangi trotoar yang sepi. Maximilian melangkah masuk ke gedung apartemen, lelah setelah seharian bekerja karena banyak proyek yang akan ia kerjakan di luar negeri. Ia menarik napas panjang, berusaha melepaskan penat yang menumpuk sejak pagi. Saat ia sampai di lantai apartemen Anastasia, suara lembut sebuah piano terdengar samar dari balik pintu yang tertutup.Maximilian berhenti sejenak. Dia mengenali suara itu—piano yang dimainkan dengan penuh perasaan, dan diiringi suara merdu yang ia tahu betul. Itu suara Anastasia. Tanpa ragu, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Matanya langsung tertuju pada sosok Anastasia yang duduk di depan piano di ruang tengah. Jari-jarinya bergerak lembut di atas tuts, dan suara nyanyiannya mengalun, menyatu dengan alunan piano yang dimainkan dengan indah. Anastasia tampak begitu tenang, seakan tenggelam dalam dunianya sendiri. Rambutnya yang panjang tergerai
***Pagi itu, matahari belum sepenuhnya muncul ketika ponsel Anastasia berdering keras. Suara ponsel itu begitu nyaring di keheningan kamar yang masih gelap. Dengan mata yang setengah terpejam, Anastasia mengulurkan tangan dari balik selimut tebalnya, meraih ponsel di atas meja samping tempat tidur.Nama Lyra muncul di layar, dan tanpa berpikir panjang, Anastasia menjawab panggilan itu dengan suara yang masih serak. "Lyra... pagi-pagi begini, kenapa?" tanyanya sambil mencoba membuka matanya sepenuhnya."Anastasia, kau harus dengar ini. Sekarang," suara Lyra terdengar mendesak, penuh kegelisahan. "Album baru Elora... kau harus dengar semua lagunya. Ada sesuatu yang tidak beres."Anastasia mengerutkan kening, mencoba memahami maksud dari kata-kata Lyra. Ia mendudukkan diri di atas tempat tidur, matanya masih buram oleh kantuk. "Apa maksudmu? Apa hubungannya dengan aku?"Lyra menarik napas dalam-dalam di ujung sana, seolah mencoba menenangkan diri. "Dengar, aku baru saja mendengar album