Salah seorang berandalan mendengus kasar. Ia menghampiri Claire yang masih menginjak dada temannya. Dengan sigap, Claire memasang kuda-kuda."Kita lihat kemampuan bela dirimu, Nona cantik."Claire mencebik. "Hati-hati, harga dirimu bisa jatuh ke dasar lautan.""Sombong! Aku tak sabar ingin menyentuhmu nona cantik."“Kak!” pekik Jaden. “Hati-hati.”“Jaden, menjauhlah dulu sebentar,” pinta Claire sambil menunjuk arah untuk bersembunyi.Si lelaki menghampiri dan mulai menyerang Claire. Wanita cantik itu tersenyum melihat tehnik serangan lawan yang kemampuannya jauh dibanding dirinya.Claire hidup di kota besar dengan tingkat kejahatan yang cukup tinggi. Sejak kecil, Brandon sudah meminta putrinya menguasai salah satu jenis bela diri.Dan ternyata hari ini Claire bisa memanfaatkan ilmunya. Wanita itu tersenyum penuh arti. Ia sangat percaya diri dapat mengalahkan lelaki berandalan itu.Claire menendang kuat menggunakan punggung kaki. Lelaki itu meringis. Sebelum berdiri tegak, Claire sudah
Claire menggeleng mendengar pernyataan Rainer. Kebohogan apa lagi yang dilakukan lelaki ini. Padahal ia sudah muak berbohong dan bersandiwara.Tangan Rainer meraih lengan atas Claire dan menyeretnya perlahan untuk kembali berjalan.“Kita bicara di hotel saja.”Mereka berjalan bersisian tanpa bicara lagi. Claire terkesiap saat sadar ternyata Rainer mengetahui hotel dan kamar yang ia tempati.Telapak tangan Rainer terbuka ke arah Claire. “Berikan kartu akses kamarmu padaku.”Claire menggeleng. Ia sungguh tidak mengerti apa maunya Rainer. Mereka sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Terutama di dalam kamar hotel.Rainer mendekati Claire dan menatap tajam mata wanita cantik itu. “Aku sudah bilang bahwa kita masih suami istri. Jadi, tak masalah berada di dalam kamar yang sama!”“Baik. Kita bicarakan ini. Aku sungguh tidak mengerti apa yang kamu utarakan barusan.”Dengan cepat Claire menempelkan kartu akses ke alat pemindai hingga pintu kamar hotelnya terbuka. Ia masuk lebih d
"Tok, tok, tok."Pintu kamar hotel Claire digedor dari luar. Wanita itu mengerutkan kening. Sementara Rainer sudah bangkit dan mengenakan mantel tidur."Pakai mantelmu, My Lady.""Aku tidak menunggu tamu. Siapa yang menggedor pintu sangat keras itu?" Claire berdecak seraya melapisi tubuh polosnya dengan mantel yang diberikan Rainer. Claire menatap Rainer yang sedang mengintip pada lubang di pintu. Lalu, ia menggeleng samar dan menoleh pada sang istri."Tuan Brandon, Papa dan Mama yang ada di depan pintu," ucap Rainer."Ya sudah, buka saja. Aku mau pipis dulu."Rainer mengangguk lalu membuka pintu."Kenapa lama sekali membukanya." Brandon segera menggeser tubuh Rainer yang menutupi jalannya.Lelaki setengah baya itu masuk dan menatap sekeliling. Menurut petugas hotel, kamar ini adalah kamar VIP mereka. Brandon mendengus kala melihat kamar itu jauh dari kesan mewah."Claire!" pekik Brandon saat melihat putrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi.Brandon menghampiri Claire. Memeluk
“Betulan hamil?” gumam Rainer.Claire mengangguk dan memberengut secara bersamaan. Ia kesal Rainer malah mengatakan ia hanya bersandiwara. Lelaki itu kini sedang terpaku. Pandangannya turun dari wajah, dada hingga perut Claire yang masih rata.“Kapan?” Rainer bertanya lirih.“Sepertinya hasil dari hubungan kita yang terakhir di penthouse. Sebelum kamu pergi meninggalkanku.”Mata Rainer terpejam seolah membayangkan hari itu. Lalu ia mengangguk dan kembali menatap Claire. Dengan terharu memeluk istrinya dan menciumi wajahnya.“Kita akan punya bayi. Ya Tuhan. Apa kamu merasakan tubuhku gemetaran sekarang?” Bahkan suara Rainer ikut bergetar.Akhirnya Claire tersenyum. Tingkah Rainer yang begitu terharu mengetahui kebenaran itu membuatnya geli sendiri. Mereka terkekeh bersama hingga membuat Brandon, Adam dan Maya menggeleng.“Apa kalian tidak sadar kami masih di sini?” sindir Brandon dengan nada tinggi.Spontan, Rainer dan Claire menoleh. Tangan Claire digenggam Rainer dan mereka kembali m
Rainer menatap anak-anak kecil di hadapannya. Anak perempuan yang memeluk adiknya dan berdiri di samping ranjang hidrolik. Di atas ranjang itu terbaring anak lelaki lain yang tangannya mash diinfus.“Ceritakan tentang keluarga kalian,” pinta Rainer seraya berjongkok dan menyamakan pandangannya dengan Savanah.Savanah terlihat takut. Ia melirik Claire. Kemudian semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Jayden.“Jangan takut, Hanah. Ini Rainer, suami Kakak.” Claire menenangkan Savanah.Rainer sadar ia memulai dengan salah. Lalu, lelaki itu mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. Savanah menyambut jabatan tangan Rainer dan akhirnya bisa tersenyum.Savanah bercerita tentang keluarganya. Ibu dan bapaknya adalah nelayan. Namun sudah dua tahun, orang tua mereka hilang di tengah lautan saat sedang mencari ikan.Sejak saat itu, Savanah lah yang menjaga kedua adiknya. Dengan segala keterbatasan, ia menghidupi mereka. Taka da raut sedih pada wajah anak perempuan itu.Kehidupan keras telah me
“Kebanyakan makan?” Rainer mengulangi pernyataan dokter saat mengantar Claire ke rumah sakit.“Iya. Tidak ada yang serius. Hanya karena sedang hamil perlu menyesuaikan asupan saja,” balas dokter santai.“Jadi, aku tidak boleh makan banyak?” Claire bertanya dengan wajah bingung.“Boleh. Asal jangan berlebihan. Mungkin, sensor kenyang Nyonya Claire sedang kacau karena hormon hamil. Jadi saat lambung penuh dan terus dimasukin makanan, menyebabkan muntah.”Claire dan Rainer mengangguk mengerti. Dokter hanya menyarankan agar Claire secepatnya memeriksakan kehamilannya pada spesialis kandungan di kota. Saran itu membuat Rainer segera mempersiapkan kepulangan mereka.Sampai di hotel, Claire langsung membuat janji temu dengan dokter ahli kandungan di kota. Sementara Rainer berkemas. Ia juga mengabari Brandon dan kedua orang tuanya.“Dua jam lagi pesawat berangkat, kita pergi sekarang,” titah Rainer pada Claire.“Tapi, aku belum berpamitan pada Mila dan Savanah juga keluarga mereka.”“Aku juga
“Hmm … aku waspada, tetapi karena tidak kram, ya, aku pikir tidak apa-apa,” jelas Claire.“Bilang saja enak. Jadi, kamu tidak menolakku.” Rianer terkekeh saat Claire memukuli lengannya sebagai bentuk jawaban atas candaannya.“Kamu tau apa yang akan aku lakukan jika kamu tidak kembali?” Claire menatap wajah suaminya.“Apa?”Claire berkata ia sudah berencana menelepon Brandon dan memberitahukan kehamilannya. Ia juga akan meminta Daddy-nya merahasiakan berita tersebut. Setelah perut membesar dan tidak dapat lagi disembunyikan, ia akan pergi ke luar negeri dan melahirkan sendiri.Rainer terdiam saat Claire berkata ia akan menyembunyikan fakta bahwa ada bayi hasil dari pernikahan pura-pura mereka. Ia memutuskan begitu, karena tidak ingin rumah tangga Rainer dan Stella kembali terguncang.Bahkan Claire sangat yakin Daddy-nya akan menutup semua akses agar Rainer tidak bisa lagi bertemu Claire dan bayi mereka.“Syukurlah, itu tidak terjadi.” Rainer mengembuskan napas berat dan mencium puncak
“Istriku,” Rainer menjawab santai. Matanya tetap pada Claire yang kini sedang berbincang dengan keluarga.“Kuhajar kau kalau berani berselingkuh!” ancam Brandon dengan nada tegas.Rainer menatap Brandon. Lelaki setengah baya itu berdiri seolah menantangnya bertarung. Rainer menggeleng samar.“Tidak pernah terlintas dalam pikiranku akan berbuat seperti yang Daddy katakan.”“Bagus. Aku akan selalu mengawasimu.” Brandon membuat kode dengan memicingkan matanya.“Iya, Dad. Lagipula kenapa Daddy berpikiran begitu, sih? Kami baru saja bersatu kembali.” Rainer memprotes asumsi Brandon.“Karena kamu bau parfum wanita.”Setelah berkata begitu, Brandon mencondongkan wajahnya ke arah tubuh Rainer. Lelaki itu mengangguk tegas seolah memastikan kebenaran prasangkanya.“Tentu saja. Karena aku memakai parfum Claire.”Dengan pasrah, Rainer bercerita tentang bagaimana Claire mual pada aroma maskulin. Brandon mengerutkan kening mendengar penuturan Rainer. Lalu terkekeh pada akhir yang membuat lelaki tam