“Tidak ada yang bisa menjamin itu. Yang jelas, orang-orangku mengatakan penduduk Conrad taunya Stella adalah calon istrimu. Mereka sama sekali tidak menganggap Claire.” Brandon mencebikkan bibirnya.“Keluarga Conrad sudah membuat pesta pengumaman tentang pernikahanku dan Claire, Tuan. Jadi, siapa pun yang tidak menganggap Claire bukan istriku artinya ia juga merendahkan nama baik kami,” balas Rainer dengan tegas.Brandon membuang napasnya. Ia berjalan ke depan jendela lalu memandang hamparan rumput di halaman luas di luar. Suasana sangat sepi di sana.“Aku harus kembali dan menjalankan perusahaan. Claire sakit, aku yakin ia belum mampu bekerja sekarang.” Brandon menggumam pelan.Rainer menghampiri mertuanya dan berkata, “Aku bisa membantu dari sini, Tuan. Katakan saja apa yang bisa aku bantu.”“Fokus saja pada pemulihan Claire.”“Baik, Tuan.”Setelahnya mereka berdua terdiam. Hingga Brandon mengatakan ia ingin melanjutkan pekerjaan yang artinya ingin Rainer keluar dari kamar. Rainer m
Claire memandang Brandon dengan mata berbinar.“Aku memiliki adik? Siapa? Kenapa dia tidak ikut?” cecarnya kemudian.Brandon tersenyum miris. Antusias Claire saat mendengar ia memiliki adik sangat berbeda.“Adik tiri. Lima tahun setelah Mommy meninggal, Daddy menikah lagi dengan seorang janda beranak satu,” jelas Brandon.“Laki-laki atau perempuan?”“Lunar. Perempuan.”“Waah senangnya aku punya adik.”Tentu saja Brandon tidak dapat jujur berkata bahwa Claire sangat tidak akrab dengan ibu dan adik tirinya. Bahkan Claire selalu menghindar bertemu dengan mereka. Wanita itu menganggap Mommy-nya tidak pantas digantikan oleh siapa pun.“Kamu sempat marah saat tau Daddy akan menikah lagi.” Brandon memancing ingatan Claire.“Oh ya? Kenapa begitu?”“Intinya kamu tidak ingin memiliki ibu lain selain Mommy.”Tidak ada komentar dari Claire. Dahinya berkerut tanda ia sedang berpikir. Lalu, kepalanya menggeleng tanda ia tidak mengerti.“Sudah lah. Jangan terlalu berpikir keras. Nanti kepalamu sakit
Claire tidak menjawab. Ia hanya termangu menatap lemon di rak. Tidak, ia tidak mengingat apa pun.“Entahlah. Tetapi, selalu saja ketika aku melihat lemon seperti ada sesuatu yang menarik,” guman Claire.“Ya, sudah. Nanti kamu ceritakan saja pada terapis, ya.” Raine rmengusap punggung Claire.Mereka berdua berjalan keluar gudang. Menyusuri jalan setapak. Hingga kemudian sampai di perkebunan.“Lahannya sudah kosong?”“Semua sayuran sudah dipanen karena sudah masuk musim dingin.”“Jadi, petani tidak menanam lagi?”“Mereka akan menanam di rumah kaca.” Rainer menunjuk sebuah bangunan besar yang seluruhnya terbuat dari kaca.Claire mengikuti arah telunjuk Rainer. Matanya memicing agar lebih fokus. Kepalanya menggeleng samar.“Aku tidak ingat di sini ada rumah kaca.”Rainer terkekeh. “Kamu memang belum pernah ke sana, My Lady.”“Oh.” Claire tersenyum. “Kenapa aku tidak pernah ke sana?”“Karena di sana masih banyak pekerja. Aku tidak ingin kamu menjadi pusat perhatian dan mengganggu fokus mer
Serentak, mata Rainer dan Maya menatap Claire. Wanita cantik itu sedang berpikir. Netranya berotasi menatap sekeliling."Apa yang kamu ingat, My Lady?" tanya Rainer penasaran.Kepala Claire menggeleng tak yakin. "Hanya bayangan-bayangan samar. Aku tidak dapat melihat jelas sedang apa di sini.""Sama seperti saat aku di gudang penyimpanan. Aku hanya tau pernah berada di sana," imbuhnya lagi."Itu sudah merupakan suatu kemajuan, Claire. Semakin kamu melihat tempat-tempat yang kamu kunjungi, kamu akan terlatih untuk mengingatnya. Begitu kata terapis, bukan?"Claire tersenyum lalu mengangguk setuju pada pernyataan Maya. Mereka melanjutkan makan. Rainer tampak termenung.Jika Claire mulai ingat siapa dirinya, apa perilakunya masih akan manis seperti ini? Lalu, artinya, Claire akan sadar bahwa mereka adalah pasangan pura-pura?Lelaki itu kembali termenung. Claire dan Maya masih berbincang tentang apa yang biasa mereka lakukan di rumah ini. Memasak hingga menemani Granny."Akh, iya. Granny s
Rainer mendelik sewot, sebaliknya, wajah Stella tampak merah jambu karena malu. Adam yang melihat perbedaan itu tampak mengangkat alisnya. Sementara Dion langsung membungkam mulut.Pertemuan singkat itu selesai. Rainer menatap layar laptopnya. Ada yang aneh. Ia merasa panen baik-baik saja. Tetapi, pendapatan yang mereka terima tidak sebesar bayangannya."Mungkin perasaanmu saja, King. Para pekerja kita memang kurang karena kita memperluas lahan perkebunan," ucap Adam saat Rainer mengungkapkan keanehannya.Mereka hanya berdua di ruang rapat. Stella dan Dion sudah kembali ke ruangan masing-masing.Rainer mengangguk. Ia memang belum paham situasi yang akhir-akhir ini terjadi karena hampir dua tahun ia meninggalkan perkebunan.Lelaki tampan itu lalu berjalan ke ruang kerja pribadinya. Setengah perjalanan ia kembali bertemu Dion yang sedang berbincang dengan sekertaris perusahaan.Tangan Rainer melambai pada Dion. Ia memberi kode pada sahabatnya untuk masuk ke ruang kerja."Ada apa? Aku b
Claire memejamkan mata. Indra pendengarnya menangkap melodi yang mengalun pelan. Membuatnya mengantuk dan akhirnya bernapas teratur.Seorang wanita berusia lebih dari empat puluh tahun menatap penuh perhatian. Edelwies, terapis yang khusus dikirim Brandon merupakan tenaga profesional di bidang kesehatan mental.Terapis itu sedang berusaha membawa Claire pada alam bawah sadarnya."Hai, Claire," sapa Edel."Hmmm ... hai, Edel.""Kamu terlihat lebih sehat sekarang. Sebenarnya, bagaimana keadaanmu?""Mmmm," Claire bergumam. "Tidak tau.""Apa yang membuatmu ragu?"Claire mengembuskan napas panjang. Dahinya mulai berkerut. Matanya yang terpejam berkedut-kedut.Edel memberi Claire sedikit waktu. Ia menuliskan catatan pada berkas kesehatan pasiennya."Ada apa, Claire?""Hari ini aku melihat banyak bayangan. Aku bingung.""Ceritakan padaku tentang bayangan-bayangan itu."Claire bercerita tentang apa yang dilihatnya hari ini. Saat mengungkapkan perasaannya, bibir wanita cantik itu mulai bergeta
Rainer menatap mobil yang membawa Edelweis pergi. Terapis itu menyempatkan diri melambai pada Claire yang masih berbincang dengan telepon. Rainer menyimpulkan bahwa Claire tidak menyukai pernikahan mereka karena wanita itu tidak mengingatnya.Tentu saja. Mereka menikah karena satu tujuan, bukan atas dasar cinta. Padahal sementara ini, Claire baru mengingat hal yang ia sukai saja.“Sudah?” Rainer menyambut Claire yang menghampiri.Kepala Claire mengangguk. Bergandengan tangan mereka masuk ke dalam manor. Dengan nada ceria, Claire mengungkapkan hasil terapinya hari ini.“Aku sudah bisa mengingat banyak hal,” ucap Claire.“Terutama hal yang kamu sukai.”“Hehe … iya. Lalu, aku jadi sadar sekarang. Bahwa ternyata kita sangat berbeda.”Lelaki di sebelah Claire terdiam. Tidak mengiyakan tidak juga menyanggah pernyataan tersebut.“Aku jadi heran, kenapa akhirnya kita bisa menikah? Ternyata benar bahwa cinta bisa membutakan,” celoteh Claire.Rainer tidak bisa berkomentar. Ia hanya tersenyum, m
Hari-hari berikutnya, sebelum Claire tidur, Rainer akan memasang video tentang apa pun yang dapat membangkitkan ingatan Claire. Namun begitu, Claire mengaku, video favoritnya adalah video pernikahan mereka.Kebersamaan mereka sehari-hari pun semakin mesra. Claire menjadi pribadi yang menyenangkan dan manja bagi Rainer. Sifatnya sungguh sangat terbalik dengan sifat aslinya.“Rainer, hari ini kamu ke kantor?”“Iya. Kamu jadi ikut atau mau istirahat saja?”“Aku mau ikut. Sudah lama rasanya aku tidak bekerja.”“Hehe. Baiklah, kamu bisa bekerja di ruang kerjaku nanti.”Sebelum berangkat ke kantor, mereka sarapan bersama. Indy yang setiap hari melayani pasangan tersebut sesekali melirik keduanya. Keduanya tampak romantis dan serasi.Claire sudah mengenal hampir semua pelayan. Ia bersikap sangat baik dan ramah. Bahkan sering menanyakan keluhan mereka bekerja di manor.Awalnya para pekerja mengira Claire sangat sombong. Kini mereka mengubah pandangan. Claire adalah istri yang baik bagi Rainer
Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek
Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj
“Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer
“Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m
Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki
Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun
Rainer datang saat ke perusahaan Rischmont untuk menjemput putri-putrinya. Dari jauh ia sudah melihat si kembar yang berlarian di lobi. Sedikit kekacauan mereka buat saat berbagai kertas, alat tulis atau bahkan kabel komputer menjadi mainan.“Nona, nanti kesetrum. Letakkan kabelnya, ya.” Pengasuh Linda melarang nona mudanya menarik-narik kabel.“Kabelnya lucu. Warnanya ungu.” Linda beralasan saat pengasuh bertanya kenapa ia senang sekali pada kabel tersebut.“Nona Rinna, itu kertas penting. Gambar di kertas lain saja, ya.” Kini pengasuh memohon pada nona mudanya agar kertas-kertas yang ia ambil diletakkan ke tempat semula.Kedua pengasuh bernapas lega, saat melihat Rainer masuk. Lelaki dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sikunya itu tersenyum pada kedua anak perempuan yang menunjuk-nunjuk dirinya.“Papi.” Keduanya lalu berlarian menghampiri Rainer.Kedua tangan Rainer terentang lebar. Ia memeluk kedua putrinya sekaligus kemudian menciuminya satu persatu. Setelah itu ia m
“Grandpa tidak mengerti. Coba ceritakan apa yang terjadi.”Claire membiarkan si kembar bercerita. Bibir mungil kedua putrinya bergerak-gerak tak henti. Cerita mereka sungguh random.Dari kesal karena mereka akan dipisahkan di kelas berbeda. Kemudian melihat Papi mencium Mammy di bibir. Lalu, permainan menarik di playground sekolah. Hingga mereka kemudian kembali pada cerita saat bertemu guru pertama kali di sekolah.“Aku tidak suka gurunya!” Si kembar berkata berbarengan.“Guru itu tidak melakukan apa pun pada kalian.” Claire menimpali ucapan si kembar.“Memangnya kalau memisahkan anak berarti tidak melakukan apa pun?”Umur mereka baru dua tahun. Namun, sungguh, terkadang Claire sampai bingung menjawab pertanyaan atau bahkan terpana dengan ucapan yang meluncur dari bibir putri-putrinya.“Sekolah melakukannya agar kalian bisa mandiri tanpa ketergantungan satu sama lain.”Sejenak si kembar saling menatap wajah masing-masing. Tiba-tiba dua anak kecil perempuan itu saling berpelukan erat.
Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma