Claire memandang mata emerald itu dengan tatapan mesra yang disengaja."Istri pura-pura tidak punya masalah dengan calon istri sesungguhnya? Menurutmu?"Rainer menggeleng dan mendesis frustasi. "Sudah kukatakan, aku tidak pernah berjanji menikahinya. Stella bukan calon istriku.""Katakan itu pada Stella dan orang-orang yang menganggap begitu. Bahkan Stella sendiri masih yakin suatu saat kamu akan menikahinya. Dia .... "Claire tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Rainer dengan cepat membungkam bibir merah itu dengan melumatnya perlahan dan penuh gairah.Hampir semua pasang mata langsung menoleh. Sebagian tersenyum malu, beberapa terlihat menatap dengan pandangan iri."Cemburu?" Rainer melepas pagutannya dan berbisik tepat di telinga Claire."Tidak! Terus-terang saja, dia memang pantas untukmu." Claire berkelit sambil mengatur napasnya yang memburu karena mendapat serangan kemesraan itu.Sesungguhnya, Claire sendiri sedang berusaha menampik rasa kesal itu. Apa ini namanya cemburu? Tidak
Kini, wajah Claire menjadi tegang. Aliran darahnya terasa berhenti. Ia teringat bungkusan yang diberikan Beth, teman Stella tadi.Salah satu obat yang ia minta memang pil penunda kehamilan. Ia tidak menyangka Beth sang apoteker berani menceritakan pesanannya tersebut pada orang lain.“Bagus kalau kamu tidak percaya,” tukas Rainer.“Aku selalu berusaha berpikiran positif. Terkadang wanita karir di negara maju memang seringkali menunda kehamilan karena mereka memang sibuk.” Dion kembali melirik Claire. “Tetapi, masalahnya, adat kita tidak membenarkan hal itu.”“Terima kasih untuk gosip-gosipnya, Dion. Aku jadi mawas diri sekarang.”Ya. Tentu saja Claire mendapat pelajaran berharga. Di sini, ia bukanlah siapa-siapa. Semua orang berpotensi menjatuhkannya hanya karena ia menikah dengan Rainer.“Omong-omong, aku juga tadi berkenalan dengan salah satu wanita muda bernama Beth. Apa benar namanya sama dengan istrimu, Dion?” Kini Claire mencoba mengalihkan perbincangan.“Pasti yang kamu maksud
Anthony mengangkat alis. Lelaki itu tampak berpikir sejenak. Ia cukup kaget ternyata Claire mengetahui jabatannya di luar negeri."Rainer sudah cerita padaku." Claire menjawab tanda tanya di wajah Anthony."Akh, begitu rupanya." Kini Anthony mengangguk mengerti."Anda pasti menjalankan perusahaan dengan sangat baik hingga Rainer sangat mempercayai Anda.""Dan Anda adalah istri yang baik sampai Rainer bercerita tentang perusahaan itu pada Anda."Claire terkekeh. Ia bukan wanita yang mudah terbuai pujian. Mungkin dari Rainer, iya. Tetapi, itu pun setelah mereka menikah."Apa waktu satu minggu sudah bisa disimpulkan bahwa aku adalah istri yang baik? Anda bercanda!" Claire menelengkan kepalanya.Anthony tersenyum simpul. "Anda berpikiran sangat logis. Terus-terang, aku pun kagum dengan Anda."Kagum? Atas dasar apa kekaguman itu?""Dalam berbisnis, tentu saja." Anthony menyahut cepat.Lelaki itu lalu bercerita bahwa ia pernah berada pada konferensi bisnis yang sama dengan Claire. Saat itu
Ternyata persiapan membawa keluarga Conrad tidaklah semudah bayangan Claire. Tercatat akan ada sepuluh orang yang akan ikut. Termasuk Stella.“Kenapa teman dekatmu itu selalu kamu bawa-bawa?” Claire mendengus kasar melihat daftar dan data identitas kesepuluh orang tersebut.“Kenapa kamu tidak setuju?”Wanita cantik itu terdiam sejenak. Berpikir untuk mencari alasan yang tepat agar tidak terlihat jelas bahwa ia sebenarnya tidak ingin Stella ikut.“Stella sangat dibutuhkan di sini. Aku lihat sendiri kemarin di kantormu, Stella sangat pandai mengurus keuangan bahkan pekerja perkebunan. Jika ia ikut, siapa yang akan memegang kendali di sini?”Claire merasa sangat jenius saat ini. Alasannya sangat bagus. Rainer akan berpikir ulang untuk memasukkan nama wanita itu ke dalam daftar.Rainer terlihat berpikir. Claire memandangi suaminya yang tampak sangat tampan jika sedang serius. Sehari-hari, Rainer lebih sering memasang wajah jahil, terutama pada Claire.“Kamu benar juga. Aku, Papa dan Dion
Sosok yang dipanggil Claire diam tak bergerak. Berdiri menghadap air terjun. Claire segera menghampiri.“Granny tidak apa-apa?” tanya Claire dengan cemas.Wanita itu berdiri di depan Granny. Wajah keriput itu menampakkan senyum tipis yang belum pernah dilihat Claire sebelumnya. Tampaknya, Granny benar-benar menyukai pemandangan di depannya.Tubuh Claire sedikit bergetar. Ia sangat takut. Namun, di depan Granny ia berusaha menguatkan diri.“Air terjunnya memang bagus, Granny,” ucap Claire pelan sambil mengikuti arah pandang wanita tua di sampingnya.Tak sengaja, air mata jatuh ke pipi Claire. Tangannya segera menghapus kasar pipinya yang basah. Jangan sampai ada yang tau ia menangis karena tiba-tiba Granny hilang.Lalu, tangan keriput itu menggenggam tangan Claire. Mengajaknya duduk di sebuah batu besar. Claire mengikuti dan menikmati hembusan angin di sekitar yang membuatnya dapat bernapas lega.“Granny suka air terjun, ya?”Tak disangka Granny memberi respon dengan mengangguk pelan.
Entah mengapa tidak ada yang protes Stella selalu hadir di antara keluarga Conrad. Lagipula, apa wanita ini tidak memiliki keluarga yang mencarinya? Bahkan dengan santainya, ia menginap dan tidur di kamar tamu seolah-olah kamar tersebut sudah menjadi tempat permanennya.Tentu saja Claire tidak bisa mengungkapkan rasa keberatan. Meskipun aneh, tetapi ia berusaha bersikap biasa saja. Ia hanya berpikir, mungkin selama ini karena Rainer di luar negeri, Stella juga membantu menjaga orang tua dan Granny Rainer.“Makan malamnya selalu lezat. Terima kasih, Mama,” puji Rainer.“Kebetulan tadi Mama hanya masak satu menu. Untung saja Stella datang dan memasak makanan lain. Jadi, ucapan terima kasihnya untuk Stella saja.”Dengan manis, Rainer mengucapkan terima kasih pada teman dekatnya. Claire mau tak mau mengikuti. Terlihat wajah Stella sumringah.“Kamu memang pandai sekali memasak, Stella.” Adam memuji masakan Stella.“Ah, biasa saja, Pa. Banyak kok, wanita-wanita lain yang lebih pintar memasa
Sambil menganggukkan kepala, Rainer menjawab perintah Maya. “Tanpa Mama suruh, aku akan pergi.”Lalu, Rainer mengambil senter dan segera melesat keluar.Stella hanya bisa tertegun. Sebenarnya ia bisa saja mengatakan bahwa Claire tadi pergi mengambil lemon di gudang penyimpanan. Tetapi, ia sangat takut keluarga Conrad akan menyalahkannya. Wanita itu memilih pura-pura tidak tau keberadaan Claire.Adam juga akhirnya pergi. Ia mengatakan akan berkordinasi dengan tim pencari orang hilang. Sebagai kepala rumah tangga akhirnya ia menyadari bahwa Claire sesungguhnya adalah tamu yang sama sekali belum mengenal betul daerah Conrad.Rainer berjalan di dera angin kencang. Pelindung mata yang ia gunakan hampir tidak berfungsi. Gemuruh angin dan petir bersahutan. Kilat memancar ke segala arah.“Claireee!” Rainer berteriak kencang.Lampu senternya ditujukan ke segala arah. Tak ada siapa pun kecuali pepohonan yang bergoyang-goyang kencang ditiup angin.“Clairee … ini aku, Rainer”! Rainer kembali bert
Rainer bergumam pelan sambil menatap dalam wajah Claire. Tubuh lemah itu sudah tidak bergetar, namun masih terasa sangat dingin. Seolah pembuluh darah di tubuhnya tidak mengalir semestinya.Dokter Westly baru datang setelah satu jam Claire ditemukan. Lelaki yang merupakan dokter keluarga itu memeriksa Claire dengan seksama. Kini, matanya menatap wajah Claire yang pucat pasi.“Bagaimana ceritanya bisa sampai begini, King?” tanya Dokter Westly.Terbata, Rainer bercerita. Sangat detail hingga pengalaman traumatis yang dimiliki istrinya.Sambil mendengarkan, Dokter memasang alat infus. Dua kantong obat kini mengalir di tubuh Claire.“Kita harus terus-menerus mengecek suhu tubuhnya. Saat ini masih jauh di bawah normal.”Rainer mengangguk, kemudian bertanya, “Kenapa istriku tidak sadar-sadar?”“Sepertinya trauma itu kembali. Claire pasti sangat ketakutan hingga memilih tidak bangun.”“Apa maksudnya ia memilih tidak bangun?” sentak Rainer yang kembali diserang rasa panik.Dokter menjelaskan