Sosok yang dipanggil Claire diam tak bergerak. Berdiri menghadap air terjun. Claire segera menghampiri.“Granny tidak apa-apa?” tanya Claire dengan cemas.Wanita itu berdiri di depan Granny. Wajah keriput itu menampakkan senyum tipis yang belum pernah dilihat Claire sebelumnya. Tampaknya, Granny benar-benar menyukai pemandangan di depannya.Tubuh Claire sedikit bergetar. Ia sangat takut. Namun, di depan Granny ia berusaha menguatkan diri.“Air terjunnya memang bagus, Granny,” ucap Claire pelan sambil mengikuti arah pandang wanita tua di sampingnya.Tak sengaja, air mata jatuh ke pipi Claire. Tangannya segera menghapus kasar pipinya yang basah. Jangan sampai ada yang tau ia menangis karena tiba-tiba Granny hilang.Lalu, tangan keriput itu menggenggam tangan Claire. Mengajaknya duduk di sebuah batu besar. Claire mengikuti dan menikmati hembusan angin di sekitar yang membuatnya dapat bernapas lega.“Granny suka air terjun, ya?”Tak disangka Granny memberi respon dengan mengangguk pelan.
Entah mengapa tidak ada yang protes Stella selalu hadir di antara keluarga Conrad. Lagipula, apa wanita ini tidak memiliki keluarga yang mencarinya? Bahkan dengan santainya, ia menginap dan tidur di kamar tamu seolah-olah kamar tersebut sudah menjadi tempat permanennya.Tentu saja Claire tidak bisa mengungkapkan rasa keberatan. Meskipun aneh, tetapi ia berusaha bersikap biasa saja. Ia hanya berpikir, mungkin selama ini karena Rainer di luar negeri, Stella juga membantu menjaga orang tua dan Granny Rainer.“Makan malamnya selalu lezat. Terima kasih, Mama,” puji Rainer.“Kebetulan tadi Mama hanya masak satu menu. Untung saja Stella datang dan memasak makanan lain. Jadi, ucapan terima kasihnya untuk Stella saja.”Dengan manis, Rainer mengucapkan terima kasih pada teman dekatnya. Claire mau tak mau mengikuti. Terlihat wajah Stella sumringah.“Kamu memang pandai sekali memasak, Stella.” Adam memuji masakan Stella.“Ah, biasa saja, Pa. Banyak kok, wanita-wanita lain yang lebih pintar memasa
Sambil menganggukkan kepala, Rainer menjawab perintah Maya. “Tanpa Mama suruh, aku akan pergi.”Lalu, Rainer mengambil senter dan segera melesat keluar.Stella hanya bisa tertegun. Sebenarnya ia bisa saja mengatakan bahwa Claire tadi pergi mengambil lemon di gudang penyimpanan. Tetapi, ia sangat takut keluarga Conrad akan menyalahkannya. Wanita itu memilih pura-pura tidak tau keberadaan Claire.Adam juga akhirnya pergi. Ia mengatakan akan berkordinasi dengan tim pencari orang hilang. Sebagai kepala rumah tangga akhirnya ia menyadari bahwa Claire sesungguhnya adalah tamu yang sama sekali belum mengenal betul daerah Conrad.Rainer berjalan di dera angin kencang. Pelindung mata yang ia gunakan hampir tidak berfungsi. Gemuruh angin dan petir bersahutan. Kilat memancar ke segala arah.“Claireee!” Rainer berteriak kencang.Lampu senternya ditujukan ke segala arah. Tak ada siapa pun kecuali pepohonan yang bergoyang-goyang kencang ditiup angin.“Clairee … ini aku, Rainer”! Rainer kembali bert
Rainer bergumam pelan sambil menatap dalam wajah Claire. Tubuh lemah itu sudah tidak bergetar, namun masih terasa sangat dingin. Seolah pembuluh darah di tubuhnya tidak mengalir semestinya.Dokter Westly baru datang setelah satu jam Claire ditemukan. Lelaki yang merupakan dokter keluarga itu memeriksa Claire dengan seksama. Kini, matanya menatap wajah Claire yang pucat pasi.“Bagaimana ceritanya bisa sampai begini, King?” tanya Dokter Westly.Terbata, Rainer bercerita. Sangat detail hingga pengalaman traumatis yang dimiliki istrinya.Sambil mendengarkan, Dokter memasang alat infus. Dua kantong obat kini mengalir di tubuh Claire.“Kita harus terus-menerus mengecek suhu tubuhnya. Saat ini masih jauh di bawah normal.”Rainer mengangguk, kemudian bertanya, “Kenapa istriku tidak sadar-sadar?”“Sepertinya trauma itu kembali. Claire pasti sangat ketakutan hingga memilih tidak bangun.”“Apa maksudnya ia memilih tidak bangun?” sentak Rainer yang kembali diserang rasa panik.Dokter menjelaskan
Dengan hati pedih, Rainer mendekap Claire. Selama beberapa saat wanita itu masih terisak hingga kemudian tertidur kembali.Perasaan Rainer hancur. Ia dapat merasakan jiwanya seperti tenggelam. Giarah hidupnya merosot, menciut dan hilang.Meskipun Claire tidur, Rainer banyak bercerita. Tentang perusahaan Rischmont, tempat di mana pertama kali mereka bertemu. Tentang pekerjaan mereka yang banyak.Tidak ada yang Rainer lakukan selain duduk di samping Claire. Memegangi tangannya dan sesekali menciumnya dalam-dalam. Mengucapkan kata maaf beribu-ribu kali karena terlambat menemukannya dalam badai.Suatu ketika, Claire terbangun. Rainer yang sedang menatap istrinya spontan tersenyum.“Hai, My Lady.”“A-Aku mau ke kamar mandi.”“Baik. Aku bantu.”Rainer memegangi lekuk pinggang Claire saat mereka berjalan ke kamar mandi. Sampai di depan pintu, Claire berhenti dan menoleh menatap Rainer.“Sampai sini, aku bisa sendiri.”Wanita itu melangkah masuk ke kamar mandi seorang diri. Mengunci pintu dar
Bentakan pelan itu membuat Brandon menatap asal suara. Seorang wanita berwajah bijaksana, dengan penampilan sederhana pun menatapnya. Brandon melirik Rainer.“Apa ini orang tuamu?”“Rainer mengangguk, lalu berdiri di samping Adam. “Kenalkan Adam dan Maya, Papa dan Mama saya, Tuan Brandon.”Tanpa membalas perkenalan, Brandon menjawab, “Di mana kita bisa bicara?”Rainer tidak langsung menjawab. Mata lelaki itu menatap Claire yang masih tertidur. Ia enggan meninggalkan istrinya.“Orang-orang kepercayaanku akan menjaga, Claire.” Brandon berkata seolah mengerti keberatan Rainer.Kini, Rainer menatap orang tuanya. Adam mengangguk memberikan kode. Ia dan Maya berjalan lebih dulu keluar.“Silahkan, Tuan.” Rainer mengarahkan jalan menuju ruang keluarga.Ruangan itu besar, dengan jendela lebar menghadap bukit yang di bawahnya terdapat sungai. Suasana yang asri ini tidak membuat Brandon tenang. Ia bahkan tidak duduk walaupun telah dipersilahkan.Sambil berdiri, Brandon menatap ketiga orang di de
Stella menggeleng panik. “Aku tidak tau apa-apa.”“Kami juga tidak. Tetapi, saran saya, bersiap lah, Nona. Saya yakin, Tuan Brandon akan mengusut tuntas tragedi ini secara putri kesayangannya terluka cukup parah.”Setelah mengucapkan pendapatnya, Indy berjalan menjauh. Wanita itu meninggalkan Stella yang terpaku di tempat. Hingga akhirnya teman dekat Rainer itu memilih pergi dari manor.Di dalam ruang keluarga, Brandon masih berkeras untuk membawa Claire pulang. Ia tidak ingin putrinya dirawat bersama keluarga yang tidak ia percaya.Mendengar pernyataan tersebut, tentu saja Maya dan Adam merasa tersinggung.“Tuan Brandon, tolong beri aku kesempatan,” mohon Rainer.Brandon terdiam, lalu menatap Adam dan Maya.“Kalian juga pernah memiliki anak perempuan satu-satunya. Aku tau cerita itu dari Claire. Bagaimana rasanya saat ia sakit? Seharusnya kalian paham apa yang aku rasakan sekarang.” Brandon melirih sedih.Jika tadi Brandon terlihat angkuh, kini mereka melihat Brandon yang rapuh.Lela
“Siapa dia?” Brandon bertanya seraya menatap Stella.“Stella. Dia adalah teman Rainer dan mendiang adiknya Nita. Wanita ini lah yang terakhir kali bersama Claire sebelum putrimu pergi keluar dari rumah.” Adam menjelaskan.Brandon memang tidak pernah main-main. Saat ia mengatakan ingin mengusut tuntas kenapa putrinya bisa keluar rumah saat akan ada badai, ia benar-benar menyelidikinya.“Mmm … apa yang ia lakukan di rumahmu?” Brandon menoleh pada Adam.“Stella memang sudah kami anggap sebagai kerabat dekat. Ia diterima dengan baik di rumah kami. Stella juga merupakan asisten Rainer di kantor.” Maya kini ikut menjelaskan.Sementara itu, Stella menundukkan kepala. Ia sangat sungkan dengan Brandon. Lelaki itu terlihat sekali aura kekuasaannya.Ayah kandung Claire itu kini menatap Stella. Mengamatinya dengan seksama. Wanita di depannya, cantik dan sederhana.“Ceritakan bagaimana saat terakhir Claire bersamamu?” titah Brandon tanpa basa-basi.Wanita itu melirik Maya. Ibu yang melahirkan Rai