"Selamat pagi."Sungguh, Claire malas menoleh mendengar suara yang telah ia kenal itu. Tetapi demi sopan santun, ia membalik tubuhnya dan memaksakan sebuah senyum."Pagi, Stella." Tegas, layaknya seorang penghuni rumah, Claire menyahut."Oh. Hai, Claire." Agaknya, Stella juga terkejut hanya Claire yang ia temui."Tumben, pagi-pagi sekali kamu sudah di dapur."Sindiran. Claire yakin wanita yang baru saja datang ini mengejeknya, karena biasanya ia bangun agak siang."Iya. Agaknya jetlag sudah berlalu." Claire memberikan alasan masuk akal."Semoga kamu sehat-sehat selalu. Aku tidak pernah melihat King jetlag. Jadi, rasanya bingung juga saat dijelaskan tentang gangguan itu." Stella tersenyum pada Claire."Cuaca di sini ekstrim. Kurasa itu salah satu faktor yang memperburuk jetlagku. Bukan hanya soal penerbangan.” Saat Stella masuk, Claire sedang menata meja makan. Melihat Claire sibuk, Stella pun membantu. Keduanya bekerja tanpa berbicara lagi satu sama lain.Rak piring satu per-satu dib
“Claire? Menjadi presiden direktur?” Maya menggumam dengan kagum.Sementara Adam dan Stella terlihat memandang Claire dengan tatapan yang sulit diartikan. Claire tersenyum santun lalu mengangguk pelan.“Iya, Ma, Pa. Claire ingin Mama, Papa dan Granny bisa ikut hadir. Atau kalau perlu beberapa kenalan dekat keluarga Conrad pun ikut datang ke acara tersebut.”“Selama ini siapa yang menjadi presiden direktur perusahaan Rischmont?” tanya Adam yang telah pulih dari rasa terkejut.“Daddyku, Pa. Brandon Rischmont.” Claire menjawab santun. “Beliau pun mengatakan ingin sekali bertemu dengan keluarga Conrad.”“Hem. Jadi, kamu tidak memiliki saudara lelaki hingga yang menjadi presiden direktur adalah seorang wanita?”Dari pernyataan tersebut, jelas sekali Adam menilai bahwa seharusnya jabatan tertinggi dipegang oleh seorang lelaki. Adam tidak tau saja bahwa di luar negeri, pemimpin wanita sudah banyak sekali.Claire lalu bercerita tentang keluarganya dan bagaimana ibunya telah tiada. Singkat saj
Claire memandang mata emerald itu dengan tatapan mesra yang disengaja."Istri pura-pura tidak punya masalah dengan calon istri sesungguhnya? Menurutmu?"Rainer menggeleng dan mendesis frustasi. "Sudah kukatakan, aku tidak pernah berjanji menikahinya. Stella bukan calon istriku.""Katakan itu pada Stella dan orang-orang yang menganggap begitu. Bahkan Stella sendiri masih yakin suatu saat kamu akan menikahinya. Dia .... "Claire tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Rainer dengan cepat membungkam bibir merah itu dengan melumatnya perlahan dan penuh gairah.Hampir semua pasang mata langsung menoleh. Sebagian tersenyum malu, beberapa terlihat menatap dengan pandangan iri."Cemburu?" Rainer melepas pagutannya dan berbisik tepat di telinga Claire."Tidak! Terus-terang saja, dia memang pantas untukmu." Claire berkelit sambil mengatur napasnya yang memburu karena mendapat serangan kemesraan itu.Sesungguhnya, Claire sendiri sedang berusaha menampik rasa kesal itu. Apa ini namanya cemburu? Tidak
Kini, wajah Claire menjadi tegang. Aliran darahnya terasa berhenti. Ia teringat bungkusan yang diberikan Beth, teman Stella tadi.Salah satu obat yang ia minta memang pil penunda kehamilan. Ia tidak menyangka Beth sang apoteker berani menceritakan pesanannya tersebut pada orang lain.“Bagus kalau kamu tidak percaya,” tukas Rainer.“Aku selalu berusaha berpikiran positif. Terkadang wanita karir di negara maju memang seringkali menunda kehamilan karena mereka memang sibuk.” Dion kembali melirik Claire. “Tetapi, masalahnya, adat kita tidak membenarkan hal itu.”“Terima kasih untuk gosip-gosipnya, Dion. Aku jadi mawas diri sekarang.”Ya. Tentu saja Claire mendapat pelajaran berharga. Di sini, ia bukanlah siapa-siapa. Semua orang berpotensi menjatuhkannya hanya karena ia menikah dengan Rainer.“Omong-omong, aku juga tadi berkenalan dengan salah satu wanita muda bernama Beth. Apa benar namanya sama dengan istrimu, Dion?” Kini Claire mencoba mengalihkan perbincangan.“Pasti yang kamu maksud
Anthony mengangkat alis. Lelaki itu tampak berpikir sejenak. Ia cukup kaget ternyata Claire mengetahui jabatannya di luar negeri."Rainer sudah cerita padaku." Claire menjawab tanda tanya di wajah Anthony."Akh, begitu rupanya." Kini Anthony mengangguk mengerti."Anda pasti menjalankan perusahaan dengan sangat baik hingga Rainer sangat mempercayai Anda.""Dan Anda adalah istri yang baik sampai Rainer bercerita tentang perusahaan itu pada Anda."Claire terkekeh. Ia bukan wanita yang mudah terbuai pujian. Mungkin dari Rainer, iya. Tetapi, itu pun setelah mereka menikah."Apa waktu satu minggu sudah bisa disimpulkan bahwa aku adalah istri yang baik? Anda bercanda!" Claire menelengkan kepalanya.Anthony tersenyum simpul. "Anda berpikiran sangat logis. Terus-terang, aku pun kagum dengan Anda."Kagum? Atas dasar apa kekaguman itu?""Dalam berbisnis, tentu saja." Anthony menyahut cepat.Lelaki itu lalu bercerita bahwa ia pernah berada pada konferensi bisnis yang sama dengan Claire. Saat itu
Ternyata persiapan membawa keluarga Conrad tidaklah semudah bayangan Claire. Tercatat akan ada sepuluh orang yang akan ikut. Termasuk Stella.“Kenapa teman dekatmu itu selalu kamu bawa-bawa?” Claire mendengus kasar melihat daftar dan data identitas kesepuluh orang tersebut.“Kenapa kamu tidak setuju?”Wanita cantik itu terdiam sejenak. Berpikir untuk mencari alasan yang tepat agar tidak terlihat jelas bahwa ia sebenarnya tidak ingin Stella ikut.“Stella sangat dibutuhkan di sini. Aku lihat sendiri kemarin di kantormu, Stella sangat pandai mengurus keuangan bahkan pekerja perkebunan. Jika ia ikut, siapa yang akan memegang kendali di sini?”Claire merasa sangat jenius saat ini. Alasannya sangat bagus. Rainer akan berpikir ulang untuk memasukkan nama wanita itu ke dalam daftar.Rainer terlihat berpikir. Claire memandangi suaminya yang tampak sangat tampan jika sedang serius. Sehari-hari, Rainer lebih sering memasang wajah jahil, terutama pada Claire.“Kamu benar juga. Aku, Papa dan Dion
Sosok yang dipanggil Claire diam tak bergerak. Berdiri menghadap air terjun. Claire segera menghampiri.“Granny tidak apa-apa?” tanya Claire dengan cemas.Wanita itu berdiri di depan Granny. Wajah keriput itu menampakkan senyum tipis yang belum pernah dilihat Claire sebelumnya. Tampaknya, Granny benar-benar menyukai pemandangan di depannya.Tubuh Claire sedikit bergetar. Ia sangat takut. Namun, di depan Granny ia berusaha menguatkan diri.“Air terjunnya memang bagus, Granny,” ucap Claire pelan sambil mengikuti arah pandang wanita tua di sampingnya.Tak sengaja, air mata jatuh ke pipi Claire. Tangannya segera menghapus kasar pipinya yang basah. Jangan sampai ada yang tau ia menangis karena tiba-tiba Granny hilang.Lalu, tangan keriput itu menggenggam tangan Claire. Mengajaknya duduk di sebuah batu besar. Claire mengikuti dan menikmati hembusan angin di sekitar yang membuatnya dapat bernapas lega.“Granny suka air terjun, ya?”Tak disangka Granny memberi respon dengan mengangguk pelan.
Entah mengapa tidak ada yang protes Stella selalu hadir di antara keluarga Conrad. Lagipula, apa wanita ini tidak memiliki keluarga yang mencarinya? Bahkan dengan santainya, ia menginap dan tidur di kamar tamu seolah-olah kamar tersebut sudah menjadi tempat permanennya.Tentu saja Claire tidak bisa mengungkapkan rasa keberatan. Meskipun aneh, tetapi ia berusaha bersikap biasa saja. Ia hanya berpikir, mungkin selama ini karena Rainer di luar negeri, Stella juga membantu menjaga orang tua dan Granny Rainer.“Makan malamnya selalu lezat. Terima kasih, Mama,” puji Rainer.“Kebetulan tadi Mama hanya masak satu menu. Untung saja Stella datang dan memasak makanan lain. Jadi, ucapan terima kasihnya untuk Stella saja.”Dengan manis, Rainer mengucapkan terima kasih pada teman dekatnya. Claire mau tak mau mengikuti. Terlihat wajah Stella sumringah.“Kamu memang pandai sekali memasak, Stella.” Adam memuji masakan Stella.“Ah, biasa saja, Pa. Banyak kok, wanita-wanita lain yang lebih pintar memasa