Riri menatap sebuah tempat duduk yang ada di depannya. Tempat yang akan menjadi tempat pelaminannya di hias sedemikian rupa sesuai dengan apa yang dia inginkan. Walaupun melihat pemandangan indah di depannya, Riri masih terpikirkan tenang perkataan suaminya tadi. 'Apa benar mas Leon akan melepaskan Rena? Lalu bagaimana kalau sampai Rena tertangkap lagi? Tidak mungkin mas Leon akan benar-benar menghabisinya kan? Lalu bagaimana dengan lanjutannya?.’ Riri di buat kesal sekaligus kebingungan. Percakapan antara Leon dan ibu Rena hanya di dengar setengah oleh Riri. Riri yang sebenarnya penasaran pun berniat untuk mendengar pembicaraan mereka lebih lanjut, namun karna di seret paksa oleh beberapa anak buah Leon, Riri jadi tidak bisa mengetahui kelanjutannya. ‘Lagi pula sejak kapan mas Leon punya anak buah perempuan? Mana cantik-cantik lagi, bukannya preman tidak ada yang perempuan ya?.’ Riri termenung dengan mata yang masih menatap lurus kearah tempat pelaminannya, berbagai pertan
‘Siapa itu? Kenapa dia membawa pisau daging ketengah-tengah acara pesta seperti ini? Dan kenapa juga dia memakai masker di dalam ruangan yang penuh orang, memangnya dia tidak merasa sesak?.’ Kehadiran sesosok orang berbaju hitam yang tidak di ketahui identitasnya membuat Riri merasa sedikit was-was. Lokasinya yang berjarak beberapa meter darinya membuat hati Riri menjadi tak tenang dengan keselamatan orang-orang di sekitarnya. “Kenapa kak?.” Riri terperanjat kaget saat mendengar suara Dion di tengah-tengah pikirannya yang sedang berada di tempat lain. “Tidak apa-apa, hanya sedikit kepikiran saja.” Riri kembali menoleh kearah tempat di mana orang itu berada, namun anehnya di saat Riri mencari kembali keberadaannya, orang itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Hilangnya yang secara tiba-tiba membuat hati dan pikiran Riri menjadi semakin tidak tenang. Riri memperluas pandangan dan melihat sekeliling dengan teliti, setelah beberapa lama Riri memperhatikan sekitarnya, keberadaan
“Aksa sayang!...” Riri melangkahkan kakinya menuju panti asuhan di mana Aksa tinggal saat ini. Senyumnya mengembang sempurna di kala melihat sang bayi manis yang sudah tertawa karna melihatnya. Tanpa memperdulikan ibu penjaga panti, Riri langsung mengambil Aksa yang tengah duduk di atas kasur. Melihat tingkah istrinya, Leon hanya bisa menggelengkan kepala. Leon melangkahkan kakinya menghampiri ibu panti yang berada tak jauh darinya. “Maaf bu, untuk satu minggu ke depan Aksa akan kami bawa pulang. Untuk semua keperluannya akan saya siapkan, jadi ibu tidak perlu khawatir.” Setelah hampir satu bulan menghabiskan waktu berdua, Leon dan Riri memutuskan untuk membawa Aksa pulang ke rumah selama satu minggu penuh. Di sepanjang perjalanan Riri bermain-main dengan Aksa, senyumnya mengembang sempurna, dan suara tawa mereka memenuhi seisi mobil. Mobil yang mereka tumpangi melaju kencang membelah ramainya jalanan di kota Jakarta. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka sampai di r
“Nyonya ingin mereka pergi dari sini?.” Tanya Alden memastikan. Dengan sorot matanya yang tajam, Riri mengangguk mengiyakan ucapan Alden. Secara tiba-tiba dari arah belakang terdapat dua orang wanita berbaju hitam dan berdiri di samping kanan kirinya Riri. Alden berjalan menghampiri beberapa orang penggosip yang membicarakan keluarga bosnya. Dengan modal kata-kata dan perintah dari Riri, Alden membereskan mereka tanpa menimbulkan keributan seperti apa yang dia katakan tadi. Dengan mata kepalanya sendiri, Riri melihat banyak orang yang mulai menghampiri dan mengerumuni beberapa wanita yang tadi sedang membicarakannya. Hanya berselang beberapa menit saja para wanita itu hilang dari hadapan Riri. Riri terbelalak tak percaya, berkali-kali dia menggosok matanya untuk memastikan penglihatannya. “Apa kaca mataku sudah tidak berfungsi lagi?.” ***** Di dalam sebuah apartemen yang mewah terdapat sepasang mata panda milik Riri yang sedang terkantuk-kantuk. Sudah menjadi rutin
“Sudah bangun?.” Aroma bunga mawar menyerbak di seluruh penjuru kamar. Mata yang tadinya tertutup rapat perlahan-lahan terbuka. Sepasang mata coklat terlihat samar-samar karna mata Riri belum terbuka sepenuhnya. Riri mengerjapkan matanya berkali-kali, mata yang indah itu meneteskan air karna rasa sakit yang ada di sekujur tubuhnya. Rasa nyeri dan sakit yang ada di seluruh tubuh membuat Riri kesulitan untuk bergerak, dan bahkan untuk mengatur nafas pun sangat sulit. ‘Aduh, kenapa badanku sakit sekali? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?.’ “Sebelum protes, aku mau melakukan pembelaan diri dulu. Kalau kamu tidak menggodaku, aku tidak akan sebrutal tadi malam.” Riri menatap Leon yang sudah dalam kondisi segar bugar. Raut wajah Leon yang terlihat sangat bahagia dengan senyum yang sangat lebar membuat Riri terheran-heran sekaligus takut akan terjadi sesuatu hal yang mengerikan. “Mas kenapa?.” Tanya Riri dengan suara yang bahkan tidak keluar. Untungnya dengan kelebihan ajaib ya
Riri menggelengkan kepalanya. Dari awal Riri memang tidak yakin kalau Leon sendiri yang menyuruh Aksa untuk memanggilnya papah, tapi karna tidak ada orang lain yang bisa di jadikan tersangka, Riri memilih Leon karna memang hanya Leon-lah yang sering berada di dekat Aksa selain dirinya.'Tunggu dulu, kalau bukan mas Leon, apa mungkin Angel sendiri yang mengajari Aksa dan menyuruh Aksa memanggilnya mamah?.'Leon tercengang mendengar nama Angel di sebutkan, terlebih lagi jika benar Angel yang menyuruh Aksa memanggil dirinya sendiri dengan sebutan mamah.Leon berpikir sejenak, banyak sekali perbedaan yang dia dapatkan dari laporan Alden dan cerita Riri, keduanya memberikan pernyataan yang sangat berbanding terbalik hingga membuat kepala Leon menjadi pusing.'Hanya ada satu yang benar, dan aku yakin kalau laporan Alden tidak salah. Tapi jika bukan Angel, siapa orang memasukkan obat perangsang dan mengajari Aksa yang tidak-tidak?.'“Oh iya, tadi mas tanya soal aku makan atau minum sesuatu s
“Aku tidak mau tahu! Papah harus membantuku agar bisa bergabung dengan keluarga Ganada!.” Samar-samar Asrof mendengar suara kekasihnya yang terdengar sedang marah. Asrof berusaha bangkit dari tidurnya dengan susah payah. Siluet seorang wanita yang berada tidak jauh darinya membuat Asrof terpaku sejenak. ‘Della kan? Apa maksudnya tadi?. Apa aku salah dengar?. Apa jangan-jangan..." “Kamu sudah sadar ya? Aku takut sekali waktu dengar kamu sakit. Padahal kita tinggal bersebelahan, tapi aku malah tidak bisa menjagamu.” “Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan saja.” Asrof terduduk lemas di atas ranjang. Semenjak tiga hari yang lalu dirinya memang mengalami demam tinggi, tapi apa terjadi padanya tadi malam benar-benar di luar nalar. ‘Sepertinya aku pernah merasakan sensasi tadi malam, tapi di mana ya? Dan dengan siapa aku mengalaminya?.' ***** Beberapa lembar kertas surat lamaran berada di tangan Riri. Setelah mengetahui ada yang tidak beres dengan kedua babysitter Aksa, Ri
Suasana seketika hening. Tawa Leon pun berhenti, badannya juga membeku ketika tangan Riri menghantam wajahnya. “Sakit.” Cicit Leon pelan. Riri berdecih sambil memalingkan wajahnya. Ucapan Leon yang tidak ada lucu-lucunya membuat Riri naik pitam. Kalau di posisi Della pun dirinya pasti akan menampar wajah orang yang menertawakan aibnya. Hal tabu seperti itu tidak bisa di jadikan candaan seenaknya, selain mencoreng harga diri Della, hal itu juga dapat mencoreng harga diri para wanita lainnya. Bagi sebagian orang memang terdengar lucu, tapi bagi korban, itu adalah hal memalukan yang mungkin tidak akan pernah bisa dia lupakan. “Jangan katakan seperti itu lagi!. Awas saja nanti kalau aku dengar mas Leon tertawa karna itu!.” Wajah Leon terlihat sangat masam, teguran dari istrinya yang terlihat sangat marah membuat mulut Leon tertutup rapat. “Iya. Lagian aku kan tertawa karna om Asrof di tampar.” Kilah Leon mencari alasan. Walaupun dirinya memang menertawakan kemalangan pamannya,
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol