Dengan langkahnya yang gontai, Riri berjalan menuju kearah beberapa orang yang sudah menunggunya, melihat pemandangan yang ada di depannya, Riri mendumal sejadi-jadinya. “Dia yang suruh menunggu, dia sendiri yang hilang entah kemana. Memangnya tidak bisa ya menjemputku dulu? Kalau ada yang penting kan bisa tinggal bilang saja, kenapa pula dia menyuruhku menunggu di dalam, benar-benar menyebalkan.” “Kembali anakku! Kamu sendiri kan yang berjanji akan menjaga Renata! Kenapa sekarang malah kamu sendiri yang menyakitinya! Mana janjimu yang dulu?!.” Tubuh Riri seketika membeku, langkahnya terhenti, dan mulut yang sudah dari tadi terus mendumal tiba-tiba diam seribu bahasa. Suara yang terdengar sangat jauh namun jelas membuat Riri kehilangan kata-katanya. ‘Tunggu dulu, tadi dia bilang janji kan? Apa yang datang barusan itu ibunya Rena?.’ Riri menoleh menatap jendela butik, rasa penasaran memenuhi hatinya, kakinya yang diam kembali ingin bergerak karna merasa gatal. Riri berpikir s
Riri menatap sebuah tempat duduk yang ada di depannya. Tempat yang akan menjadi tempat pelaminannya di hias sedemikian rupa sesuai dengan apa yang dia inginkan. Walaupun melihat pemandangan indah di depannya, Riri masih terpikirkan tenang perkataan suaminya tadi. 'Apa benar mas Leon akan melepaskan Rena? Lalu bagaimana kalau sampai Rena tertangkap lagi? Tidak mungkin mas Leon akan benar-benar menghabisinya kan? Lalu bagaimana dengan lanjutannya?.’ Riri di buat kesal sekaligus kebingungan. Percakapan antara Leon dan ibu Rena hanya di dengar setengah oleh Riri. Riri yang sebenarnya penasaran pun berniat untuk mendengar pembicaraan mereka lebih lanjut, namun karna di seret paksa oleh beberapa anak buah Leon, Riri jadi tidak bisa mengetahui kelanjutannya. ‘Lagi pula sejak kapan mas Leon punya anak buah perempuan? Mana cantik-cantik lagi, bukannya preman tidak ada yang perempuan ya?.’ Riri termenung dengan mata yang masih menatap lurus kearah tempat pelaminannya, berbagai pertan
‘Siapa itu? Kenapa dia membawa pisau daging ketengah-tengah acara pesta seperti ini? Dan kenapa juga dia memakai masker di dalam ruangan yang penuh orang, memangnya dia tidak merasa sesak?.’ Kehadiran sesosok orang berbaju hitam yang tidak di ketahui identitasnya membuat Riri merasa sedikit was-was. Lokasinya yang berjarak beberapa meter darinya membuat hati Riri menjadi tak tenang dengan keselamatan orang-orang di sekitarnya. “Kenapa kak?.” Riri terperanjat kaget saat mendengar suara Dion di tengah-tengah pikirannya yang sedang berada di tempat lain. “Tidak apa-apa, hanya sedikit kepikiran saja.” Riri kembali menoleh kearah tempat di mana orang itu berada, namun anehnya di saat Riri mencari kembali keberadaannya, orang itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Hilangnya yang secara tiba-tiba membuat hati dan pikiran Riri menjadi semakin tidak tenang. Riri memperluas pandangan dan melihat sekeliling dengan teliti, setelah beberapa lama Riri memperhatikan sekitarnya, keberadaan
“Aksa sayang!...” Riri melangkahkan kakinya menuju panti asuhan di mana Aksa tinggal saat ini. Senyumnya mengembang sempurna di kala melihat sang bayi manis yang sudah tertawa karna melihatnya. Tanpa memperdulikan ibu penjaga panti, Riri langsung mengambil Aksa yang tengah duduk di atas kasur. Melihat tingkah istrinya, Leon hanya bisa menggelengkan kepala. Leon melangkahkan kakinya menghampiri ibu panti yang berada tak jauh darinya. “Maaf bu, untuk satu minggu ke depan Aksa akan kami bawa pulang. Untuk semua keperluannya akan saya siapkan, jadi ibu tidak perlu khawatir.” Setelah hampir satu bulan menghabiskan waktu berdua, Leon dan Riri memutuskan untuk membawa Aksa pulang ke rumah selama satu minggu penuh. Di sepanjang perjalanan Riri bermain-main dengan Aksa, senyumnya mengembang sempurna, dan suara tawa mereka memenuhi seisi mobil. Mobil yang mereka tumpangi melaju kencang membelah ramainya jalanan di kota Jakarta. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka sampai di r
“Nyonya ingin mereka pergi dari sini?.” Tanya Alden memastikan. Dengan sorot matanya yang tajam, Riri mengangguk mengiyakan ucapan Alden. Secara tiba-tiba dari arah belakang terdapat dua orang wanita berbaju hitam dan berdiri di samping kanan kirinya Riri. Alden berjalan menghampiri beberapa orang penggosip yang membicarakan keluarga bosnya. Dengan modal kata-kata dan perintah dari Riri, Alden membereskan mereka tanpa menimbulkan keributan seperti apa yang dia katakan tadi. Dengan mata kepalanya sendiri, Riri melihat banyak orang yang mulai menghampiri dan mengerumuni beberapa wanita yang tadi sedang membicarakannya. Hanya berselang beberapa menit saja para wanita itu hilang dari hadapan Riri. Riri terbelalak tak percaya, berkali-kali dia menggosok matanya untuk memastikan penglihatannya. “Apa kaca mataku sudah tidak berfungsi lagi?.” ***** Di dalam sebuah apartemen yang mewah terdapat sepasang mata panda milik Riri yang sedang terkantuk-kantuk. Sudah menjadi rutin
“Sudah bangun?.” Aroma bunga mawar menyerbak di seluruh penjuru kamar. Mata yang tadinya tertutup rapat perlahan-lahan terbuka. Sepasang mata coklat terlihat samar-samar karna mata Riri belum terbuka sepenuhnya. Riri mengerjapkan matanya berkali-kali, mata yang indah itu meneteskan air karna rasa sakit yang ada di sekujur tubuhnya. Rasa nyeri dan sakit yang ada di seluruh tubuh membuat Riri kesulitan untuk bergerak, dan bahkan untuk mengatur nafas pun sangat sulit. ‘Aduh, kenapa badanku sakit sekali? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?.’ “Sebelum protes, aku mau melakukan pembelaan diri dulu. Kalau kamu tidak menggodaku, aku tidak akan sebrutal tadi malam.” Riri menatap Leon yang sudah dalam kondisi segar bugar. Raut wajah Leon yang terlihat sangat bahagia dengan senyum yang sangat lebar membuat Riri terheran-heran sekaligus takut akan terjadi sesuatu hal yang mengerikan. “Mas kenapa?.” Tanya Riri dengan suara yang bahkan tidak keluar. Untungnya dengan kelebihan ajaib ya
Riri menggelengkan kepalanya. Dari awal Riri memang tidak yakin kalau Leon sendiri yang menyuruh Aksa untuk memanggilnya papah, tapi karna tidak ada orang lain yang bisa di jadikan tersangka, Riri memilih Leon karna memang hanya Leon-lah yang sering berada di dekat Aksa selain dirinya.'Tunggu dulu, kalau bukan mas Leon, apa mungkin Angel sendiri yang mengajari Aksa dan menyuruh Aksa memanggilnya mamah?.'Leon tercengang mendengar nama Angel di sebutkan, terlebih lagi jika benar Angel yang menyuruh Aksa memanggil dirinya sendiri dengan sebutan mamah.Leon berpikir sejenak, banyak sekali perbedaan yang dia dapatkan dari laporan Alden dan cerita Riri, keduanya memberikan pernyataan yang sangat berbanding terbalik hingga membuat kepala Leon menjadi pusing.'Hanya ada satu yang benar, dan aku yakin kalau laporan Alden tidak salah. Tapi jika bukan Angel, siapa orang memasukkan obat perangsang dan mengajari Aksa yang tidak-tidak?.'“Oh iya, tadi mas tanya soal aku makan atau minum sesuatu s
“Aku tidak mau tahu! Papah harus membantuku agar bisa bergabung dengan keluarga Ganada!.” Samar-samar Asrof mendengar suara kekasihnya yang terdengar sedang marah. Asrof berusaha bangkit dari tidurnya dengan susah payah. Siluet seorang wanita yang berada tidak jauh darinya membuat Asrof terpaku sejenak. ‘Della kan? Apa maksudnya tadi?. Apa aku salah dengar?. Apa jangan-jangan..." “Kamu sudah sadar ya? Aku takut sekali waktu dengar kamu sakit. Padahal kita tinggal bersebelahan, tapi aku malah tidak bisa menjagamu.” “Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan saja.” Asrof terduduk lemas di atas ranjang. Semenjak tiga hari yang lalu dirinya memang mengalami demam tinggi, tapi apa terjadi padanya tadi malam benar-benar di luar nalar. ‘Sepertinya aku pernah merasakan sensasi tadi malam, tapi di mana ya? Dan dengan siapa aku mengalaminya?.' ***** Beberapa lembar kertas surat lamaran berada di tangan Riri. Setelah mengetahui ada yang tidak beres dengan kedua babysitter Aksa, Ri