Qizha penasaran, apakah benar Qansha masih hidup? Tapi untuk apa Qasam menyembunyikan hal ini? Untuk apa dia membohongi semua orang? Bahwa sebenarnya Qansha tidak meninggal pasca menenggak racun. Atau apa yang sebenarnya telah terjadi? Sebenarnya Qizha juga tak mau diam- diam menyelidiki hal ini, rasanya menajdi seperti istri yang tak memiliki kepercayaan pada suami. Namun rasa penasaran telah menggerakkan hatinya menuju ke sana. Semua ini gara- gara Hasan. Dia telah mengubah isi pikiran Qizha. Tapi mau bagaimana lagi?"Di sini, Mbak?" tanya supir menghentikan mobil di alamat yang dituju. "Ya, Pak." Qizha mengedarkan pandangan ke sekitar. Melihat area mewah yang tercipta di sekitar perumahan komplek itu. Tatanan perumahannya sangat eksotik. Bagus sekali. Mayoritas adalah perumahan elit. Ada anak- anak berlarian di sekitar halaman perumahan. Ada pula taman bermain, serta lapangan badminton yang tersedia di sana. Beberapa orang wanita berpenampilan elegan menunggu anak- anaknya yang
“Jika hanya melihat mereka tinggal serumah berdua, bukan lantas mereka adalah suami istri,” imbuh Qizha mendesak penjelasan para ibu- ibu."Bukan, Mbak. Perempuan itu istrinya kk. Soalnya si lelaki pernah bilang begitu. Waktu ditanya tinggal sama siapa, dia jawab sama istrinya. Mana mungkin bohong sih. Masak adik sendiri diakui sebagai istri?" sahut ibu berhijab ungu. "Arau itu simpanannya? Barang kali dia punya istri sah, makanya perempuan itu disembunyikan. Nggak boleh keluar rumah."Perasaan Qizha makin tak karuan. Benarkah perempuan itu adalah sinpanannya Qasam? Atau maksudnya adalah istri lainnya Qasam? Mungkinkah Hasan mengatakan kalau wanita itu adalah Qansha supaya Qizha bersedia menyelidikinya? Bahwa sebenarnya Qasam tidak menyembunyikan Qizha, tapi menyembunyikan perempuan lain selain Qizha. Sebab jika Hasan mengatakan kalau Qasam memiliki perempuan simpanan, pasti Qizha tak akan percaya dan lebih memilih tak mau mendengarkan perkataan Hasan. Rupanya Hasan hanya memberi clu
Tunggu dulu, mengenai Hasan, Qizha pun tak bisa sepenuhnya mempercayai perkataannya, sebab Hasan memiliki dendam tersendiri pada Qasam. Bisa saja Hasan hanya bermaksud ingin menjatuhkan Qasam dengan cara ini. Tapi, tetap saja Qizha harus menyelidiki, sebab dia sudah menemukan clue dari rahasia yang disembunyikan Qasam. Para ibu ibu komplek mengatakan bahwa Qasam memang selalu keluar masuk di perumahan yang alamatnya disebutkan oleh Hasan. Ada sosok perempuan di rumah itu. Siapa dia? Qasam mengakui perempuan itu adalah istrinya. Ah, sakit sekali setiap mengingat hal itu."Hei, aku menanyaimu, kenapa diam saja?" Qasam menjentikkan jarinya ke depan wajah Qizha.Qizha tergagap. Menanyai? Jadi sejak tadi Qasam menanyai Qizha? Qizha melamun saja sejak tadi sampai tak tahu apa yang dikatakan suaminya. "Kamu ngomong apa, Mas?" "Apa kau tadi di rumah saja?"Waduh, Qizha harus jawab apa? Kalau bohong, takut ketahuan. Tapi dia ijin tidak kerja karena ingin istirahat. Lalu kalau ia malah ke
Namun, pikiran Qizha kembali goyah. Kalau bukan sekarang, kapan lagi Qizha menyelidiki isi hp Qasam? Qasam tentu sering menghubungi perempuan itu dari hp. Rasa penasaran memaksa Qizha kembali meraih hp Qasam. Mumpung Qasam sedang lelap, Qizha harus bisa memanfaatkan waktu.Qizha menggerak-geakkan tangan di atas mata Qasam. Pria itu diam saja alias tidak terganggu, artinya Qasam pulas sekali.Qizha memulai dengan menggeser layar.Ah, pakai pola. Apa polanya? Qizha tentu tak bisa membuka hp itu tanpa mengetahui polanya. Kecewa, Qizha meletakkan hp kembali ke meja. Namun, Qizha terkejut saat pergelangan tangannya dipegang oleh Qasam.“Haha?” Qizha menoleh dan menatap Qasam sudah dalam keadaan melek, kepala pria itu sedikit terangkat, menatap Qizha lekat.Mata yang tadi terpejam itu sedikit pun tak kelihatan memerah. Biasanya, orang yang baru saja bangun tidur pasti matanya memerah. Tapi dia tidak. Apakah ini artinya Qasam tidak tidur tadi?Mereka bertukar pandang.Qizha m
“Kehidupanku denganmu berbeda, Qizha. Kau memiliki sedikit sosialisasi dan sedikit pula masalah hidup. Sedangkan aku memiliki interaksi sosial yang jangkauannya sangat luas dan kompleks. Lalu, apakah kompleks permasalahanku yang sebanyak itu seharusnya kau ketahui semuanya?” tanya Qasam. “Ya, aku tahu kamu memiliki komplek masalah yang jauh lebih banyak dariku. Dan aku juga nggak akan mungkin memasuki semua masalahmu.”“Okey, kalau begitu jangan menuntut padaku supaya semua kehidupanku perlu kamu ketahui.”“Setidaknya masalah penting dan masalah besar yang berkaitan denganku, maka aku juga perlu mengetahuinya,” ucap Qizha.“Jangan memancing emosiku, Qizha.”Oke, lupakan persoalan Hasan yang bilang kalau Qansha masih hidup. Lidah Hasan memang tidak bisa dipercaya. Tapi setidaknya Hasan memberikan informasi berkaitan dnegan Qasam mengenai alamat rumah yang disebutkan. Ingatan Qizha melayang pada pengakuan ibu- ibu komplek perumahan elit yang mengaku kalau Qasam sering mendatan
“Bukankah pekerjaan Qasam itu sudah dihandle oleh asistennya, si Fahri itu. Tapi kulihat semalaman Qasam pergi, bahkan dia pergi dengan ekspresi marah. Dia sedang dalam keadaan tidak senang. Dia tidak tidur di rumah. Ada apa dengannya?” celetuk Oma Amira. Wanita paruh baya yang tengah mengolesi roti dengan selai di meja makan. Qizha melirik singkat pada Amira sambil mengaduk adonan. Dia sedang membuat donat. Perasaannya galau sejak kemarahan Qasam tadi malam. Bawaannya ingin mengadon semen, eh nemunua tepung, jadi diadon saja jadi donat. Fara membantu Qizha. “Qasam memang begitu. Dia banyak urusan. Bukan hanya pekerjaan rumah saja yang dia urus,” sahut Habiba yang tengah menyantap sandwich. Dua wanita itu tengah sarapan. Tak ada Qasam sejak tadi malam pergi, sampai pagi ini pria itu tak kembali.Qizha makin gedeg. Melihat Qasam tak kunjung pulang dan pergi entah kemana membawa kemarahan, Qizha memendam kesal atas sikap suaminya yang malah menutupi keadaan tanpa mau terbuka.
Qasam membaringkan tubuh di kasur. Matanya terpejam. Dia tidur di rumah miliknya. Tidak ada yang mengganggunya di san. Pikirannya sedang keruh gara- gara merasa kesal telah dimata- matai istri sendiri. Hal itu membuktikan kalau Qizha tidak mempercayainya. Qasam kesal sekali. Bukankah Qasam adalah lelaki yang berkuasa, segalanya dia miliki, bahkan secara fisik pun, dia sempurna. Lalu kenapa istrinya malah memperlakukannya seperti itu?Qasam seharusnya dianggap sebagai lelaki yang diagungkan dan dimuliakan, serta dibanggakan. Tak pantas untuk dicurigai. Seharusnya Qizha sudah cukup merasa bangga dan tak perlu bersikap seperti itu. begitulah isi pikiran Qasam. "Qasam!" Fahri membuka pintu dan melenggang masuk.Fahri berkunjung ke rumah itu untuk menemui Qasam. Dia sudah menelepon Qasam sebelumnya. "Aku ingin bicarakan mengenai meeting tadi siang." Fahri berdiri di dekat kasur. Qasam membuka mata, menatap sahabatnya itu malas. "Jangan bahas soal pekerjaan dulu, aku sedang malas. Kau
"Sebagai lelaki, aku hanya merasa tidam dihargai atas sikapnya yang mencurigaiku dan memata- mataiku secara diam- diam. Apa salahnya dia bertanya langsung padaku tanpa perlu mencari tahu di belakangku secara diam- diam.""Tapi kau tidak tahu kalau perempuan itu sensitif sekali. Saat dia mendnegar kabar buruk tentangmu, dia sudah terluka duluan. Kau sendiri yang merasa kalau kau itu penguasa dan patut dibanggakan. Untuk bertanya apakah benar kau seburuk yang dikatakan orang lain saja, mungkin dia sudah gemetar duluan."Lagi- lagi Qasam membenarkan perkataan Fahri, namun lidahnya tak mau mengakui meski hatinya membenarkan. "Kalau Qizha menanyakannya kepadamu, apakah kau yakin akan menjawabnya jujur?" tanya Fahri."Dengan dia tidak bertanya kepadaku dan malah memata- mataiku secara diam- diam saja sudah jelas dia tidak percaya padaku, bagaimana mungkin dia akan menanyakan kepadaku secara langsung? Jelas dia tidak akan mempercayai perkataanku meski apa pun penjelasanku. Dia tahu kalau su
Qizha bermain dengan Zein di ruang main yang sengaja di desain khusus untuk anak bermain. Di sana lengkap ada berbagai macam jenis mainan, muali dari mobil-mobilan, bola, tempat mandi bola, perosotan, bahkan permainan untuk lompat-lompatan pun ada.Qizha mengawasi dari jarak beberapa meter, duduk sambil minum jus. Di sisinya ada Arini yang selalu stand by, memberikan apa saja keperluan Qizha.Si kecil mandi bila bersana dengan baby sitter yang tak pernah lepas dari posisi Zein kemana pun pergi. Qizha menatap layar ponselnya yang menunjuk tanggal dua belas, artinya tiga hari lagi Qasam pulang. Lama sekali rasanya menghitung hari. Serindu itu ternyata Qizha pada Qasam? Qizha malu jika mengingat dirinya yang nyaris seperti orang kasmaran dan jatuh cinta. Benda pipih itu kemudian berdering, nama Qasam tertera di layar. Qasam menelepon? Qizha tersenyum senang. Ia langsung menjawab telepon dan mengucap salam.“Kenapa sudah meneleponku? Kangen?” tanya Qizha.“Ha haa… tidak. Aku sama seka
Sudah tiga minggu Qasam pergi ke Jepang sejak terakhir kali Qizha mengantarnya ke bandara, pria itu belum kembali. Kemarin mengaku hanya akan perhi selama dua minggu, tapi ternyata sudah tiga minggu berlalu, Qasam belum kembali.Qizha mengerjakan aktivitas seperti biasanya, menghabiskan waktu dengan bermain bersama Zein, putra semata wayangnya. Kini, Zein sudah tumbuh makin besar. Usianya satu tahun. Di usia sembilan bulan, Zein sudah bisa berjalan. Sekarang, bocah itu sudah bisa berlari meski belum kencang.Qizha merindukan Qasam. Pria itu memang ngangenin. Sebentar tak ketemu, rasa rindu sudah sampai ke ubun- ubun. Sikap Qasam yang setahun belakangan terlihat memuliakan wanita, membuat Qizha merasa kalau Qasam itu seperti candu. Bayangkan saja, setiap saat, Qizha selalu saja mendapat kelembutan dan perhatian khusus dari suaminya. Lalu beberapa minggu, ia harus berpisah. Tentu saja ia rindu. Qizha baru saja meletakkan tubuh Zein ke kasur tidur khusus balita, berdekatan dengan kas
Baby sitter terlihat terampil ketika memandikan Zein, bayi yang baru berusia dua minggu. Qizha mengawasi di samping baby sitter. Selama ini, Qizha sendiri yang memandikan bayinya. Baru kali ini ia mengijinkan baby sitter memandikan bayinya, itu pun diawasi olehnya.“Kamu keliahtan terbiasa memandikan bayi,” komentar Qizha.“Iya, Non. Soalnya saya khusus mengurus bayi merah kan dulu sewaktu dip anti asuhan. Dan setelah masuk yayasan, saya juga jadi baby sitter,” sahut wanita yang usianya sekitar empat puluh limaan tahun itu.“Pantesan cekatan. Sini, biar aku yang pakaikan bajunya. Baju dan peralatan untuk si kecil sudah disiapkan?” Qizha mengambil alih bayinya setelah diangkat dari bak mandi.“Sudah, Non.” Qizha melangkah keluar dan segera memasang baju bayi yang sudah disediakan. Termasuk minyak kayu putih dan bedak juga sudah disediakan. Di kamar bayi itu, aroma minyam telon menguar, harum. Arini mendampingi Qizha. Dia bertugas untuk melayani Qizha. Sedangkan baby sit
Qasam membawa air hangat kuku dari pemanas air di sudut kamar sesuai permintaan Qizha dan menyerahkannya kepada istrinya itu. “Ayo minum!”Qasam membantu mendekatkan gelas ke bibir Qizha.“Aku bisa sendiri, Mas,” ucap Qizha dan mengambil alih gelas tersebut lalu meminumnya “Terima kasih, Mas.”Pandangan Qasam kemudian tertuju ke bayi kecil yang ada di samping Qizha. Pipinya tebem, kulitnya putih kemerahan. Hidungnya mancung. Menggemaskan dan lucu sekali. Ini adalah hari pertama Qizha dibawa pulang ke rumah setelah menjalani perawatan selama tiga hari di rumah sakit. Padahal sebenarnya di hari kedua Qizha sudah diijinkan pulang karena kondisinya sehat dan baik-baik saja, namun seperti biasa, Qasam melarang Qizha pulang dan dia diminta untuk dirawat di rumah sakit dengan pantauan dokter. Rumah sakit milik ayahnya, jadi mudah saja baginya mengatur kondisi di rumah sakit.Bahkan, kini Qasam meminta dokter keluarga untuk mengecek kondisi ibu dan bayi ke rumah di tiga hari perta
“Pinggangku sakit banget, Mas!” ucap Qizha sambil memegangi pinggang. Mulutnya meringis. Sebenarnya sudah sejak di perjalanan tadi Qizha merasakan ngilu, namun ia menahannya karena rasa ngilu itu datang dan hilang begitu saja. dia mengira hal itu biasa terjadi seiring kehamilannya yang semakin membesar.Namun, kini rasa ngilu itu makin parah, hampir setiap lima belas menit sekali muncul dan rasanya melilit sampai ke perut bagian bawah. Habiba memegang perut Qizha, rasanya keras menggumpal ke satu titik. Kemudian gumpalan keras itu bergerak menuju ke titik lain. Begitu seterusnya.“Ini Qizha sudah mau melahirkan. Ayo cepat bawa ke rumah sakit,” seru Habiba, membuat Qasam langsung gerak cepat menggendong tubuh Qizha dan membawanya ke mobil.Supir menyetir dnegan kelajuan tinggi mendengar suara ritihan Qizha di belakang. Qasam menggenggam tangan Qizha sambil terus mengatakan kata-kata motifasi.Qizha berkeringat, mukanya makin memucat, lemas sekali. Sesekali meringis menahan s
Semenjak Qizha tahu kalau Sina rujuk dengan Arsen, ia menjadi jauh lebih lega. Kini adiknya itu sudah ada yang menanggung jawabi. Hidupnya tidak lagi mengenaskan, Qizha pun tak perlu mencemaskan keadaannya lagi. Sina kini tinggal bersama sang suami. Setelah balitanya keluar dari rumah sakit, Sina mengunjungi rumah Qasam, menemui Qizha dan Qasam untuk mengucapkan rasa terima kasih. Arsen pun menunjukkan sikap layaknya sebagai saudara ipar. Qizha memberikan beberapa helai pakaian dan jilbab baru kepada Sina seperti yang dia janjikan. Qasam pun mulai membuka hati pada Sina. Dia tidak ketus lagi melihat sikap Sina yang jelas sudah jauh berubah. Penampilan Sina pun sudah tidak lusuh lagi seperti saat dia menjanda. Sepeninggalan Sina dan Arsen, tinggal lah Qizha dan Qasam yang duduk di ruang tamu berdua. “Mas, kamu udah nggak benci lagi sama Sina, kan?” tanya Qizha sambil.memegang tangan suaminya.“Tidak.” Tatapan Qasam tertuju pada mata bulat istrinya yang menggemaskan. “Dia seperti
Qizha menatap ekspresi wajah adik tirinya yang tak pernah dia lihat selama ini, wajah itu tampak jajh lebih menyedihkan, penuh penyesalan, dan tatapan iba. Ini adalah pemandangan pertama kalinya. Wajah Sina benar-benar tampak sangat mengenaskan. Bahkan tampilannya pun berbada, dia memakai kerudung untuk menutup auratnya. Apakah ini adalah awal bagi Sina untuk taubat? Dari mata adiknya, Qizha tidak melihat dendam dan tatapan kebencian seperti dulu. Setiap manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.Qizha meraih pundak Sina. “Bawa anakmu ke rumah sakit sekarang. Aku akan mengantarmu.”Sina mengangguk dengan senyum dan air matanya langsung berurai. “Iya, Kak. Makasih.”***Di rumah sakit itu, Qizha dan Sina duduk di depan balita yang terbujur dengan selang infus menusuk di kaki. Si kecil tidur pulas. Qizha didampingi oleh Arini, asisten rumah tangga yang satu itu tak diijinkan jauh dari Qizha. Selalu diminta Qasam untuk mendampingi Qizha. Wajah Sina yang tadinya murung, kini
“Mas, becandanya nggak lucu. Masak ngintip sih?” tanya Qizha yang tak terima suaminya mengucapkan kata-kata konyol tadi. “Ya, kalau aku lagi nganu sama kamu kan itu kepala bawah lagi ngintip ke dalam. He hee…” Qasam makin konyol. Ia kembali mengelus permukaan perut Qizha. Ia merasakan sensasi saat janin di dalam bergerak-gerak. “Dia bergerak. Setiap kali aku memancing dengan elusan, pasti dia bergerak-gerak.” Qasam tersenyum.“Iya, kalau ada pancingan dari luar, bayi kita pasti merespon. Dia tahu ada yang perhatian kepadanya.”“Tendangannya makin hari makin kuat.”“Namanya juga sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu hari, ya tentu makin kuat dong.”“Hah? Sudah sembilan bulan?” Qasam kaget. “Cepat sekali rasanya? Aku bakalam punya anak nih sebentar lagi?”Qizha tersenyum. “Kamu kok jam segini udah pulang, Mas? Biasanya pulangnya agak malam atau lebih sore. Ini baru jam tiga sore loh.”“Aku kangen sama kamu, makanya cepet- cepet pulang.”“Sekarang sudah mulai bisa gombalin ya? Receh l
Tujuh bulan sudah berlalu. Kini Qizha menghabiskan waktu di rumah saja, menikmati kehamilannya yang sudah membuncit. Dia menghabsikan waktu dengan berjalan santai di sekitar rumah. Pemandangan di sekitar rumah besar yang dikelilingi pagar beton setinggi dua meter itu sangat asri. Ada banyak tanaman hijau yang menyejukkan mata, pancuran air pun ada. Qizha ditemani asisten rumah tangga yang setia mengikutinya. Menyediakan apa saja keperluannya. Ah, Qizha benar-benar merasa speerti ratu. Iya, diratukan oleh suaminya.Saat bosan, Qizha pergi ke salon. Menikmati creambath dan berbagai jenis perawatan lainnya.Qizha juga sesekali jalan-jalan ke mall untuk melihat-lihat suasana baru. Dikawal oleh asisten rumah tangga yang ditugaskan menemani. Namanya Arini, asisten rumah tangga yang sopan dan ramah. Dia melayani Qizha mulai dari A sampai Z. dia hafal kapan Qizha harus makan, minum susu, makan buah, dan minum jus. Dia juga mengambilkan handuk saat Qizha mau mandi, menyiapkan p