Tok tok tok Seulas senyum samar langsung muncul di bibir Sellandra saat dia mendengar suara ketukan di jendela kamarnya. Dia yang baru saja selesai berendam segera berjalan cepat menuju jendela hanya dengan memakai baju kimono mandi dan rambut basahnya yang tergerai bebas. "Sell, pipimu kenapa?" tanya Ero kaget begitu jendela di buka. Tak peduli apakah Sellandra akan marah atau tidak, dengan cepat Ero mengelus luka lebam yang ada di wajah cantiknya. Marah, itu sudah pasti. Bahkan otot-otot di tangan Ero sampai bermunculan karena dia yang tengah berusaha menahan emosinya. "Apa ini ulah Nenek Kasturi? Atau ada anggota keluarga lain yang menyakitimu? Beritahu aku, Sellandra. Aku tidak suka ada yang bersikap kasar padamu seperti ini!" "Hanya kesalah-pahaman saja, Ero. Tadi Kintan mencoba memfitnahku di hadapan Nenek, makanya beliau marah kemudian tak sengaja menamparku. Sudah ya jangan panik. Aku baik-baik saja," jawab Sellandra sambil tersenyum kecil. Kesedihan di hatinya serasa mengh
"Sayang, apa semua berkasnya sudah tidak ada yang tertinggal?" tanya Nadia sambil memperhatikan Sellandra yang baru saja keluar dari dalam kamar. "Tidak ada, Bu. Semua berkasnya sudah aku masukkan ke dalam tas," jawab Sellandra seraya tersenyum hangat. Dia berjalan ke arah sang ibu kemudian memeluknya dengan sangat erat. "Tolong do'akan agar kerjasama ini berjalan lancar ya, Bu. Karena hanya inilah jalan satu-satunya untuk mempertahankan perusahaan milik almarhum Kakek." "Pasti sayang. Ibu pasti akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan juga untuk perusahaan!" Nadia dengan penuh sayang mengelus punggung Sellandra yang sebentar lagi akan segera pergi memperjuangkan kelangsungan dari perusahaan milik mendiang ayah mertuanya. Jujur, sebenarnya tadi saat semua orang sedang sarapan, Nadia di kejutkan oleh sebuah luka lebam yang ada di sudut bibir Sellandra. Namun setelah dia tahu kalau Sellandra akan segera pergi melakukan tugas yang sangat penting, Nadia berusaha menahan diri untu
"Eh, kenapa mobilnya jadi seperti ini? Apa yang terjadi?" ucap Sellandra bingung saat mobilnya bergerak tersendat-sendat. Ekor matanya lalu tak sengaja melihat kalau bahan bakar di mobilnya telah habis. "Kenapa bisa habis. Bukankah sopir selalu memeriksa mobil ini setiap pagi ya. Aneh!" Belum hilang keheranan di diri Sellandra, dia langsung teringat akan keberadaan dua sepupunya di ruang tamu rumah mereka tadi. Akhirnya Sellandra sadar penyebab kenapa mobilnya bisa sampai kehabisan bahan bakar seperti ini. Dia di kerjai. "Bima, Kintan. Aku sungguh tidak mengerti kenapa kalian bisa setega ini padaku. Apa kalian lupa kalau aku ini sedang berjuang untuk mempertahankan perusahaan milik Kakek? Tega sekali kalian menghambat perjalananku menuju Aeron Group," ujar Sellandra lirih. Tak mau membuang waktu, Sellandra segera membuka tasnya hendak mengambil ponsel. Namun di detik selanjutnya Sellandra langsung membenturkan kepalanya ke stir mobil begitu dia ingat kalau ponselnya tertinggal di r
Dengan terburu-buru Sellandra membayar uang taxi lalu bergegas masuk ke Aeron Group. Sambil terus melihat ke arah jam di tangannya, Sellandra meramalkan doa berharap kalau dia masih belum terlambat untuk menemui Komisaris dari perusahaan raksasa ini. "Nona Sellandra?" Langkah kaki Sellandra terhenti. Dia lalu menoleh ke arah samping saat ada seseorang yang memanggilnya. "Oh, sekertaris Fang. Selamat pagi," "Selamat pagi kembali. Bagaimana kabar anda?" tanya sekertaris Fang membalas sapaan Nona Sellandra dengan ramah. Dia lalu berjalan mendekat, tersenyum samar ketika melihat butiran keringat bermunculan di kening wanita hebat ini. "Kabar saya sangat baik," jawab Sellandra seraya menarik nafas perlahan. Dia lalu mengelap keningnya saat tak sengaja melihat sekertaris Fang tersenyum aneh. Ya Tuhan, semoga saja sekertaris Fang menemuiku bukan untuk mengatakan sesuatu yang buruk. Semuanya bisa kacau nanti, batin Sellandra penuh harap. "Ekhmm, sepertinya anda baru saja melewati pag
Sellandra duduk dengan tegang begitu dia sampai di dalam ruangan pemilik Aeron Group. Pandangannya lurus ke depan, dia bingung harus bagaimana sekarang. "Selamat datang di perusahaanku, Nona Sellandra. Aku merasa sangat tersanjung telah di pilih untuk menjadi investor di perusahaanmu!" Kai melirik ke arah Nona Sellandra yang hanya diam tak menanggapi perkataan Komisaris. Tak ingin membuat Komisaris marah, Kai pun berniat untuk menyadarkan Nona Sellandra dari lamunannya. Akan tetapi baru saja Kai ingin membuka mulut, Komisaris sudah lebih dulu menggerakkan jari telunjuknya, memberi kode agar Kai tetap diam di tempat. "Jaga sikapmu, Kai. Mungkin Nona Sellandra sedang bingung menebak-nebak kenapa aku bicara tanpa bertatapan muka dengannya. Benar begitu kan, Nona Sellandra?" Mata Sellandra mengerjap-ngerjap saat dia merasakan hawa yang tak biasa di ruangan ini. Segera dia tersadar kalau dia baru saja mengabaikan seseorang yang duduk dengan membelakanginya. Ya, yang kalian pikirkan be
Raut wajah Bima terlihat sangat buruk setelah dia menerima kabar dari Kintan kalau Sellandra berhasil pergi ke Aeron Group. Entah bagaimana caranya wanita itu bisa keluar dari komplek perumahan mereka setelah apa yang Bima lakukan. Padahal jelas-jelas Bima telah membayar seluruh perusahaan taxi agar mereka tidak menerima panggilan dari nomor telepon milik Sellandra, tapi kenapa sepupunya itu masih bisa lolos juga. Benar-benar menjengkelkan. “Kalaupun Sellandra di jemput oleh asistennya, harusnya mereka tidak bisa sampai tepat waktu di Aeron Group. Apa yang sebenarnya terjadi?” gumam Bima bertanya-tanya. Saking kesalnya Bima pada masalah ini, dia sampai tidak bisa duduk dengan tenang. “Jika Sellandra sampai berhasil membawa pulang kontrak kerjasama itu posisiku bisa sangat terancam nanti. Nenek pasti akan langsung membuat pengumuman tentang keberhasilan Sellandra di hadapan semua orang. Dan buruknya lagi Nenek akan menaikkan lagi posisinya di perusahaan. Gawat, ini semua tidak boleh sa
Dengan langkah tergesa-gesa Kasturi berjalan menuju ruang meeting bersama dengan asistennya. Dia baru saja mendapat kabar kalau Sellandra telah kembali dari Aeron Group dan meminta semua orang agar datang berkumpul. “Apa Sellandra berhasil memebawa pulang kontrak kerjasama dari perusahaan besar itu?” tanya Kasturi sebelum masuk kedalam ruangan. Dia merapihkan pakainnya terlebih dahulu sebelum muncul di hadapan semua bawahannya.“Saya tidak tahu, Nyonya. Nona Sellandra hanya mengumumkan agar semua orang segera datang ke ruang meeting secepatnya,”“Haah, ya sudahlah. Semoga saja dia membawa kabar baik untuk perusahaan.”Setelah itu Kasturi meminta asistennya untuk membuka pintu. Dia lalu berjalan dengan penuh percaya diri kemudian duduk di kursi kepemimpinan Latief Group. Sambil berdehem pelan, pandangan Kasturi langsung tertuju pada Sellandra yang entah kenapa terlihat begitu bahagia. Dia bahagia sekali. Apa jangan-jangan anak sialan itu berhasil membawa pulang kabar baik ya? Batin K
“Komisaris, Nona Sellandra mengundang saya untuk datang ke perjamuan yang akan di adakan di kediaman keluarga Latief besok malam. Dan saya telah membalas pesannya dengan mengatakan kalau saya akan datang,” lapor sekertaris Fang pada atasannya yang tengah menikmati segelas anggur sembari berdiri di dekat jendela.Bibir dari pria yang di panggil Komisaris itu tiba-tiba memunculkan sebuah smirk yang terlihat cukup mengerikan setelah mendengar laporan dari sekertaris Fang. Setelah itu dia meneguk habis anggur yang tersisa sebelum akhirnya meminta Kai agar mengisinya kembali. “Kau sudah melakukan yang terbaik, sekertraris Fang. Dari awal aku memang sudah menduga kalau orang-orang yang bekerja di Latief Group tidak akan semudah itu menerima kebaikan yang aku tujukan pada Sellandra. Di sana pasti terjadi pro dan kontra yang mengharuskan Sellandra mengirim pesan seperti itu padamu. Hmmmmm,”“Haruskah saya benar-benar datang ke acara tersebut, Komisaris?”“Kai, bagaimana menurutmu? Haruskah ki
Tujuh tahun kemudian .... "Ayaahhh!"Suara teriakan lucu langsung menyambut kepulangan Almero yang baru saja kembali dari melakukan perjalanan bisnis keluar negeri. Melihat kedua anaknya berlarian ke arahnya membuat Almero tampak kegirangan. Segera dia berjongkok di lantai lalu merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari Rogert dan Adriana. "Aduhh anak-anak Ayah yang cantik dan tampan. Apa kabar, hm? Rindu Ayah tidak?" tanya Almero sambil mencium pipi kedua anaknya secara bergantian. Dia gemas sekali melihat kedua bocah ini. Sungguh. "Kabar kami sangat baik, Ayah. Ibu juga baik," jawab Rogert dengan lancar. Dia lalu mengelus rambut adiknya yang sedang merebah manja di bahu sang ayah. "Sekarang kau sudah tidak sedih lagi, kan? Ayah sudah kembali ke rumah. Jangan menangis lagi ya?""Iya, Kak," sahut Adriana patuh. "Lho, kenapa adikmu bisa menangis? Apa yang terjadi?""Adriana bilang dia sangat merindukan Ayah. Jadi setiap mau tidur dia akan selalu menangis dan bertanya
"Hati-hati, sayang," ucap Almero sambil membantu mengantarkan Sellandra ke dalam kamar mandi. "Ughhh, begah sekali perutku. Aku sampai sulit bernafas, Ero," sahut Sellandra terengah. "Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa merasa lebih nyaman? Rasanya sakit melihatmu kesulitan seperti ini, sayang."Sellandra tertawa. Suaminya selalu saja berkata manis. Dan sialnya Sellandra sangat suka itu. "Kau hanya perlu terus berada di sisiku. Dengan begitu kau sudah membantu membuatku merasa nyaman. Sungguh.""Hmmm,"Usia kandungan Sellandra sudah mencapai bulan kelahiran sekarang. Hal itu membuat semua orang menjadi sangat waspada. Terutama Almero. Setengah dia tak bisa tidur saat di malam hari karena takut Sellandra mulas mendadak. Agak berlebihan memang. Tapi Almero memang seantusias itu menyambut kelahiran anak pertama mereka. Dan setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya di ketahui kalau Sellandra hamil kembar. Ini dilakukan karena Almero merasa panik melihat ukuran perut Sellandra
Di bandara, terlihat Kintan berjalan sendirian sambil menarik koper yang tidak terlalu besar. Di matanya bertengger sebuah kaca mata hitam yang dia pakai untuk menyembunyikan matanya yang membengkak. Ya, semalaman penuh dia menangis menunggu Davis menghubunginya. Tapi nihil. Pria itu benar-benar tak peduli dengan kehamilannya. Akhirnya dengan sangat berat hati dia menghubungi Ero dan mengatakan kalau bersedia untuk tinggal di luar negeri. "Tidak apa-apa ya Nak kita hanya hidup berdua. Ibu janji nanti di sana Ibu akan merawatmu dengan baik. Maaf ya karena sudah membuatmu hadir dengar kondisi keluarga yang tidak lengkap," ucap Kintan lirih sambil mengelus-elus perutnya. Pagi tadi saat Kintan berpamitan pada semua keluarganya, Bima sempat melarangnya pergi ke luar negeri. Bahkan ibunya sampai menangis dan memohon agar dirinya tetap tinggal di kota ini. Meski sedih melihat keadaan itu, Kintan tetap memaksakan diri untuk pergi. Terlalu sakit jika harus bernafas di satu kota yang sama de
“Selamat pagi, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?”“Di mana ruangan Davis?” tanya Sellandra. Raut wajahnya terlihat seperti orang yang sedang menyimpan amarah.“Ruangan Tuan Davis ada di lantai sembilan. Mau saya antarkan?”“Tidak usah. Terima kasih,”“Sama-sama, Nyonya.”Kedatangan Sellandra yang begitu tiba-tiba membuat heboh semua karyawan Aeron Group. Para karyawan itu saling berbisik, bertanya-tanya gerangan apa yang terjadi sehingga membuat wanita kesayangan bos mereka datang hanya dengan memakai daster saja. Pagi tadi saat Sellandra bangun, dia tak sengaja mendengar percakapan Ero dan Kai yang sedang membahas soal Kintan. Awalnya Sellandra ingin menimbrung, tapi setelah mengetahui apa yang terjadi diapun mengurungkan niatnya. Beralasan ingin pergi jalan-jalan sebentar dengan kepala pelayan, Sellandra nekad datang ke Aeron Group guna menemui Davis. Ya. Sellandra sudah mengetahui tentang kehamilan Kintan. Termasuk juga dengan penolakan Davis yang malah meminta Kintan agar menggug
Flashback"Aku hamil,".... Kintan meremas baju bagian bawahnya setelah memberitahu Davis kalau dirinya hamil. Gugup, dia gugup sekali. Kintan begitu takut pria ini akan menolak mengakui janin yang ada di dalam perutnya. "Kau yakin itu adalah anakku?" tanya Davis. Jujur dia syok sekali setelah Kintan memberitahu kalau dirinya sedang hamil. Setelah hati Davis langsung bereaksi keras dengan meminta untuk tidak menerima kehadiran janin tersebut. Bayi itu bukan miliknya."Dav, hanya denganmu aku pernah melakukan hal seperti itu. Bukankah kau juga tahu kalau itu adalah yang pertama untukku?" sahut Kintan resah menyadari adanya penolakan di diri pria ini. "Aku memang yang pertama, tapi setelah itu aku mana tahu kau melakukannya dengan pria lain atau tidak. Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi, bukan?"Kintan tersentak kaget mendengar tuduhan keji yang dilayangkan oleh Davis. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka kalau Davis akan sekejam ini padanya. Kejam sekali. "Berhenti memper
Senyum Sellandra langsung mengembang begitu melihat wajah ibunya. Karena merindu, dia merengek meminta Ero agar mengantarkannya pulang ke rumah. Dia rindu sekali pada ibu dan juga neneknya. "Halo sayang, apa kabar?" tanya Nadia sembari berjalan cepat menghampiri putrinya yang baru saja keluar dari mobil. Begitu sampai di dekatnya dia langsung memeluknya penuh sayang. "Ibu rindu sekali padamu, Nak. Bagaimana? Kandunganmu sehat-sehat saja, kan?""Kami sangat sehat, Ibu. Ero menjagaku dengan begitu baik. Dia sangat siaga," jawab Sellandra. "Syukurlah kalau kalian sehat. Ibu lega mendengarnya,"Nadia mengurai pelukan. Dia lalu berganti memeluk menantunya yang begitu membanggakan. "Terima kasih sudah menjaga Sellandra dengan baik, Ero. Mungkinkah ini alasan kenapa Kakek menjodohkan kalian berdua. Beliau tahu kalau kau adalah suami yang paling tepat untuk Sellandra. Sekali lagi terima kasih banyak ya," ucap Nadia penuh haru. "Jangan berterima kasih seperti ini, Ibu. Menjaga Sellandra da
Hoeekk hoeekkTubuh Sellandra sampai terbungkuk-bungkuk saat dia kembali memuntahkan isi perutnya. Dia lalu berpegangan ke dinding saat kakinya bergetar karena lemas. "E-Ero," .... Suara Sellandra begitu lirih. Almero yang sedang terlelap pun tak bisa mendengarnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Dan tiba-tiba saja perut Sellandra bergejolak. Dia yang tidak tega membangunkan Almero memutuskan untuk pergi ke kamar mandi seorang diri. Awalnya Sellandra pikir rasa mual itu hanya sebentar. Tapi siapa sangka kalau dia tak henti mengeluarkan seluruh sisa makanan yang ada di perutnya yang mana membuat sekujur tubuhnya menjadi gemetaran dan juga lemas. "Ero, tolong aku," ucap Sellandra masih berusaha memanggil Ero dengan suaranya yang begitu kecil. Matanya sudah berkunang-kunang sekarang. Almero yang sedang terlelap samar-samar seperti mendengar ada orang yang memanggilnya. Dia lalu berusaha membuka mata sambil meraba kasur di sebelahnya. (Kosong) Tak butuh waktu la
FlashbackKintan buru-buru keluar dari dalam mobil begitu melihat Davis muncul. Dia kemudian berlari mengejarnya. "Davis, tunggu. Aku ingin bicara padamu!" teriak Kintan ketika melihat Davis hendak masuk ke dalam lift. Mendengar suara teriakan memanggil namanya Davis akhirnya berbalik. Dia yang sedang kelelahan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan merasa bebannya semakin bertambah saja begitu mengetahui siapa yang memanggilnya. Kintan, mantan tunangannya. Wanita itu tengah berlari menuju padanya. Entah apa yang di inginkan. Hmmmm. "Beri aku kesempatan untuk bicara. Please?" ucap Kintan begitu sampai di hadapan Davis. Dia memohon dengan tatapan memelas. "Apalagi yang ingin kau bicarakan, Kintan? Semuanya sudah selesai. Kau dan aku tidak lagi terikat tali pertunangan," sahut Davis dengan dinginnya. Dia enggan sekali bicara dengan mantannya ini. Membuat hati jadi berdenyut nyeri. "Dav, aku tahu aku salah. Tapi tidak bisakah kau memberiku kesempatan untuk memperbaikinya?"Kinta
Flashback“Bima, akhirnya kau pulang juga, Nak!” seru Felita sembari berjalan cepat menghampiri putranya yang sudah beberapa bulan hilang tak berkabar. Seketika air matanya mengalir deras begitu mereka saling memeluk. “Kau kemana saja, Bim. Ayahmu bilang kau berada di panti rehabilitasi, tapi kenapa Ibu dan yang lain tak bisa mengunjungimu? Apa yang sebenarnya terjadi?”Sebelum menjawab pertanyaan sang ibu, Bima terlebih dahulu melepas pelukan mereka kemudian mencium keningnya penuh sayang. Rindu sekali dia pada wanita ini. Sungguh.“Ceritanya panjang sekali, Bu. Mungkin tidak bisa selesai diceritakan seabad lamanya,” ucap Bima berseloroh.“Ei kau ini. Ibu serius, Bima. Tolong jangan bercanda!”“Hehe, baiklah.” Bima berdehem. “Ibu tahu tidak saat Sellandra mengalami lebam di lehernya?”“Iya Ibu tahu. Kenapa memangnya?” tanya Felita sambil mengerutkan kening. Agak bingung dia dengan yang sedang dibicarakan oleh putranya.“Itu aku yang menyerangnya,” jawab Bima. “Saat itu aku tidak tahu