Setelah Yollanda berhasil membawa Sellandra keluar dari mansion, dia dengan santainya memberikan segepok uang pada masing-masing penjaga yang telah bekerjasama atas penculikan ini. Jujur, Yollanda sedikit heran karena ternyata orang-orang ini mudah sekali di suap mengingat kalau selama ini mereka telah di didik dengan sangat keras Kai dan Almero. Tapi ya sudahlah. Yang terpenting rencananya bisa berjalan dengan lancar. Haha. Srettt"Masukkan wanita itu ke jok mobil!" perintah Yollanda dengan kejam. "Wanita itu sedang hamil, Yollanda. Jangan terlalu keras padanya. Nanti bayinya meninggal!" ucap Horsen sembari memilin bibir. Dia lalu meminta anak buahnya agar memasukkan Sellandra di kursi tengah saja. "Tidak seru kalau bayinya mati sekarang. Karena kita jadi tidak bisa melihat raut depresi di wajah Almero. Iya, kan?""Terserah kau sajalah. Aku tidak peduli mau bayi itu mati atau tidak. Yang paling penting sekarang kita harus segera pergi dari sini sebelum Almero dan anak buahnya yang
Wajah semua orang terlihat ketakutan melihat pria di hadapan mereka mengamuk seperti orang gila. Almero, ya, dia pelakunya. Saat sedang meeting, Kai tiba-tiba memberikan kabar kalau Sellandra telah diculik. Kabar tersebut sontak membuat Almero murka. Dengan marahnya dia menghajar Kai dan juga para penjaga yang ada di sana. Bahkan beberapa karyawan yang tidak tahu apa-apa pun ikut menjadi korban. "Apa saja yang kalian kerjakan hah! Bagaimana bisa mereka menculik anak dan istriku! Dasar bodoh kalian semua. K*parat!" amuk Almero setelah menghajar seorang penjaga sampai pingsan. Dia tak peduli lagi dengan penampilannya yang sangat kacau. Baju berantakan serta tangan yang berlumuran darah. Almero kesetanan. "Komisaris, tolong tenanglah. Kalau Anda tidak bisa mengendalikan diri seperti ini yang ada kita tidak bisa mendapatkan solusi untuk menemukan keberadaan Nona Sellandra dan mencari tahu siapa yang telah menculiknya. Tenang. Tarik nafas perlahan!" ucap Kai mencoba menenangkan amarah sa
Almero menggeretakkan giginya melihat keadaan mansion yang sangat kacau. Hampir semua barang pecah berantakan dan darah bercecer di mana-mana. Kekacauan yang terjadi membuat semua pengawal yang ditempatkan di mansion ini mati dengan cara yang sangat mengenaskan. Membuat dada Almero serasa di bakar api besar karena merasa tak terima. Sraaakkk"Komisaris, saya minta Anda jangan buru-buru melakukan penyerangan. Lebih baik kita tunggu saja kabar dari Tuan Ronald dan yang lainnya. Ya?" ucap Kai sambil menahan tubuh atasannya yang ingin masuk ke ruang rahasia. Ruangan ini sengaja dibuat untuk menyimpan berbagai macam senjata api. Dan biasanya baru akan di gunakan ketika saat genting saja. Seperti sekarang contohnya. "Istriku di culik, Kai. Sellandra dibawa pergi dalam keadaan hamil. Kau tahu itu!" sentak Almero dengan mata berkilat merah. "Saya tahu, Komisaris. Tapi tetap saja Anda tidak boleh mengambil tindakan gegabah. Bersabarlah sebentar!""Bersabar kau bilang?"Almero tertawa. Dan s
"Siapa kau?"Almero mencoba berbicara dengan seseorang yang hanya diam sejak panggilan di jawab. Dia yakin orang ini pasti adalah salah satu penculik yang membawa Sellandra pergi. Entah Horsen atau Yollanda, pasti salah satu dari mereka. "Yow Almero, santai. Kenapa suaramu terdengar buru-buru sekali. Tenanglah!""Brengsek! Cepat katakan apa maumu!" sentak Almero begitu mengetahui kalau yang baru saja bicara adalah Yollanda, salah satu dalang di balik kegaduhan yang sedang terjadi. Sambil menggeretakkan gigi, sebisa mungkin dia menahan diri untuk tidak memakinya dulu. Almero khawatir hal tersebut akan membuat keselamatan Sellandra dan anak mereka jadi terancam. "Aku tidak tahu apa motifmu menculik istriku. Tapi jika itu karena kau menginginkan sesuatu, tolong beritahu aku sekarang juga. Apapun itu pasti akan kuberikan selama kau tidak menyakiti istriku. Oke?""Hmm, kau cukup pandai bernegosiasi, Almero. Kecerdasanmu benar-benar tidak diragukan lagi. Aku salut!" sahut si penculik. "Tap
"Eugghhh," .... Terdengar lenguhan pelan dari mulut Sellandra yang baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Sambil mengerjap-ngerjapkan mata, dia mencoba mengumpulkan kesadarannya. Tak lama setelah itu Sellandra mendesis lirih merasakan pegal dan juga perih dari arah pergelangan tangannya. Dia lalu menunduk. "Ke-kenapa tanganku di ikat? Apa yang terjadi?"Dalam kebingungan, Sellandra mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi sehingga dia bisa terikat seperti ini. Tak lama kemudian mulutnya tampak menganga lebar dan matanya membelalak saat teringat dengan penyusup yang datang ke mansion. "Siapa para penyusup itu? Apa tujuan mereka membawaku ke tempat ini?" bertanya-tanya Sellandra dengan lirih. Dia lalu tersentak saat teringat dengan dokter Sinta. "Ya Tuhan, bagaimana dengan keadaan dokter Sinta sekarang? Apakah ada seseorang yang menyelamatkannya? Dia terluka parah. Bagaimana mana ini?"Ketika Sellandra sedang panik memikirkan keadaan dokter Sinta, dia mendengar suara lengu
Di depan ruang operasi, semua orang menunggu dengan cemas. Sudah satu jam lamanya Sellandra berada di dalam sana, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda dia dan para dokter akan segera keluar. Namun, bukan cuma itu saja yang membuat semua orang merasa gelisah. Almero. Sejak Sellandra dibawa masuk ke dalam ruangan tersebut dia terus bersimpuh di lantai sambil menatap kosong ke arah pintu. Almero bahkan tak menggubris perkataan sang ibu yang memintanya untuk menukar pakaiannya dengan yang bersih. Sellandra dan calon anak mereka sedang berjuang dalam hidup dan mati, tapi rasanya seperti nyawa Almero yang dilolosi. Dia seribu kali lebih merasa kesakitan.“Tuan Cakra, Nyonya Kinara, Nyonya Nadia,” sapa Kai dengan nafas yang terengah-engah. Dia kemudian melihat ke arah atasannya, terenyuh.“Bagaimana dengan para penculik itu, Kai?” tanya Cakra.“Horsen sudah saya serahkan ke kantor polisi, Tuan. Akan tetepi Yollanda … wanita itu mati di tangan Komisaris,” jawab Kai seraya menarik nafas
Seminggu telah berlalu sejak Sellandra kehilangan bayinya. Sejak saat itu pula Almero tak pernah beranjak dari sisinya. Selain untuk ke kamar mandi, pria itu menghabiskan waktu hanya untuk memandangi Sellandra yang tak kunjung sadar. Anggota keluarga sudah mencoba membujuknya, tapi gagal. Tidak ada satupun bujukan dari mereka yang di gubris oleh pria ini. Almero terlalu terpukul akan apa yang terjadi, hingga membuatnya seperti kehilangan semangat hidup.Pagi ini setelah dibujuk-bujuk oleh ibu mertuanya, Almero akhirnya bersedia untuk mandi. Entah ada angin apa. Di dalam kamar mandi Almero tiba-tiba saja menangis. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin, merasa gagal menjadi suami yang baik.“Sayang, maaf. Kalau saja aku tidak meninggalkanmu sendirian di mansion, anak kita pasti masih ada sekarang. Tolong maafkan aku. Aku gagal menjadi suami dan juga ayah yang baik untuk kalian. Aku tida berguna,” ucap Almero sambil memukuli kepalanya sendiri.Tok tok tok“Al, cepat keluar. Sellandra …
Setahun kemudian …“Ero, bagaimana cicitku? Apa sudah lahir?”Tergopoh-gopoh Kasturi berjalan menghampiri Almero yang sedang mondar-mandir di depan ruang operasi. Di belakangnya menyusul Ziko beserta anak dan menantunya. Ah ya. Davis dan Kintan memutuskan untuk menikah setelah Kintan mengakui kesalahannya. Walau di antara mereka tidak ada cinta yang besar, tapi keduanya menjalani rumah tangga dengan harmonis. Sedangkan Bima, pria itu masih belum menemukan pasangan yang tepat. Alasannya satu. Karena belum berhasil menguasai seluruh harta milik keluarga Latief. Hehe, tidak-tidak. Sekarang Bima sudah tidak seserakah dulu. Dia jera setelah menerima pelajaran dari Almero.“Belum, Nenek. Operasinya masih belum selesai,” jawab Almero sambil meniupi telapak tangannya yang terasa sangat dingin. Dia gugup, juga cemas memikirkan istrinya yang sedang berjuang melahirkan anak mereka.“Astaga, kenapa lama sekali.”“Entah, aku juga tidak tahu.”"Apa dokter itu sedang tidur?""Sepertinya iya,"Semua