BAB 02 Ketahuan

“Mama, kok ikut ke pintu? Padahal, mama bisa di sofa aja kaya tadi, loh.”

Ucapan Arka membuat Luna kembali tersadar.

Tatapannya tertuju pada sang buah hati, lalu beralih kembali menatap pria yang dikenalnya.

“Arka, apa dia orang yang mau kamu kenalkan sama Mama?” tanya Luna

Arka mengangguk dengan penuh semangat, bahkan bibirnya tersenyum lebar hingga deretan giginya tampak terlihat.

“Apa? Ini tidak mungkin!” batin Luna panik, "bagaimana mungkin seorang pria yang usianya terpaut jauh di bawahnya, bahkan bekerja di salah satu restoran miliknya yang jadi pilihan anaknya?"

“Selamat siang, Bu Luna?” sapa lelaki yang berhadapan dengannya dengan suara begitu merdu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Luna.

"Ehem!" Luna berdehem untuk menormalkan suaranya, sepertinya dia perlu membicarakan hal ini berdua dengan pria bernama Abian ini.

“Abian! Bisa bicara sebentar?”

Abian pun mengangguk ketika Luna memberi isyarat pada Abian untuk mengikutinya.

Meski tidak mengerti, Arka pun mengizinkan kepergiaan dua orang dewasa itu.

“Duduk!” titah Luna pada Abian yang berdiri di seberang meja kerjanya

“Saya gak tahu harus mulai dari mana, tetapi pastinya kamu tahu sesuatu tentang Arka, sampai diamenginginkanmu untuk menjadi Ayahnya,” ujar Luna

“Maaf Bu,” ucap Abian menunduk

“Jauhi Arka! Dan jangan memberikan harapan lagi padanya. Saya tidak mungkin menyetujui permintaan gila itu!” ucap Luna murka.

Apa pria ini selama ini diam-diam mendekati anaknya dengan maksud tertentu? Seketika, Luna merasa panas.

Namun, Abian hanya terdiam. Mulutnya tampak tak sanggup berkata-kata. 

“Seberapa dekat hubungan kalian?” tanya Luna pada akhirnya.

Ceklek!

Tatapan keduanya langsung tertuju pada pintu masuk yang tiba-tiba dibuka.

Entah mengapa, Luna sudah tahu siapa pelakunya. Siapa lagi yang berani membuka pintu ruangannya tanpa mengetuknya dahulu, selain Arka?

Benar saja, wajah Arka tampak menyembul di balik pintu--memperlihatkan cengiran yang membuat wajahnya semakin menggemaskan.

Mendapati tatapan dua orang dewasa yang berada di dalam sana,  Arka akhirnya menampakkan tubuhnya dan berjelan mendekat ke arah meja kerja Mamanya.

“Mama sama Om Bian lama banget sih,” keluh Arka manja.

“Maaf ya, ini Mama ngobrolnya sudah selesai kok,” balas Luna menampilkan senyum.

Arka pun menatapnya berbinar. “Wah bagus dong, Ma! Kita keluar, yuk cari Es krim kesukaan Arka."

"Oh iya, sama Om Bian juga!” pintanya dengan senyum lebar.

Luna mendadak ingin mengubur dirinya.

“Aduh! Kantor Indra kan dekat sama kedai es krim kesukaan Arka. Bagimana kalau sampai Indra melihatku bersama Abian?” batin Luna panik.

Dengan lembut, ia pun berbicara pada sang putra, “Sayang, tapi kan om Bian juga masih sibuk?"

Luna memegang bahu Arka dan melirik Abian, memberi kode yang entah ditangkap pria muda itu atau tidak.

“Mama kan bosnya, jadi Mama bisa kasih izin om Bian buat keluar temenin Arka Ma.”

Skakmat!

Jawaban sang putra membuat Luna merasa buntu.

Dia sudah kehabisan akal untuk membalasnya.

Dengan terpaksa, Luna harus menuruti keinginan Arka, apalagi melihat Abian yang hanya diam tak membantunya sama sekali, seolah Abian memang menginginkan hal ini terjadi.

"Ma?" ucap Arka tiba-tiba dengan memelas, hingga menyadarkan Luna dari pikirannya.

“Eh, sekarang ya?”

Digaruknya tengkuk yang sebenarnya tidak gatal karena bingung apa yang harus dilakukannya.

“Ayok, Ma!”

Arka pun menarik tangan Mamanya.

Luna pasrah dengan tindakan Arka.

Di belakang, Abian pun mengikuti sepasang ibu dan anak itu.

******

Mereka akhirnya tiba di parkiran, tepatnya di depan mobil berjenis SUV mewah bertuliskan Range Rover berwarna merah.

“Ma, om Bian bisa nyetir kok, jadi biar om Bian saja yang nyetir?” pinta Arka

"Apa?" ucap Luna tanpa sadar.

“Biar Saya saja Bu yang nyetir,” sela Bian.

“Mama duduk di depan ya, Arka duduk di belakang.” Ucap Arka

Luna pun menganguk kikuk.

Bagaimana ia bisa menolak? Arka langsung membukakan pintu di samping kemudi, sehingga mau tidak mau Luna terpaksa harus menuruti kemauan Arka.

Sepanjang perjalanan, Arka dan Bian tengah asyik dengan obrolan mereka, sedang Luna hanya terdiam tanpa berminat untuk bergabung dengan obrolan Arka dan Abian.

Sungguh kedua orang itu tampak dekat.

Luna hanya memperhatikan jalan. Dan tak lama, mereka sampai di sebuah kedai es krim yang cukup terkenal dan ramai.

Arka dan Bian pun turun dari mobil. Namun, Luna tak bergerak. Dia memutuskan untuk tetap di sana.

Tok!

Tok!

Sayangnya, kaca pintu mobil Luna diketuk dari luar oleh Arka, sehingga membuat Luna terpaksa menurunkan kacanya.

“Iya sayang,” ucap Luna, "kenapa?"

“Mama ngapain masih di dalam?”

“Em ..., Mama tunggu di mobil saja ya, Arka belinya sama om Bian saja?” pinta Luna

“Arka gak mau! Mama turun sekarang atau Arka batal beli es krim,” ucap Arka merajuk.

Luna hanya mampu menghela napasnya kasar.

Menghadapi Arka memang butuh kesabaran ekstra.

“Yaudah Mama turun. Kita beli es krimnya sekarang,” tukas Luna lalu keluar dari mobil.

Jika bukan demi anak semata wayangnya, Luna sudah pasti ogah berdesak-desakan dengan pembeli demi mendapatkan sebuah es krim.

Pernah sekali Luna membelikan Arka es krim di sebuah restoran mewah, namun sayangnya, Arka lebih menyukai es krim di tempat ini.

“Mama, Arka mau yang kayak biasanya ya, Arka tunggu di sana sama Om Bian,” ucap Arka dengan tanhan menujuk kursi kosong.

Apa! Bian lagi?

Segera, Luna menatap tajam pria muda di depannya, hingga ia tampak gugup.

“Eh, Arka sama Mamanya tunggu saja di sana, biar om saja yang pesan,” sergah Bian cepat.

Namun, Arka menggeleng. “Udah gapapa om, Mama sudah biasa kok.”

Sial!

Wajah Luna terlihat makin kesal.

Ditambah lagi, ia harus melihat Arka yang seolah mengabaikan kehadirannya dan lebih memilih untuk bersama dengan orang asing.

******

Setelah berdiri sekitar tiga puluh menit, akhirnya Luna mendapat giliran untuk memesan minuman. Kakinya bahkan sudah terasa keram dan kebas sebab high heels yang dia kenakan cukup tinggi.

“Luna!”

Luna mengehentikan langkahnya yang hendak menghampiri Arka saat telinganya menangkap suara yang terasa begitu familier. Ia lantas membalikkan tubuhnya dan menemukan sosok familier.

“Indra?!” seru Luna dengan mata yang membulat sempurna

Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana jika Indra tahu kalau dia sedang bersama lelaki lain? 

“Ah, rasanya aku ingin tenggelam saja!” ucap Luna membatin

“Kamu sama Arka?” tanya Indra untuk yang kedua kali

“Eh, iya. Aku sama Arka,” jawab Luna dengan wajah yang mulai memucat

Indra mengedarkan pandangannya pada seisi kedai, dan tatapannya berhenti saat netranya menangkap seorang anak kecil yang tengah asyik bercanda dengan seorang lelaki.

“Luna, Kamu dan Arka datang sama siapa?”

Deg!

Luna tidak tahu jawaban apa yang harus dia berikan, dia tidak mungkin berbohong disaat situasinya sudah seperti ini.

 “Mama, kok lama banget, aku sama om Bian sudah nunggu daritadi!” omel Arka yang tiba-tiba datang. Membuat Luna mengalihkan fokusnya.

“Om Bian itu, siapanya Arka?” tanya Indra pada Arka.

Cemas, Luna menatap Indra dan Arka bergantian. Ia tak tahu apa yang akan dijawab sang anak.