"Mba, aku mau yang itu dong, ada warna apa aja?" tanya Tasya pada salah satu sales. "Yang dipajang itu, Mba?" tanya sales itu memastikan dan mendapat anggukan dari Tasya. "Sisa warna hitam dan merah, Mbak," jawab sang sales. "Aku mau yang warna hitam aja deh, Mba, sama leggingnya yang jarang-jarang itu sekalian, terus sama yang model itu, warna hitam juga ya, Mbak kalau ada," ucap Tasya seraya menunjuk model lain. Sang sales pun nampak mengangguk lalu segera mengambil pesanan Tasya. Setelah itu, Tasya pun kembali melihat - lihat model lainnya. "Mbak, yang model itu warna hitam juga ya," ucap Tasya kembali. "Yang itu, warna hitamnya abis, Mbak, sisa warna fanta dan biru," ucap sang sales. "Emm, biru aja deh, Mbak. Jadi, 3 ya totalnya semuanya," ucap Tasya kembali dan mendapat anggukan dari sang sales. Setelah itu, Tasya pun segera ke kasir dan melakukan pembayaran. Sebenarnya, Tasya sedikit sangsi karena harganya sungguh lumayan. Untuk ke 3 baju haram itu, Tasya sendiri harus
"Dek, ayolah, gak kuat ini aku," ucap Varo sedikit mendesah.Namun, Tasya seolah tak peduli. Ia masih bermain-main dengan punggung sang suami. Kadang membelainya, memijatnya atau menempelkan buah dadanya kesana sehingga membuat Varo benar-benar terangsang."Duh, itu ada yang nantangin rupanya," kekeh Tasya saat melihat sesuatu yang nampak bangun dari celana Varo.Varo hanya bisa menggeleng pelan lalu melepaskan celana pendek dan juga CDnya saat itu."Udah bangun nih, tolongin kek," lirih Varo memelas namun tetap mendapat gelengan dari Tasya.Tasya terus menggoda sang suami, namun kali ini lengannya tak lagi bermain di punggung, tapi sudah ke area dada dan juga perlahan mulai turun ke bawah Dibiarkannya pusaka sang suami untuk tetap berdiri tegak dan terus memberikan rangsangan kecil."Dek, ampun deh, gak kuat aku," lirih Varo kembali memelas namun lagi-lagi Tasya nampak tak peduli."Mas kan capek, jadi udah pasrah aja ya, biar aku yang main-main," ucap Tasya lirih sambil tangannya mu
Tasya terkekeh geli saat melihat Varo yang kesal itu."Angkat dulu, Mas, nanti kita terusin lagi," lirih Tasya lembut sambil mencium bibir sang suami.Varo pun mengangguk dan segera bangkit dari tubuh sang istri dan segera mengambil hpnya di atas meja.'Nomernya gak ada namanya. Siapa ya?' tanya Varo lirih.Varo pun segera mengangkat telponnya saat nomer itu kembali menghubungi.["Selamat siang, dengan Bapak Alvaro?"] tanya seseorang dari sebrang telpon sana."Iya, saya sendiri. Maaf, ini siapa,ya?" tanya Varo penasaran.Tak lama, Tasya pun segera menghampiri sang suami dan memeluknya dari belakang."Siapa, Mas?" bisik Tasya namun mendapat gelengan dari Varo.["Saya Akbar, Pak, yang mau anter barang dari Forma ke tempat Bapak. Saya mau konfirmasi ulang alamat Bapak, apa benar ini alamatnya?"] tanya orang itu sambil menyebutkan alamat rumah Varo."Iya, benar, Pak, itu alamat saya," jawab Varo ramah.["Oke, Pak. Kalau misalnya saya kirim sekarang apa bisa, Pak? Bapak ada di tempat gak y
Tasya menjauhkan ponselnya dari telinganya karena suara Varo yang begitu kencang."Apaan sih, Mas? Udah tau aku lagi goreng cemilan, kenapa disuru pulang? Baru juga di tinggal setengah jam," gerutu Tasya sedikit kesal.["Iya, emang cuma setengah jam, tapi kamu udah mesra - mesraan ama cowok lain. Masih kurang apa sama suami sendiri?"] tuduh Varo kembali "Apaan sih? Gak jelas banget!" gerutu Tasya lalu segera menutup telponnya.Tasya pun nampak menggeleng pelan dan segera menaruh hpnya kembali di dalam tasnya.Ponsel itu terus berdering, namun tak dihiraukan kembali oleh Tasya, karena ia lebih memilih mengurus makanannya daripada ocehan Varo yang tak jelas.Sementara Varo dirumah nampak sedikit kesal dan uring-uringan sendiri. Foto Tasya bersama Rangga mampu membuatnya begitu cemburu dan sedikit kalap.Hingga tak sadar, dua orang teman Varo pun sudah tiba disana."Oi, lu ngapa pagi-pagi udah uring-uringan aja," ucap Reno saat tiba di dekat Varo."Keknya jatah semalem kurang, Ren, haha
"Apa?! Bagaimana bisa?!"Tasya terperanjat kaget mendengar ucapan Pak Devan --- calon mertuanya. Bagaimana tidak, pernikahannya akan terselenggara beberapa hari lagi, akan tetapi, pada malam ini mereka membatalkannya secara sepihak.Dan alasan pembatalan itu, sungguh membuat hati Tasya begitu sakit dan kecewa, karena tenyata, Bagas -- kekasihnya telah menghamili Keysa, yang tak lain adalah sahabat Tasya sendiri.Pak Devan yang ditemani oleh istrinya itu nampak tertunduk dalam sambil memainkan jari jemarinya karena rasa penyesalan yang berkecamuk.Brak!Semua orang pun terperanjat kaget karena gebrakan itu."Semudah itu kalian mempermainkan keluarga saya, hah?! Kenapa kalian tega seperti ini?!" sentak Pak Ega --- orangtua Tasya yang tadi menggebrak meja tersebut lalu menunjuk wajah kedua orang yang ada didepannya.Melihat hal itu, Tasya pun langsung buru-buru mengambil tangan sang Papa dan membelai tangan itu dengan lembut."Pah," lirih Tasya pelan sambil membelai tangan itu.Perasaann
"Sya, kenapa?" tanya Pak Ega lembut sambil membelai punggung sang anak.Namun, bukannya menjawab, Tasya hanya menggelengkan kepalanya saja."Duduk," titah Pak Ega kepada tiga orang yang ada di hadapannya itu.Dengan langkah malas-malasan, Pak Devan dan Bu Dhira yang tadi hendak pergi pun, akhirnya terpaksa duduk kembali karena permintaan lelaki itu."Kamu kenal Tasya?" tanya Pak Ega kepada lelaki itu dan mendapat anggukan darinya."Saya Varo, kebetulan saya sama Tasya satu tempat kerja di food court. Tasya jualan di sana, dan saya mengisi acara musik di sana setiap jumat sampai minggu. Saya sering memperhatikan Tasya, tapi mungkin Tasya yang gak pernah memperhatikan saya, apalagi dia juga sudah punya kekasih," ucap lelaki itu menjelaskan siapa dirinya kepada Pak Ega."Sya, daripada pernikahan ini gagal dan keluarga kita malu juga, lebih baik, izinkan aku yang gantiin Bagas jadi calon suamimu," pinta Varo lembut kepada Tasya.Tasya nampak tertunduk dan menggeleng pelan."Maaf," lirih T
'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi."Astagfirullah, Tasyaa ...."***Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana."Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya."Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka."Pergi, gak!" s
"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana."Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran."Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya."Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha meno