“Ini serius, Kaira hamil?” tanya Dipta memastikan ucapan Mamanya. Rasanya tak percaya. Mulutnya bahkan melongo sedikit saking kagetnya mendengar kabar menggembirakan ini.Vania mengangguk sambil tersenyum kecil. “Mama mau punya cucu,” balasnya dengan kekehan kecil.Wisnu yang merasa bahagia jika menantunya sedang hamil, melampiaskan perasaannya dengan semakin mengeratkan pelukan ke tubuh istrinya.Dipta yang dari tadi emosi marah-marah kini justru kedua bola matanya berkaca-kaca menatap sang istri yang justru masih terdiam syok.“Sayang, kita akan punya anak,” ujar Dipta senang. Alisnya naik ke atas sebelah saat melihat Kaira justru diam saja tak memberikan reaksi apapun. “Sayang,” tegur Dipta lirih.“Aku hamil?” tanya Kaira dengan wajah polosnya.Dipta yang gemas, menangkup kedua pipi istrinya dengan telapak tangan. Dihadapkan ke arah wajahnya hingga kedua netra miliknya bersirobok dengan manik cokelat milik Kaira.“Ya, kamu hamil. Memangnya kamu tidak tahu?” tanya Dipta heran.Kaira
“Buruan, kenapa diam aja!?” omel Kaira yang tak sabar menunggu cerita dari suaminya. Sekarang, Kaira begitu sangat sensitif.Dipta menghela napas panjang sebelum menceritakan kisah masa lalunya dengan Salsa. Bukan tidak mau jujur soal ini. Hanya saja, Dipta takut memicu pertengkaran di antara dirinya dan Kaira.Dan, sepertinya kalau sudah menikah memang seharusnya jujur-sejujurnya sama pasangan. Karena sikap wanita ini terkadang mirip detektif FBI, semua akan dikorek-korek sampai ke dasar bahkan akar-akarnya.“Jadi pernah terjadi kesalahpahaman antara Salsa dan aku. Dulu waktu masih SMP, Salsa kirim surat cinta ke aku, tapi nggak aku balasin. Bahkan baca saja tidak. Surat itu aku kasih ke Bagas, dan dibalasin sama Bagas yang membuat Salsa mengira itu dari aku. Mendadak ada suatu momen kalau balasan dari Bagas kayak ngajak pacaran gitu, dan diiyakan oleh Salsa. Akhirnya timbul salah paham gitu, sayang,” jelas Dipta panjang lebar.“Kamu nggak bohong, ‘kan?” selidik Kaira menatap Dipta p
“Kamu siapa!?” seru Kaira saat kamar rawat inapnya dimasuki oleh orang tak dikenalnya bahkan terlihat sangat misterius. Pria itu menggunakan jaket, topi serta masker, hal ini membuat Kaira ketakutan saat suaminya belum juga kembali sejak pagi sampai siang seperti ini.“Sayang, ini aku.”Dipta buru-buru membuka topi serta maskernya agar Kaira tak ketakutan. Kaira yang sebal langsung melemparkan bantal ke arah Dipta dengan bibir cemberut.“Kamu kenapa pakai topi sama masker gitu, sih!? Bikin takut aja tahu nggak!” gerutu Kaira sebal.Dipta tersenyum tipis saja saat istrinya menggerutu karena ketakutan. Tapi, Dipta sengaja melakukan ini agar bisa masuk tanpa dicurigai oleh orang-orang yang saat ini sedang memburu dirinya dan Kaira untuk difoto.“Nggak ada orang yang mencurigakan masuk ke dalam sini, ‘kan?” tanya Dipta memastikan.“Ada.”“Siapa!? Terus orang itu ngapain aja?” Dipta langsung memberondong pertanyaan kepada Kaira, takut orang itu berbuat jahat kepada istri juga calon anaknya
"Tak usah didengarkan," kata Dipta yang langsung memeluk Kaira, tak lupa mengambil ponsel milik Kaira, yang langsung dimasukkan ke dalam kantong celananya.Kaira menangis saat membaca komentar soal dirinya. Semua penuh hujatan. Yang menyedihkan, komentar itu ada yang membawa-bawa kedua orangtuanya yang sudah meninggal dan tak tahu apa-apa soal ini.Titik tersakit Kaira adalah saat mendiang kedua orangtuanya dibawa-bawa ke dalam urusan dunia seperti ini."Aku sudah melaporkan mereka yang menjelekkan nama kamu dan keluarga kita," ujar Dipta memberitahukan."Aku nggak masalah mereka ngehujat aku, Mas. Yang bikin aku sakit hati ketika komentar itu membawa-bawa mendiang kedua orangtuaku. Mereka bahkan tidak tahu kalau kedua orangtuaku sudah meninggal," tutur Kaira terisak-isak.Dipta yang paham bagaimana perasaan istrinya, mencoba membelai rambut hingga punggung milik Kaira naik turun dengan lembut.Membiarkan Kaira meluapkan segala perasaan emosinya, Dipta tidak berkomentar apapun atau me
“Ha!? Mana?” Kaira yang juga sama kagetnya ikut melihat ke arah kakinya sendiri. “Iya, kenapa ada darah, Mas?” lanjut Kaira yang membuat Dipta semakin panik. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Dipta yang langsung membopong tubuh Kaira ala bridal style. Digendong secara mendadak seperti ini membuat Kaira takut. Alhasil Kaira buru-buru melingkarkan kedua tangannya di leher Dipta. Dipta berjalan begitu cepat, pikirannya sudah tak karuan. Dalam hatinya selalu berdoa agar Kaira dan calon anaknya tidak kenapa-kenapa. Sampai di lobby, Dipta berteriak kepada bagian resepsionis untuk memanggilkan taksi. Untungnya petugas keamanan yang sedang berjaga di depan pintu mendengar teriakan Dipta, dan langsung sigap membukakan pintu taksi, yang mana taksi ini milik pengunjung lain. “Maaf, Ibu Bapak, ini kondisi darurat jadi biarkan Mas itu dulu, ya,” kata pihak keamanan dengan sopan. “Oh, yasudah tidak apa-apa.” Dipta langsung saja masuk taksi dengan cepat. Napasnya begitu ngos-ngosan ketika h
“A-a-ampun!” “Takut, eh!?” ledek Dipta yang sudah berhasil membawa Melodi ke salah satu gudang yang tak terpakai. Dipta sudah mengikat tangan dan kaki milik Melodi. Parahnya, Dipta menyuruh beberapa pria untuk memperkosa Melodi secara bergilir. Jika sudah murka, Klan Kertakusuma akan membalas jauh lebih parah dan menderita. Sisi gelap Dipta yang sudah lama tak keluar, kini mendadak keluar karena orang yang dicintainya tersakiti. Melodi yang diperkosa secara bergantian dan bergilir kini terkulai lemas. Bahkan sudah lemas pun masih saja digarap oleh tiga pria dalam sekali main. Melodi hanya bisa merintih kesakitan dan terus menangis tergugu. “Se—top!” pintanya memohon dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Hen-ti-kan!” lanjutnya yang sudah tidak bisa melawan Dipta seperti saat pertama diculik. Melihat Melodi yang tak berdaya, Dipta tersenyum remeh. Kaki yang menggunakan sepatu pantofel menginjak perut milik Melodi tanpa belas kasihan sedikit pun. “Awwww! Sa-kit, berengsek! Dasar
“Bereng—sek!” ucap Widya menahan rasa sakit di perutnya. Melodi justru tertawa-tawa melihat darah yang terus mengalir keluar. “Dasar gila!” lanjutnya memaki Melodi.Widya yang masih memiliki tenaga langsung menjambak rambut panjang milik Melodi yang sudah kusut.Tak terima dijambak, Melodi semakin menjadi-jadi dengan mencabut tusukan beling itu lalu ditusukkan kembali ke bagian perut lainnya. Widya memekik kesakitan hingga semakin menarik rambut milik Melodi semakin kencang.“Lepasin rambutku!” teriak Melodi yang merasa jika kulit kepalanya terasa panas akibat tarikan dari Widya yang begitu kuat.“Jika aku mati maka kamu juga harus ikut mati, Melodi!” geram Widya yang terus menjambak bahkan kaki tuanya mencoba menendang perut milik Melodi dengan kuat hingga membuat wanita muda itu tersungkur ke belakang. “Sekarang pilih, mati bersamaku atau—““Bacot kau nenek peyot!” teriak Melodi langsung menerjang Widya kembali dengan sekuat tenaga. Kini mereka berdua saling beradu padu saling ingin
“Ma-maksudnya gimana, Mas?” tanya Kaira lirih, merasa denial dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Bukan tidak paham, hanya saja Kaira masih merasa jika telinganya salah mendengar.Dipta tak melanjutkan melainkan menggenggam telapak tangan milik Kaira erat. Mencium kedua punggung telapak tangan itu sambil menitikan air mata. “Maafkan aku sayang,” gumamnya lirih.Tahu jika suaminya menangis, Kaira pun ikut terisak-isak, yang membuat Vania terbangun dari tidurnya di sofa.Vania kaget melihat Dipta dan Kaira tampak menangis bersama di atas ranjang brankar. Hati Vania ikut merasakan nyeri luar biasa menyaksikan mereka berdua.“Maafkan aku sudah menandatangani surat pengguguran itu. Aku ayah yang jahat!” maki Dipta kepada dirinya sendiri.Kaira diam tak memberikan komentar apapun. Air matanya terus mengalir dengan deras. Sampai akhirnya wajah Dipta mendongak, menatap wajah istrinya yang tampak sendu.“Maafkan aku, Kai,” ucap Dipta sekali lagi sambil mengusap pipi milik Kaira lembut. Kai