“Kamu siapa!?” seru Kaira saat kamar rawat inapnya dimasuki oleh orang tak dikenalnya bahkan terlihat sangat misterius. Pria itu menggunakan jaket, topi serta masker, hal ini membuat Kaira ketakutan saat suaminya belum juga kembali sejak pagi sampai siang seperti ini.“Sayang, ini aku.”Dipta buru-buru membuka topi serta maskernya agar Kaira tak ketakutan. Kaira yang sebal langsung melemparkan bantal ke arah Dipta dengan bibir cemberut.“Kamu kenapa pakai topi sama masker gitu, sih!? Bikin takut aja tahu nggak!” gerutu Kaira sebal.Dipta tersenyum tipis saja saat istrinya menggerutu karena ketakutan. Tapi, Dipta sengaja melakukan ini agar bisa masuk tanpa dicurigai oleh orang-orang yang saat ini sedang memburu dirinya dan Kaira untuk difoto.“Nggak ada orang yang mencurigakan masuk ke dalam sini, ‘kan?” tanya Dipta memastikan.“Ada.”“Siapa!? Terus orang itu ngapain aja?” Dipta langsung memberondong pertanyaan kepada Kaira, takut orang itu berbuat jahat kepada istri juga calon anaknya
"Tak usah didengarkan," kata Dipta yang langsung memeluk Kaira, tak lupa mengambil ponsel milik Kaira, yang langsung dimasukkan ke dalam kantong celananya.Kaira menangis saat membaca komentar soal dirinya. Semua penuh hujatan. Yang menyedihkan, komentar itu ada yang membawa-bawa kedua orangtuanya yang sudah meninggal dan tak tahu apa-apa soal ini.Titik tersakit Kaira adalah saat mendiang kedua orangtuanya dibawa-bawa ke dalam urusan dunia seperti ini."Aku sudah melaporkan mereka yang menjelekkan nama kamu dan keluarga kita," ujar Dipta memberitahukan."Aku nggak masalah mereka ngehujat aku, Mas. Yang bikin aku sakit hati ketika komentar itu membawa-bawa mendiang kedua orangtuaku. Mereka bahkan tidak tahu kalau kedua orangtuaku sudah meninggal," tutur Kaira terisak-isak.Dipta yang paham bagaimana perasaan istrinya, mencoba membelai rambut hingga punggung milik Kaira naik turun dengan lembut.Membiarkan Kaira meluapkan segala perasaan emosinya, Dipta tidak berkomentar apapun atau me
“Ha!? Mana?” Kaira yang juga sama kagetnya ikut melihat ke arah kakinya sendiri. “Iya, kenapa ada darah, Mas?” lanjut Kaira yang membuat Dipta semakin panik. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Dipta yang langsung membopong tubuh Kaira ala bridal style. Digendong secara mendadak seperti ini membuat Kaira takut. Alhasil Kaira buru-buru melingkarkan kedua tangannya di leher Dipta. Dipta berjalan begitu cepat, pikirannya sudah tak karuan. Dalam hatinya selalu berdoa agar Kaira dan calon anaknya tidak kenapa-kenapa. Sampai di lobby, Dipta berteriak kepada bagian resepsionis untuk memanggilkan taksi. Untungnya petugas keamanan yang sedang berjaga di depan pintu mendengar teriakan Dipta, dan langsung sigap membukakan pintu taksi, yang mana taksi ini milik pengunjung lain. “Maaf, Ibu Bapak, ini kondisi darurat jadi biarkan Mas itu dulu, ya,” kata pihak keamanan dengan sopan. “Oh, yasudah tidak apa-apa.” Dipta langsung saja masuk taksi dengan cepat. Napasnya begitu ngos-ngosan ketika h
“A-a-ampun!” “Takut, eh!?” ledek Dipta yang sudah berhasil membawa Melodi ke salah satu gudang yang tak terpakai. Dipta sudah mengikat tangan dan kaki milik Melodi. Parahnya, Dipta menyuruh beberapa pria untuk memperkosa Melodi secara bergilir. Jika sudah murka, Klan Kertakusuma akan membalas jauh lebih parah dan menderita. Sisi gelap Dipta yang sudah lama tak keluar, kini mendadak keluar karena orang yang dicintainya tersakiti. Melodi yang diperkosa secara bergantian dan bergilir kini terkulai lemas. Bahkan sudah lemas pun masih saja digarap oleh tiga pria dalam sekali main. Melodi hanya bisa merintih kesakitan dan terus menangis tergugu. “Se—top!” pintanya memohon dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Hen-ti-kan!” lanjutnya yang sudah tidak bisa melawan Dipta seperti saat pertama diculik. Melihat Melodi yang tak berdaya, Dipta tersenyum remeh. Kaki yang menggunakan sepatu pantofel menginjak perut milik Melodi tanpa belas kasihan sedikit pun. “Awwww! Sa-kit, berengsek! Dasar
“Bereng—sek!” ucap Widya menahan rasa sakit di perutnya. Melodi justru tertawa-tawa melihat darah yang terus mengalir keluar. “Dasar gila!” lanjutnya memaki Melodi.Widya yang masih memiliki tenaga langsung menjambak rambut panjang milik Melodi yang sudah kusut.Tak terima dijambak, Melodi semakin menjadi-jadi dengan mencabut tusukan beling itu lalu ditusukkan kembali ke bagian perut lainnya. Widya memekik kesakitan hingga semakin menarik rambut milik Melodi semakin kencang.“Lepasin rambutku!” teriak Melodi yang merasa jika kulit kepalanya terasa panas akibat tarikan dari Widya yang begitu kuat.“Jika aku mati maka kamu juga harus ikut mati, Melodi!” geram Widya yang terus menjambak bahkan kaki tuanya mencoba menendang perut milik Melodi dengan kuat hingga membuat wanita muda itu tersungkur ke belakang. “Sekarang pilih, mati bersamaku atau—““Bacot kau nenek peyot!” teriak Melodi langsung menerjang Widya kembali dengan sekuat tenaga. Kini mereka berdua saling beradu padu saling ingin
“Ma-maksudnya gimana, Mas?” tanya Kaira lirih, merasa denial dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Bukan tidak paham, hanya saja Kaira masih merasa jika telinganya salah mendengar.Dipta tak melanjutkan melainkan menggenggam telapak tangan milik Kaira erat. Mencium kedua punggung telapak tangan itu sambil menitikan air mata. “Maafkan aku sayang,” gumamnya lirih.Tahu jika suaminya menangis, Kaira pun ikut terisak-isak, yang membuat Vania terbangun dari tidurnya di sofa.Vania kaget melihat Dipta dan Kaira tampak menangis bersama di atas ranjang brankar. Hati Vania ikut merasakan nyeri luar biasa menyaksikan mereka berdua.“Maafkan aku sudah menandatangani surat pengguguran itu. Aku ayah yang jahat!” maki Dipta kepada dirinya sendiri.Kaira diam tak memberikan komentar apapun. Air matanya terus mengalir dengan deras. Sampai akhirnya wajah Dipta mendongak, menatap wajah istrinya yang tampak sendu.“Maafkan aku, Kai,” ucap Dipta sekali lagi sambil mengusap pipi milik Kaira lembut. Kai
“Tidak usah diungkit lagi, Ma. Itu kejadian udah lama, dan polisi juga sudah menutup kasusnya,” balas Dipta pelan. Pria itu langsung beranjak dari tempat duduknya menuju ke arah westafel, mencuci kedua tangannya sambil bercermin, menatap wajahnya sendiri di kaca.Mendengar jawaban putranya yang seperti itu, membuat feeling Vania semakin yakin kalau Dipta ada keterlibatan dalam kasus kematian Widya, yang terbilang mendadak sekaligus mengenaskan, bahkan terasa janggal bagi Vania.Tidak ingin merusak suasana pagi ini, Vania akhirnya memilih diam. Menutup obrolan yang membuat pertengkaran antara dirinya juga Dipta. Vania ikut beranjak dari sofa menuju ke arah westafel, mencuci kedua tangan dan melihat ke arah brankar ranjang, yang mana Dipta tengah mengecup kening Kaira cukup lama.“Apa kamu secinta itu sama Kaira?” tanya Vania, menatap putranya yang langsung mengangkat kepala dari kening Kaira, menatap Vania dengan tatapan sendu.“Ya, Dipta sangat mencintai Kaira, bahkan akan melakukan a
“Holy shit!” umpat Dipta saat melihat berita tentang Bayu, yang mengaku anak dalam kandungan istrinya, merupakan benih dari pria berengsek itu.Melihat Kaira yang terus terduduk lemas, Dipta buru-buru membantu tubuh istrinya berdiri, menyuruhnya duduk di pinggiran ranjang brankar.Darah yang berceceran membuat Dipta sigap segera menelepon pihak medis untuk segera masuk ke dalam kamar rawat inap istrinya.Tak membutuhkan waktu lama, tenaga medis itu datang dan langsung membetulkan saluran infus. Disusul oleh petugas kebersihan yang segera mengepel lantai penuh darah. Pasalnya, Kaira sangat lemas jika melihat banyak darah di depan matanya.Setelah semua beres, Dipta menatap istrinya yang mendadak diam tak bersuara. Bahkan Dipta sudah menawarkan jus alpukat yang sudah dibelinya barusan. Jawaban Kaira hanya menggelengkan kepala saja tanpa mengeluarkan suara.“Nggak usah dipikirin. Aku percaya sama kamu, kalau itu anakku,” ucap Dipta menyakinkan Kaira jika anak dalam kandungan istrinya itu
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y