“Emm … sepertinya nanti saja, Kai. Kamu sebaiknya ke dalam dulu saja. Lihat suami kamu udah nggak sabaran tuh.”Kaira menghela napas panjang dengan kasar saat Melodi tampak tidak ingin memberitahukannya. Apalagi sikap Mas Dipta saat ini sangat berbeda sekali. Tampak emosi melihat Melodi. Memangnya mereka berdua kenal? Bukannya baru bertemu dua kali, itupun dulu saat ia membatalkan pernikahan dan hari ini.Melodi yang tahu kalau Kaira kecewa dari gesturenya langsung menepuk bahu milik wanita itu. Memberikan senyuman hangat seolah-olah tidak pernah terjadi perselisihan sebelum ini.“Aku akan tunggu kamu sampai selesai penyelidikan kok. Aku tunggu kamu di kantin.” Melodi tersenyum manis yang membuat Kaira merasa tenang. Ternyata Melodi masih mau memahami perasaannya meski kemarin terjadi perselisihan karena sudah menjadi selingkuhan dari Mas Bayu.“Janji nggak bakalan pulang dulu.”“Iya, Kai.”Kaira kini mencoba bersikap legowo, menerima masa lalunya yang buruk. Mencoba berdamai dengan r
“Jangan bercanda di saat seperti ini, Mas,” lirih Kaira sambil terus memberontak minta dilepaskan pelukannya.Dipta menggeleng tidak mau, pria itu semakin mengeratkan pelukan di perut Kaira. Selama ini Dipta selalu kuat menghadapi apapun. Tapi entah kenapa ia mendadak lemah saat melihat Kaira menangis histeris seperti ini. Apalagi menuduh dirinya berselingkuh dengan Melodi. Sungguh Dipta ikut merasakan hatinya sakit.“Aku enggak bercanda. Aku serius, Kaira.”Jika sejak tadi Kaira menangis karena merasa dikhianati atas hubungan Dipta dengan Melodi, kini ia terdiam—mencoba mencerna ucapan dari Dipta yang mengatakan jika pria itu adalah anak kandung dari Pak Wisnu.Sungguh Kaira tidak mengerti kenapa Dipta melakukan ini semua kepadanya. Jadi selama ini kecurigaannya benar jika Dipta ini sedang menyamar sebagai orang miskin? Memang tujuannya untuk apa?“Kenapa? Kenapa lakukan ini!?” tanya Kaira yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi ke dalam kehidupannya ini. Sungguh Kaira pusi
"Sayang … apa--""Stop panggil aku sayang!" potong Kaira dengan cepat. Air matanya masih terus mengalir. Menatap Dipta penuh kecewa.Melihat istrinya terus menangis membuat Dipta tak tega sendiri. Pria itu berjalan melangkah ke depan, mendekati Kaira, namun wanita itu berjalan mundur, enggan didekati suaminya."Kaira, aku tahu kalau perbuatanku itu sulit dimaafkan. Tapi aku mohon, jangan pernah berkata seperti itu. Bukankah kita sudah berjanji untuk terus bersama apapun masalahnya?" lirih Dipta menatap sayu istrinya.Kaira yang malas mendengarkan ucapan Dipta memilih untuk menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.Hatinya antara sedih, kecewa, bercampur jadi satu. Kaira bingung harus bagaimana setelah ini. Uang di rekening ATM-nya ludes untuk membeli oleh-oleh ketika di Paris. Ia juga sudah resign dari Golden Grup. Hal ini membuat Kaira merasa bingung sendiri memikirkan cara bertahan hidup. Sedangkan ia tak mau menumpang hidup kepada Dipta, pria yang sudah membohonginya dengan h
"Kondisinya baik-baik aja. Hanya saja perut Ibu Kaira belum terisi makanan apapun jadi asam lambungnya naik yang ngebuat jadi mual-mual. Untuk sakit demam, ini karena kurang istirahat saja," jelas seorang Dokter yang habis memeriksa kondisi Kaira."Jadi bukan karena dia sedang hamil, Dok?" tanya Dipta yang masih berharap jika mualnya Kaira disebabkan karena ada isinya alias hamil."Tidak, Pak. Tapi kita lihat saja ke depan. Untuk saat ini belum terdeteksi."Dipta mengangguk lesu, ia mengantarkan dokter pribadi keluarganya menuju ke luar rumah setelah memberikan resep obat yang harus Dipta tebus.Mendengar penjelasan dokter yang mengatakan jika perut Kaira belum terisi apapun, akhirnya Dipta berinisiatif untuk menyuapi Kaira."Tuhkan bener! Aku tuh nggak hamil!" seru Kaira saat Dipta masuk ke dalam kamar sambil membawa selembar kertas yang berisi resep obat."Iya, mungkin belum terdeteksi. Kamu mau makan apa?" tawar Dipta penuh perhatian."Aku nggak mau makan!" tolak Kaira sambil manyu
“Istri gue di mana?” tanya Dipta saat baru sampai di kelab malam, menghampiri meja yang terdapat Bagas juga beberapa wanita bayaran yang menemani pria matang itu.“Tadi pergi ke sono sama temennya.” Bagas menunjuk dengan telunjuknya menuju ke arah lantai dua yang mana biasanya tempat itu sering digunakan untuk transaksi lendir.Dipta mendongak menatap ke arah tangga, hatinya mendadak panas tak karuan saat Kaira mendatangi tempat yang tak pernah Dipta bayangkan sebelumnya. Kenapa bisa Kaira datang ke tempat hiburan seperti ini.Seakan paham apa yang Dipta rasakan, Bagas yang sudah setengah mabuk menepuk bahu sahabatnya itu.“Lo ada masalah apa, huh? Soalnya tadi ekspresi Kaira datang ke sini kayak banyak beban gitu,” ujar Bagas menebak asal.Dipta menyingkirkan tangan milik Bagas dari pundaknya. Ia kini berjalan pergi meninggalkan Bagas dan lainnya, melangkah naik ke arah tangga untuk memastikan jika ucapan sahabatnya ini benar.“Kalau susah nyari di kamar mana, coba lacak pakai hape!”
“Mas Diptaaaa!” teriak Kaira lantang. Napasnya begitu tersengal-sengal. Keningnya bahkan penuh dengan keringat sebesar biji jagung.“Mimpi buruk ya, Mbak?”Suara itu seakan menyadarkan Kaira saat ini. Ia melihat ke arah depan, terdapat sopir taksi yang sedang menyetir dengan fokus ke depan sana.Entah kenapa mimpi itu seakan seperti nyata. Bahkan Kaira merasakan sakit yang benar-benar sakit saat Mas Dipta menyerah akan hubungan ini. Rasanya ia tak pernah ikhlas jika harus berpisah dengan pria luar biasa itu.“Pak, putar balik, ya,” pinta Kaira kepada sopir taksi itu.Sopir itu tersenyum manis ketika Kaira memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Apalagi tadi saat mendatangi kenalan keluarganya dulu, ternyata rumah itu sudah dijual dan dihuni oleh orang lain.Alhasil Kaira menaiki taksi kembali tanpa tujuan dan akhirnya tertidur pulas sampai bermimpi jika Dipta berselingkuh dengan Melodi. Membayangkan soal mimpinya, hati Kaira terasa nyesak.Tiba di depan rumah kontrakan, Kaira melihat se
“Masakan kamu enak banget, Kaira,” puji Wisnu ketika menikmati sayur opor ayam buatan menantunya ini.Dipuji oleh Papa mertua seperti itu membuat Kaira tersipu malu. Tak menampik jika hatinya sangat bahagia ketika hasil masakannya bisa dinikmati oleh orang-orang yang disayanginya.“Istriku memang jago masak, Pa,” timpal Dipta ikut memuji kehebatan istrinya. Padahal yang sering di dapur selama pernikahan itu Dipta sendiri, namun inilah kehebatan Dipta dibanding pria lain. Sering memuji kehebatan orang lain dibanding dirinya sendiri. “Rasanya juga tidak pernah gagal,” tambahnya sambil menyuapkan nasi ke dalam mulut.“Whoa! Kalau gitu bisa dong Papa setiap sarapan ke sini?” ledek Wisnu sambil terkekeh geli menggoda Kaira.“Boleh, Pak Wisnu. Makasih juga sudah suka masakan saya,” sahut Kaira masih merasa canggung sekaligus malu-malu.“Aku nggak setuju! Masa setiap pagi ke sini numpang makan doang! Biaya bulananku nanti membengkak!” celetuk Dipta yang langsung mendapat pelototan dari Kaira
“Pa, serius?” tanya Kaira yang tak pernah menyangka jika Pak Wisnu, mertuanya, menyimpan rahasia sebesar ini sendirian hanya karena tidak ingin keluarganya kepikiran.“Ya, Kaira. Untuk itu Papa minta tolong sama kamu. Bujukin Dipta untuk mau bekerja di kantor, ya.”Kaira tidak tahu harus merespon cerita sedih Papa mertuanya bagaimana. Alhasil pertahanan dirinya kini runtuh. Kaira berjalan cepat mendekati Wisnu, memeluk pria itu erat. Pelukan sayang kepada orangtua bukan nafsu.Wisnu yang terkenal bengis oleh karyawan pun kini luluh lantak dengan pelukan Kaira. Air matanya menetes tanpa diduga, namun langsung diusapnya kasar.“Kaira nggak tahu kalau dibalik ketenangan Papa ternyata menyimpan beban yang sangat berat,” rancau Kaira yang masih memeluk Wisnu.Wisnu hanya tersenyum tipis saja saat dikhawatirkan oleh menantunya sendiri. Ternyata begini rasanya diperhatikan anak perempuan. “Jangan katakan apapun sama Dipta, ya. Dia suka rewel anaknya,” ulang Wisnu mengingatkan Kaira, dan dian