“Mas Diptaaaa!” teriak Kaira lantang. Napasnya begitu tersengal-sengal. Keningnya bahkan penuh dengan keringat sebesar biji jagung.“Mimpi buruk ya, Mbak?”Suara itu seakan menyadarkan Kaira saat ini. Ia melihat ke arah depan, terdapat sopir taksi yang sedang menyetir dengan fokus ke depan sana.Entah kenapa mimpi itu seakan seperti nyata. Bahkan Kaira merasakan sakit yang benar-benar sakit saat Mas Dipta menyerah akan hubungan ini. Rasanya ia tak pernah ikhlas jika harus berpisah dengan pria luar biasa itu.“Pak, putar balik, ya,” pinta Kaira kepada sopir taksi itu.Sopir itu tersenyum manis ketika Kaira memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Apalagi tadi saat mendatangi kenalan keluarganya dulu, ternyata rumah itu sudah dijual dan dihuni oleh orang lain.Alhasil Kaira menaiki taksi kembali tanpa tujuan dan akhirnya tertidur pulas sampai bermimpi jika Dipta berselingkuh dengan Melodi. Membayangkan soal mimpinya, hati Kaira terasa nyesak.Tiba di depan rumah kontrakan, Kaira melihat se
“Masakan kamu enak banget, Kaira,” puji Wisnu ketika menikmati sayur opor ayam buatan menantunya ini.Dipuji oleh Papa mertua seperti itu membuat Kaira tersipu malu. Tak menampik jika hatinya sangat bahagia ketika hasil masakannya bisa dinikmati oleh orang-orang yang disayanginya.“Istriku memang jago masak, Pa,” timpal Dipta ikut memuji kehebatan istrinya. Padahal yang sering di dapur selama pernikahan itu Dipta sendiri, namun inilah kehebatan Dipta dibanding pria lain. Sering memuji kehebatan orang lain dibanding dirinya sendiri. “Rasanya juga tidak pernah gagal,” tambahnya sambil menyuapkan nasi ke dalam mulut.“Whoa! Kalau gitu bisa dong Papa setiap sarapan ke sini?” ledek Wisnu sambil terkekeh geli menggoda Kaira.“Boleh, Pak Wisnu. Makasih juga sudah suka masakan saya,” sahut Kaira masih merasa canggung sekaligus malu-malu.“Aku nggak setuju! Masa setiap pagi ke sini numpang makan doang! Biaya bulananku nanti membengkak!” celetuk Dipta yang langsung mendapat pelototan dari Kaira
“Pa, serius?” tanya Kaira yang tak pernah menyangka jika Pak Wisnu, mertuanya, menyimpan rahasia sebesar ini sendirian hanya karena tidak ingin keluarganya kepikiran.“Ya, Kaira. Untuk itu Papa minta tolong sama kamu. Bujukin Dipta untuk mau bekerja di kantor, ya.”Kaira tidak tahu harus merespon cerita sedih Papa mertuanya bagaimana. Alhasil pertahanan dirinya kini runtuh. Kaira berjalan cepat mendekati Wisnu, memeluk pria itu erat. Pelukan sayang kepada orangtua bukan nafsu.Wisnu yang terkenal bengis oleh karyawan pun kini luluh lantak dengan pelukan Kaira. Air matanya menetes tanpa diduga, namun langsung diusapnya kasar.“Kaira nggak tahu kalau dibalik ketenangan Papa ternyata menyimpan beban yang sangat berat,” rancau Kaira yang masih memeluk Wisnu.Wisnu hanya tersenyum tipis saja saat dikhawatirkan oleh menantunya sendiri. Ternyata begini rasanya diperhatikan anak perempuan. “Jangan katakan apapun sama Dipta, ya. Dia suka rewel anaknya,” ulang Wisnu mengingatkan Kaira, dan dian
“Ma, jangan kayak anak kecil dengan kasih pilihan seperti ini. Tentu saja Dipta tak bisa memilih di antara kalian berdua. Mama itu wanita yang Dipta hormati karena sudah mengandung, melahirkan, dan merawat Dipta dengan penuh kasih sayang. Sedangkan Kaira, dia wanita yang Dipta pilih untuk menjadi Ibu dari anak-anak Dipta sekaligus menjadi teman hidup Dipta nanti,” ucap Dipta mencoba sabar menghadapi Mamanya yang mulai tersulut emosi.“Jadi kamu menganggap Mama seperti anak kecil, begitu!?” sentak Vania tak terima ketika anaknya seperti lebih membela Kaira, orang yang baru masuk ke dalam keluarganya.Dipta menghela napas kasar saat Mamanya salah paham. Ia berjalan mendekati posisi Mamanya, mencoba menggenggam telapak tangan sang Mama tapi langsung ditangkis Vania kasar.“Mama ini orang yang sudah merawat kamu, Dipta. Tapi tega-teganya kamu tidak mau menurut keinginan Mama! Kamu malahan pilih wanita yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya itu! Kamu juga bilang sudah menikah dengan d
“Emm … syaratnya yang bikin enak aja kalau dariku. Aku mau kamu selalu ‘siap dan mau’ kalau punyaku lagi pengin. Kamu paham, ‘kan?” ucap Dipta sedikit ambigu tak jelas.Kaira yang mendengar syarat dari Dipta merasa bingung sendiri. Kaira takut salah paham. Takut apa yang dipikirkan tidak sama dengan Dipta.“Maksudnya gimana, Mas?” tanya Kaira yang membuat Dipta langsung menghentikan mobilnya di bahu jalan.Dipta menoleh ke samping, menatap Kaira lekat. “Kamu tahu dong hubungan suami istri semakin harmonis itu karena apa?” pancing Dipta sambil menaik-turunkan kedua alisnya, menggoda Kaira agar menebak syarat darinya.“Apa? Suami banyak duit?” tebak Kaira realistis.“Ck! Bukan itu!” dengkus Dipta sebal karena Kaira kurang peka.“Terus apa? Bilang aja jangan muter-muter gini, Mas. Otakku nggak nyampe.”“Hubungan intim. Bercinta
“Oh, yasudah. Kompak sekali suami istri ini pada kebelet.”Kaira tersenyum canggung saat pamitan, padahal malu banget saat akan menyusul suaminya ke toilet. Takut dikira akan berbuat macam-macam.Saat mendorong pintu, Kaira kaget tubuhnya dipeluk dari belakang oleh Dipta. Ternyata suaminya sembunyi dibalik pintu.“Ih, Mas, lepasin.”“Jatah dulu seronde lah. Aku udah setuju kerja di sini.”“Tapi ini di toilet, Mas. Lagian nggak enak sama Papa dan Salsa yang udah nunggu di luar.”“Biarin aja. Mereka juga ngertiin kok. Namanya juga kita penganten baru.”“Tapi—ahhh!” pekik Kaira saat kedua tangan Dipta mulai berani nakal dengan meremas kedua gundukan milik Kaira kencang. “Stop, Mas! Aku minta transferin uang ke m-banking buat bayar pesanan makanan. Saldoku—eemmhhhh!” lenguh Kaira yang tak bisa mencegah tangan jahil suaminya.“Seronde dulu nanti aku transfer banyak ke rekening kamu.”“Ck! Kamu bayar aku gitu? Kok aku kayak lon—eeuggghhh!” desah Kaira saat sebelah tangan Dipta sudah berhasi
"Nggak ada apa-apa," gumam Dipta pelan, tapi masih didengar oleh Kaira. Ekspresi wajahnya bahkan masih menunjukkan rasa curiga, namun Kaira merasa lega karena sebelum keluar dari toilet, wanita itu menyempatkan diri untuk menghapus semua chat di ponselnya. Ya, meski hanya ada dua orang saja yang kirim chat. Dipta dan orang misterius itu.Saat suaminya mengembalikan ponselnya dengan wajah kecut, Kaira iseng mengajukan pertanyaan."Udah pesen menu makannya?" tanya Kaira basa-basi."Nggak jadi. Mendadak udah nggak pengin," jawab Dipta ngeles meski aslinya Kaira tahu tujuan suaminya meminjam hape. Yang pasti ingin tahu ada apa di dalamnya.Perjalanan mereka pun akhirnya sampai rumah. Kaira pun melakukan aktifitas seperti biasa. Dipta sibuk di depan laptop, namun kali ini tidak main game melainkan membuka email yang menampilkan laporan dari Adit.Kaira yang tak sengaja melihat,.langsung mendekat ke arah Dipta."Sebetulnya selama ini kamu betulan main game atau pura-pura?" tanya Kaira isen
“Kenapa? Kok mukanya kaget gitu?”Kaira benar-benar tidak menyangka kalau yang berdiri di depannya saat ini adalah Salsa. Lalu dari mana dia tahu nomornya? Sedangkan yang tahu nomornya baru beberapa orang saja.Saat Salsa melangkah mendekat ke arahnya, Kaira mencoba tenang meski aslinya begitu deg-degan.“Jauhi Dipta!” titah Salsa tepat di samping telinga. Suaranya pelan, tapi sangat membuat tubuh Kaira meremang. “Kalian tidak pantas bersatu!” tambahnya sambil memberikan senyuman sinis.Mengingat tubuh Salsa jauh lebih tinggi membuatnya sedikit condong turun ke bawah, menyamakan tubuh milik Kaira.Selesai mengatakan itu, Salsa berbalik badan, berjalan menjauhi Kaira yang masih terdiam dengan kedua telapak tangan mengepal kuat.“Dipta itu cocoknya cuma sama aku!” lanjut Salsa, menatap tajam ke arah Kaira.Berhasil mengusai diri, Kaira kini mulai berani berjalan maju mendekati Salsa yang berdiri di belakang meja. Kaira mendongak tanpa takut, membalas tatapan Salsa dengan senyuman mereme
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y