“Pa, serius?” tanya Kaira yang tak pernah menyangka jika Pak Wisnu, mertuanya, menyimpan rahasia sebesar ini sendirian hanya karena tidak ingin keluarganya kepikiran.“Ya, Kaira. Untuk itu Papa minta tolong sama kamu. Bujukin Dipta untuk mau bekerja di kantor, ya.”Kaira tidak tahu harus merespon cerita sedih Papa mertuanya bagaimana. Alhasil pertahanan dirinya kini runtuh. Kaira berjalan cepat mendekati Wisnu, memeluk pria itu erat. Pelukan sayang kepada orangtua bukan nafsu.Wisnu yang terkenal bengis oleh karyawan pun kini luluh lantak dengan pelukan Kaira. Air matanya menetes tanpa diduga, namun langsung diusapnya kasar.“Kaira nggak tahu kalau dibalik ketenangan Papa ternyata menyimpan beban yang sangat berat,” rancau Kaira yang masih memeluk Wisnu.Wisnu hanya tersenyum tipis saja saat dikhawatirkan oleh menantunya sendiri. Ternyata begini rasanya diperhatikan anak perempuan. “Jangan katakan apapun sama Dipta, ya. Dia suka rewel anaknya,” ulang Wisnu mengingatkan Kaira, dan dian
“Ma, jangan kayak anak kecil dengan kasih pilihan seperti ini. Tentu saja Dipta tak bisa memilih di antara kalian berdua. Mama itu wanita yang Dipta hormati karena sudah mengandung, melahirkan, dan merawat Dipta dengan penuh kasih sayang. Sedangkan Kaira, dia wanita yang Dipta pilih untuk menjadi Ibu dari anak-anak Dipta sekaligus menjadi teman hidup Dipta nanti,” ucap Dipta mencoba sabar menghadapi Mamanya yang mulai tersulut emosi.“Jadi kamu menganggap Mama seperti anak kecil, begitu!?” sentak Vania tak terima ketika anaknya seperti lebih membela Kaira, orang yang baru masuk ke dalam keluarganya.Dipta menghela napas kasar saat Mamanya salah paham. Ia berjalan mendekati posisi Mamanya, mencoba menggenggam telapak tangan sang Mama tapi langsung ditangkis Vania kasar.“Mama ini orang yang sudah merawat kamu, Dipta. Tapi tega-teganya kamu tidak mau menurut keinginan Mama! Kamu malahan pilih wanita yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya itu! Kamu juga bilang sudah menikah dengan d
“Emm … syaratnya yang bikin enak aja kalau dariku. Aku mau kamu selalu ‘siap dan mau’ kalau punyaku lagi pengin. Kamu paham, ‘kan?” ucap Dipta sedikit ambigu tak jelas.Kaira yang mendengar syarat dari Dipta merasa bingung sendiri. Kaira takut salah paham. Takut apa yang dipikirkan tidak sama dengan Dipta.“Maksudnya gimana, Mas?” tanya Kaira yang membuat Dipta langsung menghentikan mobilnya di bahu jalan.Dipta menoleh ke samping, menatap Kaira lekat. “Kamu tahu dong hubungan suami istri semakin harmonis itu karena apa?” pancing Dipta sambil menaik-turunkan kedua alisnya, menggoda Kaira agar menebak syarat darinya.“Apa? Suami banyak duit?” tebak Kaira realistis.“Ck! Bukan itu!” dengkus Dipta sebal karena Kaira kurang peka.“Terus apa? Bilang aja jangan muter-muter gini, Mas. Otakku nggak nyampe.”“Hubungan intim. Bercinta
“Oh, yasudah. Kompak sekali suami istri ini pada kebelet.”Kaira tersenyum canggung saat pamitan, padahal malu banget saat akan menyusul suaminya ke toilet. Takut dikira akan berbuat macam-macam.Saat mendorong pintu, Kaira kaget tubuhnya dipeluk dari belakang oleh Dipta. Ternyata suaminya sembunyi dibalik pintu.“Ih, Mas, lepasin.”“Jatah dulu seronde lah. Aku udah setuju kerja di sini.”“Tapi ini di toilet, Mas. Lagian nggak enak sama Papa dan Salsa yang udah nunggu di luar.”“Biarin aja. Mereka juga ngertiin kok. Namanya juga kita penganten baru.”“Tapi—ahhh!” pekik Kaira saat kedua tangan Dipta mulai berani nakal dengan meremas kedua gundukan milik Kaira kencang. “Stop, Mas! Aku minta transferin uang ke m-banking buat bayar pesanan makanan. Saldoku—eemmhhhh!” lenguh Kaira yang tak bisa mencegah tangan jahil suaminya.“Seronde dulu nanti aku transfer banyak ke rekening kamu.”“Ck! Kamu bayar aku gitu? Kok aku kayak lon—eeuggghhh!” desah Kaira saat sebelah tangan Dipta sudah berhasi
"Nggak ada apa-apa," gumam Dipta pelan, tapi masih didengar oleh Kaira. Ekspresi wajahnya bahkan masih menunjukkan rasa curiga, namun Kaira merasa lega karena sebelum keluar dari toilet, wanita itu menyempatkan diri untuk menghapus semua chat di ponselnya. Ya, meski hanya ada dua orang saja yang kirim chat. Dipta dan orang misterius itu.Saat suaminya mengembalikan ponselnya dengan wajah kecut, Kaira iseng mengajukan pertanyaan."Udah pesen menu makannya?" tanya Kaira basa-basi."Nggak jadi. Mendadak udah nggak pengin," jawab Dipta ngeles meski aslinya Kaira tahu tujuan suaminya meminjam hape. Yang pasti ingin tahu ada apa di dalamnya.Perjalanan mereka pun akhirnya sampai rumah. Kaira pun melakukan aktifitas seperti biasa. Dipta sibuk di depan laptop, namun kali ini tidak main game melainkan membuka email yang menampilkan laporan dari Adit.Kaira yang tak sengaja melihat,.langsung mendekat ke arah Dipta."Sebetulnya selama ini kamu betulan main game atau pura-pura?" tanya Kaira isen
“Kenapa? Kok mukanya kaget gitu?”Kaira benar-benar tidak menyangka kalau yang berdiri di depannya saat ini adalah Salsa. Lalu dari mana dia tahu nomornya? Sedangkan yang tahu nomornya baru beberapa orang saja.Saat Salsa melangkah mendekat ke arahnya, Kaira mencoba tenang meski aslinya begitu deg-degan.“Jauhi Dipta!” titah Salsa tepat di samping telinga. Suaranya pelan, tapi sangat membuat tubuh Kaira meremang. “Kalian tidak pantas bersatu!” tambahnya sambil memberikan senyuman sinis.Mengingat tubuh Salsa jauh lebih tinggi membuatnya sedikit condong turun ke bawah, menyamakan tubuh milik Kaira.Selesai mengatakan itu, Salsa berbalik badan, berjalan menjauhi Kaira yang masih terdiam dengan kedua telapak tangan mengepal kuat.“Dipta itu cocoknya cuma sama aku!” lanjut Salsa, menatap tajam ke arah Kaira.Berhasil mengusai diri, Kaira kini mulai berani berjalan maju mendekati Salsa yang berdiri di belakang meja. Kaira mendongak tanpa takut, membalas tatapan Salsa dengan senyuman mereme
“Kalau itu yang kamu mau, aku enggak bisa nolak,” jawab Dipta tersenyum manis sambil membalas pelukan manja Kaira di depan Salsa.Mendapat balasan pelukan dari Dipta, Kaira merasa menang satu kosong dengan Salsa. Apalagi wanita itu terlihat panas melihat kemesraannya. Kaira bersorak dalam hati kalau ia ternyata bisa membuat calon pelakor ini kebakaran jenggot.Ting!Mereka bertiga kini keluar lift bersama-sama. Tepatnya, Dipta mempersilakan Salsa keluar terlebih dahulu dan dia menyusul di belakangnya bersama Kaira.Sampai di depan mobil milik Dipta, Kaira buru-buru mencegah suaminya saat akan masuk di pintu kemudi.“Mas, kamu kayaknya capek banget. Aku takut nanti nyetirnya kurang fokus,” keluh Kaira masuk akal.“Gapapa kok.”“Jangan gitu, Mas. Kamu ini bawa nyawa tiga lho. Aku kalau bisa nyetir pasti gantiin kamu. Sayangnya aku nggak bisa nyetir,” keluh Kaira memberikan ekspresi lesu yang membuat Dipta langsung berpikir jika ucapan istrinya ada betulnya juga.“Kalau gitu Salsa aja ya
“Lagi di taman lihat-lihat bunga, Bu," jawab ART keluarga Kertakusuma.Vania mengangguk kecil, dan berjalan keluar rumah. Matanya mencari Kaira yang ternyata sedang tersenyum manis ketika melihat bunga-bunga di taman. “Itu yang pink namanya bunga peony, yang putih itu namanya bunga magnolia,” celetuk Vania yang membuat Kaira menoleh ke samping, ke arah Vania berdiri. “Cantik.” “Ya, memang cantik juga mahal,” jawab Vania masih menunjukkan wajah judes seperti biasa. “Mama yang cantik pakai dres putih itu bukan bunga ini,” ralat Kaira yang membuat Vania mengulum senyuman dipuji oleh menantunya. Akan tetapi buru-buru langsung mengubah ekspresinya kembali judes.“Yaudah buruan itu sopir udah nunggu.” “Ke mana, Ma?” “Kantor, memang mau ke mana lagi!?” “Biar Kaira naik taksi aja. Takut Mama nggak nyaman satu mobil sama Kaira.” “Ck! Kamu ini dikasih gratisan malahan nolak! Buruan, saya malas nunggu lama!” Kaira yang melihat kepergian Vania justru mesam-mesem sendiri. Akhirnya Mama me