Saking kesal dan emosinya karena kedua putrinya menjadi permainan seorang cowok berengsek bernama Tian, kini Dipta tak segan-segan mendatangi ke alamat rumah cowok itu.Dan, seakan semesta tengah berpihak kepada Dipta saat ini. Tian sedang ada di rumah. Dipta yang memang enggan masuk memilih untuk menunggu di teras depan rumah.Saat orang yang menjadi sumber masalah keluarganya muncul. Emosi Dipta semakin memuncak meski hanya melihat wajahnya saja.“Lho, Om Dipta!? Apa ka—“BUG!Tubuh milik Tian terhuyung ke belakang saat mendapatkan pukulan keras dari Dipta. Tian merasakan nyeri di bagian sudut bibirnya, dan mengusapi bagian ujung bibir yang terlihat mengeluarkan darah segar.Sambil menahan rasa sakit, Tian mencoba tetap tenang melihat calon mertuanya yang tampak menatap kesal kepadanya.“Om, ada apa ini?” tanya Tian masih dengan suara pelan, namun berbeda dengan Dipta yang sudah mirip serigala ingin memangsa musuhnya.“Kamu harus tanggung jawab, Tian!” tembak Dipta tanpa basa basi t
Dipta menyambut keluarganya dengan senyuman masam. Hatinya masih kesal dan dongkol. Meski sudah memukuli Tian, tetap saja rasa sakit hati sebagai seorang Ayah tidak bisa langsung hilang.Apalagi putri kecil yang selalu ditimang-timang kini ternodai oleh cowok brengsek seperti Tian.“Mas.” Kaira paham kalau suaminya masih menyimpan perasaan emosi yang begitu besar. Sebagai istri yang sudah hidup bersama selama 20 tahun lamanya, paham betul bagaimana harus menenangkannya.Kaira mengajak Dipta untuk masuk ke dalam kamar. Mengajak istirahat.“Kalian semua sebaiknya istirahat. Untuk Abbi, Mama ucapin makasih, ya. Titip Alle, dia anaknya memang rada-rada keras kepala,” kata Kaira kepada Raffa.Raffa yang mendapatkan pesan amanat itu hanya cengar-cengir saja.Raffa pun pamit pulang ke apartemen kepada Kaira juga Dipta. “Hati-hati di jalan. Mobil kamu jangan lupa dicek di bengkel,” ujar Dipta sebelum pergi ke dalam kamarnya untuk istirahat.“Iya, Pa. Kita berdua pulang dulu.”Kini Raffa men
Tidak pernah terpikirkan oleh Tian kalau Yupi akan menjebaknya seperti ini. Bocah polos dan bodoh itu ternyata sudah bisa menipunya. Tian pun menatap Yupi dengan pandangan penuh dendam yang membara.Apalagi saat ini hidupnya mulai hancur gara-gara Yupi! Mulai dari kehilangan Alle. Dapat ancaman dan bogem mentah dari Om Dipta berkali-kali, dan kini mendapat tekanan mental dari anak-anak STM yang sudah siap menggebukinya sampai mati.“Lo harus ingat! Kalau sampai lo berani sebar-sebar video itu, bukan hanya lo saja yang hancur tapi seluruh anggota keluarga lo yang ada di luar negeri pun akan dibuat sehancur dan menderita mungkin!” ancam Oky sekali lagi.Tian hanya bisa diam saja saat ini. Mau melawan pun sudah pasti orang-orang di sebelahnya akan langsung memberikan pukulan.Sedangkan untuk Yupi sendiri, dia entah kemana saat ini. Setelah Tian diseret paksa oleh segerombolan anak-anak STM temannya Oky untuk masuk ke dalam mobil, bocah bodoh itu mendadak hilang.“Kalau gue tanggung jawab
Alle yang sudah niat dari apartemen ingin mengembalikan ponsel kepada Tian justru laki-laki itu tidak berangkat sekolah hari ini.Hal ini sedikit membuat Alle bertanya-tanya dalam hatinya karena tumben sekali Tian tidak masuk. Biasanya anak itu sangat rajin sekali untuk masuk sekolah.“Lo kenapa, All?” tanya Nindi yang sibuk memakai bedak di wajahnya. “Kayaknya resah banget.”“Tian kenapa tumben nggak masuk hari ini, ya.”Nindi yang lagi fokus menggunakan bedak sampai terhenti. Menatap Alle dengan tatapan bingung. Kenapa juga Alle mengkhawatirkan cowok seperti Tian.Seakan tahu arti tatapan dari Nindi membuat Alle menghela napas panjang dengan kasar.“Gue mau balikin hape dia. Nggak ada maksud apa-apa kok,” jelas Alle sambil tersenyum kecut.Nindi tak berkomentar apapun dan memilih lanjut untuk menuntaskan aktifitas dandannya sebelum keluar dari kelas.Di jam pulang sekolah seperti ini, biasanya dimanfaatkan waktu untuk beberapa siswa untuk berdandan terlebih dahulu sebelum pulang.Sa
Kalian pasti sudah tahu bagaimana ending dari aksi kejar-kejaran antara Raffa dan Alle di dalam kamar ke arah mana dong.Yups! Mereka berakhir saling mencumbu dan grepe-grepe seperti biasa. Raffa sendiri sekuat tenaga menahan diri agar tidak lepas kontrol menggagahi Alle sebelum mereka menikah secara resmi.Selain itu, Raffa juga ingin Alle fokus ujian terlebih dahulu. Masalah bercinta bisa dilakukan setelah lulus nanti. Raffa dan Alle bisa melakukan sepuasnya.Mereka berdua pun setelah puas bermesraan lanjut untuk mengisi perut yang sudah keroncongan dari tadi. Dan, kini mereka tengah melakukan perjalanan menuju ke rumah Tian.“Kamu belajar terus nggak pusing emangnya?” kometar Raffa yang melihat Alle tampak fokus mempelajari ilmu rumus matematika selama perjalanan.“Belajar terus tapi nggak bikin pintar kayak kamu! Pas diterangin guru paham, tapi giliran suruh ngerjain soal lain malah bingung!” dumel Alle yang benci dengan pelajaran matematika, pokoknya nggak suka kalau ada perhitun
“Jadi selama ini lo cuma pura-pura jadi pacarnya Raffa!?” tanya Alle sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.“Hehehe, iya.” Nindi meringis lebar dan buru-buru memeluk Alle erat dari samping. “Sorry, ini ide gila dari Raffa demi pengin buat lo cemburu doang. Dia tuh suka sama cinta banget sama lo, All,” lanjut Nindi memberitahukan soal perasaan Raffa.Alle hanya diam saja karena masih merasa kesal dipermainkan oleh suami sekaligus sahabatnya. Tapi ada rasa bahagia ketika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.Yang membuat Alle salut, mereka berdua berani banget melakukan adegan ‘pernyataan cinta’ di depan semua orang. Sudah pasti semua orang mengira hal itu betulan.“All, jangan marah dong. Kalau mau marah sama Raffa aja karena dia datang-datang ke rumah gue buat minta bantuan buat jadi pacarnya doang gara-gara cemburu lo sama Tian,” cerocos Nindi mencoba merayu Alle terus menerus.Tak bisa marah terlalu lama kepada sahabatnya, Alle menoleh ke samping menatap Nindi dengan
Raffa yang melihat bibir pucat dari Alle merasa resah sekaligus cemas. Buru-buru Raffa menurunkan tubuh milik Alle ke dalam bathtube yang berisi air panas.“Apa masih dingin?” tanya Raffa dengan wajah yang terlihat begitu cemas. “Jangan lama-lama, biar aku mandikan.”“Hah!? Enggak mau!”Raffa menatap tajam ke arah Alle yang tampak tidak menurut. Mendapat pelototan tajam membuat Alle langsung menurut pasrah.Kini Raffa pelan-pelan melucuti semua pakaian milik Alle hingga tak tersisa satu pun yang menempel. Alle yang malu langsung menutup kedua gundukan dadanya dengan tangan.“Ngapain ditutupin, sih? Aku udah pernah lihat bahkan udah sering hisap juga, ‘kan?” ujar Raffa frontal yang membuat wajah Alle langsung merah menahan malu.Buru-buru Alle membuang wajah ke samping kala Raffa tengah menyabuni tubuhnya dari atas hingga kaki. Bahkan ketika memegang daerah inti tubuhnya membuat Alle menahan diri ketika tangan Raffa tampak sengaja mengelus-elus lembut di sana.Tak kuat dielus-elus, All
Selesai membeli obat di Apotek, Raffa memberikan obat kepada Alle. Menyuruh istrinya untuk istirahat.“Kamu tidur di mana?” tanya Alle menatap sayu ke arah Raffa.“Di lantai.”Alle melirik ke arah samping yang masih kosong. “Di sini aja. Lagian kita pernah tidur bersama di Puncak,” kata Alle sambil menepuk lemah ranjang di sampingnya.“Tapi … apa kamu gapapa?” Raffa menatap ragu ke arah ranjang kosong di samping tubuh Alle. Takutnya, Raffa tidak bisa menahan diri lagi kalau terlalu dekat seperti itu. Ditambah Alle lagi sakit, ngerinya malah dibuat makin capek sama Raffa.“Aku gapapa kok. Lagian kita udah suami istri.”Raffa menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya yang tak gatal sama sekali. Ya, memang kalau Alle tidak apa-apa, tapi tidak dengan Raffa!Tak mau membuat Alle sakit hati, Raffa pun menolak dengan cara halus. Raffa beralasan ingin belajar di ruang tv.“Yaudah kalau begitu,” balas Alle dengan suara lirih, kepalanya sudah tidak karuan. “Makasih banyak ya, Raff.”Raffa terse