“Jadi selama ini lo cuma pura-pura jadi pacarnya Raffa!?” tanya Alle sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.“Hehehe, iya.” Nindi meringis lebar dan buru-buru memeluk Alle erat dari samping. “Sorry, ini ide gila dari Raffa demi pengin buat lo cemburu doang. Dia tuh suka sama cinta banget sama lo, All,” lanjut Nindi memberitahukan soal perasaan Raffa.Alle hanya diam saja karena masih merasa kesal dipermainkan oleh suami sekaligus sahabatnya. Tapi ada rasa bahagia ketika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.Yang membuat Alle salut, mereka berdua berani banget melakukan adegan ‘pernyataan cinta’ di depan semua orang. Sudah pasti semua orang mengira hal itu betulan.“All, jangan marah dong. Kalau mau marah sama Raffa aja karena dia datang-datang ke rumah gue buat minta bantuan buat jadi pacarnya doang gara-gara cemburu lo sama Tian,” cerocos Nindi mencoba merayu Alle terus menerus.Tak bisa marah terlalu lama kepada sahabatnya, Alle menoleh ke samping menatap Nindi dengan
Raffa yang melihat bibir pucat dari Alle merasa resah sekaligus cemas. Buru-buru Raffa menurunkan tubuh milik Alle ke dalam bathtube yang berisi air panas.“Apa masih dingin?” tanya Raffa dengan wajah yang terlihat begitu cemas. “Jangan lama-lama, biar aku mandikan.”“Hah!? Enggak mau!”Raffa menatap tajam ke arah Alle yang tampak tidak menurut. Mendapat pelototan tajam membuat Alle langsung menurut pasrah.Kini Raffa pelan-pelan melucuti semua pakaian milik Alle hingga tak tersisa satu pun yang menempel. Alle yang malu langsung menutup kedua gundukan dadanya dengan tangan.“Ngapain ditutupin, sih? Aku udah pernah lihat bahkan udah sering hisap juga, ‘kan?” ujar Raffa frontal yang membuat wajah Alle langsung merah menahan malu.Buru-buru Alle membuang wajah ke samping kala Raffa tengah menyabuni tubuhnya dari atas hingga kaki. Bahkan ketika memegang daerah inti tubuhnya membuat Alle menahan diri ketika tangan Raffa tampak sengaja mengelus-elus lembut di sana.Tak kuat dielus-elus, All
Selesai membeli obat di Apotek, Raffa memberikan obat kepada Alle. Menyuruh istrinya untuk istirahat.“Kamu tidur di mana?” tanya Alle menatap sayu ke arah Raffa.“Di lantai.”Alle melirik ke arah samping yang masih kosong. “Di sini aja. Lagian kita pernah tidur bersama di Puncak,” kata Alle sambil menepuk lemah ranjang di sampingnya.“Tapi … apa kamu gapapa?” Raffa menatap ragu ke arah ranjang kosong di samping tubuh Alle. Takutnya, Raffa tidak bisa menahan diri lagi kalau terlalu dekat seperti itu. Ditambah Alle lagi sakit, ngerinya malah dibuat makin capek sama Raffa.“Aku gapapa kok. Lagian kita udah suami istri.”Raffa menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya yang tak gatal sama sekali. Ya, memang kalau Alle tidak apa-apa, tapi tidak dengan Raffa!Tak mau membuat Alle sakit hati, Raffa pun menolak dengan cara halus. Raffa beralasan ingin belajar di ruang tv.“Yaudah kalau begitu,” balas Alle dengan suara lirih, kepalanya sudah tidak karuan. “Makasih banyak ya, Raff.”Raffa terse
Nindi yang melihat Alle pingsan langsung buru-buru menolongnya. Mengingat tidak kuat mengangkat tubuh sahabatnya, Nindi berteriak meminta bantuan kepada murid lain.Namun, saat sedang digotong secara bersama-sama menuju ke ruang kesehatan, Raffa yang sedang sibuk bermain game di ponselnya melirik ke arah luar kelasnya ketika mendengar berisik suara dari Nindi.“Minggir! Minggir!” teriak Nindi kencang.Saat melihat siapa yang sedang digotong, Raffa langsung berdiri dari posisi duduknya dan berlari kencang ke arah luar kelas.“Eh jancuk! Push rank!” teriak teman sekelas Raffa yang sedang main game bersama. Sedangkan Raffa tidak memedulikan itu semua.“Istri gue!?” seru Raffa yang membuat teman sekelasnya melongo. Lebih tepatnya kaget mendengar ucapan ngawur dari Raffa. Pasalnya berita pernikahan Raffa dan Alle baru tersebar di kelas Alle saja.Teeeet!Raffa tak memedulikan suara bel sekolah. Raffa terus berlari menuju ke dalam ruang kesehatan sekolah.Siswa yang membawa Alle langsung me
Satu minggu kemudian.Kondisi kesehatan Alle sudah membaik seperti sedia kala. Alle bahkan tinggal bersama kedua orang tuanya untuk beberapa hari ke depan selama ujian berlangsung. Semua ini keputusan bersama antara Alle juga Raffa.Gimanapun mereka berdua tahu kalau berduaan saja di apartemen menimbulkan ketidakfokusan keduanya untuk belajar.Saat hari terakhir melakukan ujian, Alle sedikit pesimis karena pelajaran yang diujikan adalah matematika. Lain hal dengan Raffa yang begitu fokus mengerjakan hingga tampak begitu mudah baginya.Waktu pun terus berjalan, Raffa yang memang sangat jago matematika sudah keluar ruang kelas terlebih dahulu. Sengaja Raffa tidak langsung pulang seperti hari-hari kemarin karena hatinya sudah merasa kangen dengan Alle.Di dalam kelas, Alle rasanya ingin menangis ketika melihat soal ujian yang menurutnya susah. Padahal pas diterangkan guru otaknya sudah paham, tapi ketika sudah begini menjadi lupa rumus perhitungan.Teeeet!“Silakan dikumpulkan,” kata Gur
Hari ini Raffa masih merasa gegana, galau dan merana. Alle, istrinya masih tetap keukeh tidak mau ikut ke luar negeri mendampingi Raffa.Tepat hari ini juga Alle malah sibuk pergi bersama Nindi untuk mendaftar jenjang pendidikan lanjutannya, kuliah, di salah satu universitas di kota Bandung.Padahal hari ini Raffa harus pergi ke luar negeri. Raffa berharap kalau Alle bisa mengantar sampai bandara, namun ternyata dia lebih memilih pergi bersama Nindi.“Kamu nanti di sana hati-hati, ya,” kata Ziva, Mama dari Raffa.Raffa mengangguk pelan sebagai jawaban, wajahnya terlihat lesu tidak bersemangat seperti sebelum menikahi Alle.Sekarang hari-hari Raffa dipenuhi untuk memikirkan Alle seorang. “Kalau Abbi kuliah di sini gimana, Ma?” tanya Raffa pelan penuh hati-hati.Ziva sebetulnya tidak tega melihat sang anak tampak galau seperti itu. Tapi tuntutan dari Regan memang harus seperti itu karena Raffa akan menerima estafet perusahaan dari keluarga Abimana.Dengan lembut, Ziva membelai kepala mi
Setiba di parkiran, hal utama yang Alle lakukan langsung mencharger ponselnya. Alle menghidupkan ponsel yang ternyata di sana banyak sekali panggilan tak terjawab dari Raffa.Yang membuat Alle semakin merasa tidak enak karena lebih memilih pergi ke Bandung dibanding mengantarkan Raffa ke bandara.“Tapi kenapa Raffa nggak kirim pesan chat apa-apa, ya?” pikir Alle yang merasa sedih tidak ada pesan chat apapun dari suaminya.Di sini Alle langsung menekan nomor ponsel milik Raffa, namun langsung dibalas oleh suara operator.Alle menatap ke depan dengan pandangan sedih. Meski di sini sangat ramai banyak mahasiswa yang tengah berlalu lalang, tapi hati Alle terasa sangat kesepian.“Hai, mantan!”Alle terkejut kala mendengar suara yang sangat tidak asing itu. Siapa lagi kalau bukan Tian! Mantan yang tidak pernah Alle harapkan kehadirannya.Alle yang lupa menutup pintu mobil hanya bisa mendengkus kasar saja saat Tian tampak menahan sekaligus memegang pintu mobilnya.“Lo ngapain, sih, di sini!”
“Ide lo bener juga, Nin! Gue susul aja ke sana kali, ya. Tapi gue takut ke luar negeri sendirian.”Alle yang awalnya sudah semangat ingin menyusul Raffa ke luar negeri, kini menjadi lesu karena selama ini jika ke luar negeri pasti selalu ramai-ramai bareng keluarga. Tidak pernah sendirian.“Mau gue anter?” tawar Nindi begitu tulus.Alle memang butuh teman ke sana, tapi ia juga tidak enak harus merepotkan sahabatnya terus menerus.Alle pun menggeleng sebagai penolakan atas tawaran Nindi. “Gue akan coba beraniin diri ke sana sendirian.”“Nah gitu dong! Semua demi cinta ke ayang Raffa!” goda Nindi sambil terkekeh puas. Alle yang terus diledek dan goda oleh Nindi hanya diam saja.Alle kini sibuk mencari tiket keberangkatan untuk menyusul Raffa. Meski takut, Alle akan coba beranikan diri ke sana. Alle akan berikan kejutan ini untuk suaminya. Semoga saja Raffa bahagia diberi kejutan seperti ini.Setiba sampai di apartemen milik Raffa, Alle meminta Nindi untuk tetap menemaninya sampai nanti