“Permisi, Bu Kaira.” “Iya! Pasti mau ambil ASI, ‘kan?” “Hehehe, iya, Bu, disuruh sama Nyonya,” jawab Imas sambil tersenyum. “Bentar, ya, aku pumping dulu yang banyak. Alle kalau malam suka haus soalnya.” “Iya, Bu.” Kaira pun tak lupa mempersilakan Imas untuk masuk ke dalam rumahnya yang jauh lebih kecil dibanding rumah utama keluarga Kertakusuma yang begitu mewah juga megah. Selesai pumping dengan jumlah yang cukup banyak, Kaira memberikan itu kepada Imas. Kini Kaira kembali sendirian lagi di rumah. Apalagi rumahnya kini sudah rapi juga bersih. Sehabis pulang beli rujak, Kaira langsung sibuk bebenah. “Mas Dipta lama banget pulangnya,” dumel Kaira yang merasa jika suaminya sudah telat sekitar lima menitan. Tak lama kemudian terdengar suara deru mesin mobil yang masuk ke dalam halaman rumah. Kaira yang memang sudah menanti kepulangan sang suami, langsung saja buru-buru menuju ke pintu utama. Sebelum membuka pintu, Kaira sedikit merapikan rambutnya yang menurutnya berantakan. Ck
Melihat istrinya merajuk tanpa alasan yang jelas membuat Dipta harus menyuapi Alle makan MP-ASI hasil buatan Kaira.Tidak hanya itu saja, Dipta juga memandikan Alle serta mendandani bayi berusia enam bulan ini. Untungnya saat selesai dipakaikan baju, Alle mendadak tertidur pulas. Mungkin merasa nyaman karena badan sudah bersih sekaligus perut pun terasa kenyang.Alhasil Dipta menaruh Alle di atas kasur khusus bayi yang baru dibelikan oleh Neneknya kemarin.Padahal Dipta sudah mewanti-wanti kepada Vania untuk tidak perlu membelikan apa-apa lagi. Tapi namanya Nenek sayang cucu, tetap saja dibelikan dengan dalih box bayi milik Alle sudah kekecilan mengingat tumbuh kembang bayi itu sangat pesat. Begitu gembul.Kini Dipta mencoba menelepon Mamanya, ingin bertanya soal keanehan sifat Kaira yang gampang sekali menangis juga marah-marah.“Ya, Dip, mau nitip Alle?” celetuk Vania to the poin ketika putranya menelepon.“Enggak, Ma. Mau ngobrol aja soal Kaira,” ujar Dipta sambil menatap ke arah l
Pagi ini baik Dipta maupun Vania tengah menunggu dengan perasaan cemas. Apalagi mereka takut jika hasilnya tidak sesuai keinginan. Ditambah, Kaira begitu lama sekali di dalam toilet.Alhasil Dipta yang tadi sabar menunggu dengan posisi duduk di sofa ruang keluarga, kini sudah berdiri dan berjalan mendekat ke arah toilet.“Sayang, hasilnya gimana? Udah keluar apa belum?” tanya Dipta lembut di depan pintu, namun pria itu tak mendengar sahutan apapun dari Kaira.Khawatir terjadi sesuatu dengan istrinya, Dipta kembali mengetuk pintu toilet untuk memastikan keadaan Kaira di dalam sana.“Sayang, kamu ga—“Cklek!Melihat wajah muram dari Kaira membuat Dipta mengerutkan kedua alisnya hingga menyatu di tengah.“Kalau hasilnya nggak sesuai gapapa kok,” ujar Dipta mencoba menenangkan istrinya yang tampak terlihat berkaca-kaca.“Positif! Hasilnya garis dua, Mas!?” seru Kaira yang langsung menangis tergugu. Wanita itu juga memberikan alat tes kehamilan dengan kasar ke arah Dipta. “Aku hamil! Aku n
Merasa pusing dan bimbang karena ingin memiliki anak lagi, Kaira mengajak sahabatnya untuk ketemuan di salah satu kafe untuk menceritakan beban pikirannya. Biasanya, Wawan, sahabatnya ini akan memiliki banyak motivasi atau kata-kata masukan yang membuatnya merasa lega sekaligus menerima apa yang terjadi.“Sorry, gue telat. Tadi ada klien,” ujar Wawan yang buru-buru langsung duduk di hadapan Kaira. Menatap wajah sahabatnya yang tampak begitu muram. “Lo kenapa?”“Gue pusing banget, Wan.”“Berantem lagi sama Dipta?” tebak Wawan sedikit tepat sasaran karena memang Kaira lagi sebal banget sama suaminya.Kaira tak langsung menjawab, melainkan diam beberapa saat terlebih dahulu sebelum akhirnya mengutarakan apa yang menjadi akar beban pikirannya.“Gue hamil lagi,” lirihnya sambil memperlihatkan wajah cemberut. Lain hal dengan Wawan yang menunjukkan ekspresi kagetnya, namun segera diubah menjadi biasa.“Bagus dong. Tandanya lo subur banget.”“Ck! Bagus apanya coba! Usia Alle aja masih enam bu
Setelah menerima kehamilan keduanya ini dengan penuh banyak drama, kini Kaira menjalaninya dengan enjoy meski kadang-kadang suka kumat, marah tanpa alasan.Bahkan meski sudah tinggal satu rumah dengan Dipta, Kaira masih tidak mau satu ranjang dengan suaminya itu. Kaira terlalu mual mencium aroma mulut suaminya yang menurut Kaira bau bawang yang begitu menyengat.Sontak hal ini membuat Kaira selalu jauh-jauh dari Dipta. Jika pun ingin melakukan hubungan suami istri, Kaira harus memakai masker sampai tiga lapis agar tak menghirup aroma bau bawang dari mulut Dipta.“Sayang, ini es creamnya,” seru Dipta yang habis keluar ke mini market untuk memberi es cream keinginan Kaira.Kehamilan kali ini, Kaira banyak sekali ngidamnya. Terkadang sampai kepengin makan nasi padang tapi makannya di kota Padang. Hal ini tidak Dipta turuti karena baginya ini ngidam tergila istrinya.“Udah nggak pengin! Buat kamu aja sana,” jawab Kaira dengan wajah tanpa bersalah sedikit pun.Padahal suaminya, Dipta, baru
“Lho, Dipta, kenapa bolak-balik toilet terus, Kai?” tanya Vania dengan wajah herannya.Kaira tak menjawab pertanyaan dari Mama mertuanya itu, melainkan hanya mengangkat kedua bahunya saja.Entah kenapa sikap Kaira saat ini benar-benar berbeda dari kehamilan Alle. Saat ini sedikit jahil juga merepotkan banyak orang.Saat hamil Alle dulu, Kaira begitu tangguh bahkan segan ingin meminta tolong kepada orang lain. Namun, kali ini sering membuat darah tinggi para penghuni rumah, terutama Dipta, suaminya.Terlebih Dipta juga tidak bisa menolak keinginan istrinya itu. Soal ini Dipta memang kalah telak. Lain hal jika sedang berbisnis sudah pasti lawannya yang akan tunduk kepadanya.Kini saat keluar dari dalam toilet, wajah Dipta tampak pucat. Hal ini membuat Vania bertanya-tanya sendiri dalam hati.“Kamu tuh kenapa, sih, Dip!? Kalau sakit pergi ke dokter lah,” komentar Vania yang jengah sendiri mendengar suara pintu toilet lantai bawah bolak balik dibuka tutup dengan suara kencang.“Sakit peru
“Lho, kenapa kamu tidur di sofa, Dip?” tanya Vania kaget ketika akan berjalan menuju ke arah dapur mengambil air minum.“Biasa, Ma,” jawab Dipta lesu, bahkan kedua matanya tidak terbuka sama sekali karena saking ngantuk dan capeknya, tapi malahan diajak berantem terus oleh Kaira.Tak mau terlalu banyak ikut campur urusan rumah tangga anaknya, Vania tak memberikan komentar apapun malam ini.Apalagi melihat wajah lelah dari Dipta membuat Vania tidak tega ingin mengintrogasinya. Kali ini biarkan saja mereka berdua yang belajar menyelesaikannya. Fokus Vania saat ini hanya mengurus Alle dengan penuh kasih sayang.Hingga tak terasa waktu terus berjalan, Dipta yang memang harus menghadiri meeting kerja, pagi-pagi pukul enam sudah siap untuk berangkat. Sedangkan Kaira masih tertidur dengan pulasnya mengingat semalam suntuk digunakan untuk menangisi Dipta juga isi pesan chat dari Inez.“Hari ini nanti Kaira kontrol kandungan, tapi aku nggak bisa nemenin dia. Soalnya aku harus kejar target supa
Kaira yang semalam memikirkan Dipta hingga menangis sampai kelelahan, kini baru tersadar dari tidurnya. Kepalanya yang terasa berat juga pening membuat penglihatan Kaira sedikit berkunang-kunang.Dilihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi membuat Kaira terpaksa harus tetap bangun.Apalagi ada nyawa lain yang saat ini membutuhkan nutrisi dari dalam tubuhnya. Kaira pun turun ke bawah dengan sedikit sempoyongan.“Lho, Kai, wajah kamu pucat banget,” komentar Vania yang saat ini sedang sibuk bermain dengan Alle di ruang keluarga.“Kepala Kaira pusing banget, Ma. Rasanya berat juga,” jawab Kaira dengan jujur.“Yaudah kamu istirahat lagi aja.”Kaira menggelengkan kepala sebagai jawaban. Yang dilakukan Kaira terus berjalan menuju ke area dapur.Sedangkan Vania hanya bisa menghela napas saja ketika melihat anak dan menantunya akhir-akhir ini sering berantem.Melihat Kaira sudah kembali lagi dari area dapur menuju ke ruang keluarga, membuat Vania menatap dengan tatapan kasiha