Dipta yang melihat sendiri istrinya berjuang untuk melahirkan buah cintanya merasa tidak tega sendiri. Tanpa disadarinya, Dipta menitikan air matanya namun segera diusapnya dengan kasar agar Kaira tidak melihatnya dan justru akan menjadi beban pikiran istrinya nanti.“Sekali lagi, Ibu Kaira, mengejan yang lebih kuat lagi, oke. Sekarang rileks dulu ambil napas dalam-dalam.”Kaira mengikuti saran dari Dokter yang menangani dirinya. Merasa sudah siap untuk mengejan, Kaira memberikan kode kepada tim medis menggunakan jemari tangannya.“Kita hitung sekali lagi sampai tiga ya, Bu. Satu, dua, tiga! Mengejan yang kuat, Bu!”“AAAA!”“Terus, Bu! Jangan berhenti mengejan!”“AAAA!”“Ayo, Bu. Semangat!” kata salah satu Bidan, menyemangati Kaira.Kaira hanya mengangguk sebagai respon. Air matanya sudah tumpah ruah tidak karuan. Bahkan suara Dipta yang selalu menyemangati dirinya menjadi sebuah cambuk bagi Kaira agar kuat berjuang.“Sayang, kamu pasti bisa! Kamu perempuan kuat! Kamu perempuan hebat!
“Nama yang bagus,” komentar Kaira tersenyum lembut ke arah box bayi yang sudah ada Alle di sana.Kaira pun kini sudah berada di dalam kamar rawat inapnya. Petugas medis yang mengantarnya kini pamit keluar setelah memastikan selang infus milik Kaira berjalan dengan baik.Baru saja akan mendaratkan pantatnya ke kursi, pintu ruang rawat inap sudah terbuka kembali yang menampilkan sesosok Vania.Wanita paruh baya itu masuk dengan kedua bola mata berkaca-kaca. Apalagi melihat box bayi yang berada di samping brankar milik Kaira.“Selamat sayang, selamat sudah menjadi Ibu saat ini. Mama bangga dan senang bisa memiliki menantu seperti kamu,” ucap Vania sambil memeluk Kaira.“Terima kasih banyak, Ma. Apalagi tadi Mama sudah setia temani aku di ruang bersalin selama Mas Dipta tidak ada.”“Iya, sayang, Mama yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena sudah melahirkan cucu Mama yang cantik itu,” ungkap Vania sembari melirik ke box bayi yang terdapat Alle tertidur di sana.Tanpa disadari Kair
Tepat hari ini Kaira sudah diperbolehkan pulang. Dipta langsung mengurus segala administrasi perawatan serta persalinan milik Kaira dengan cepat.Selesai mengurus pembayaran, Dipta kembali ke dalam ruang rawat inap istrinya untuk berkemas-kemas.Vania yang memang setia menunggu di rumah sakit, kini ikut membantu membereskan semuanya.“Kamu kuat jalan apa tidak, Kai?” tanya Vania penuh perhatian.Kaira tidak langsung menjawab melainkan tampak berpikir sambil mencoba berdiri, namun rasanya masih nyeri di bagian sensitifnya.“Kita pakai kursi roda saja,” ceplos Dipta menimbrung.“Ya sudah kalau begitu Mama setuju! Jangan dipaksakan kalau memang masih sakit atau nyeri,” ujar Vania yang kini beralih untuk meraih Alle dari dalam box bayi untuk segera digendong.Kaira pun akhirnya merasa lega ketika mertua dan suaminya bisa memahami apa yang diinginkan tanpa ia harus mengatakan. Pasalnya Kaira tipe orang yang tidak enakan meski dengan keluarga sekalipun.Mereka bertiga kini berjalan menuju k
Setelah selesai membersihkan diri, Dipta langsung buru-buru turun ke lantai bawah untuk menyusul istrinya juga ingin bermain dengan putri kesayangan, Alle.Ketika baru sampai di tangga terakhir, Dipta mendengar suara tangis kejer dari Alle. Langkah kakinya semakin dibuat cepat menuju ke kamar Alle.Saat membuka pintu, ternyata Alle tengah digendong oleh Kaira, namun masih saja menangis dengan kejer.“Kenapa? Kok nangisnya gitu banget?” tanya Dipta mendekati Kaira yang sedang menimang-nimang Alle.“Nggak tahu, Mas. Padahal udah dikasih susu barusan. Tapi masih nangis aja,” adu Kaira yang merasa ikut bingung apa penyebab anaknya menangis kejer seperti ini.“Mungkin pampers-nya penuh,” tebak Dipta.“Baru aja diganti tadi, Mas. Tapi nangis terus. Udah aku cek semua badannya gapapa kok.”“Sini biar aku yang gantian gendong Alle.” Dipta menerima putrinya dari tangan Kaira. Hal tak terduga terjadi. Alle langsung diam dengan kedua mata yang mengerjap-ngerjap pelan kemudian langsung terpejam.
Selesai berbelanja di mal, kini Kaira pulang dengan membawa beberapa paperbag yang berisi tas branded hasil pilihan dari Vania.Ketika melihat jam di layar ponselnya, Kaira mendesah panjang. Apalagi tadi saat sudah selesai ‘ me time’ niatnya ingin langsung pulang, tapi Vania minta ditemani memilih-milih tas. Dan, itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.Ingin mendumel pun rasanya percuma saja. Hanya buang-buang tenaga. Apalagi Vania sama Dipta ini memiliki karakter yang hampir mirip. Sama-sama suka memanjakan Alle.“Jangan masuk ke kamar Alle, bersih-bersih dulu,” kata Vania mengingatkan Kaira yang sudah hampir ingin membuka pintu kamar putrinya.Semenjak Alle lahir, siapapun yang habis keluar dari rumah wajib bersih-bersih terlebih dahulu sebelum menemui Alle. Vania takut kalau orang yang habis keluar rumah membawa banyak virus atau bakteri hingga membuat Alle gampang terserang penyakit nantinya.Kaira sendiri setuju dengan aturan ini karena membawa dampak baik untuk anaknya. Nam
“Aku malu, Mas,” lirih Kaira yang langsung bersembunyi di balik tubuh milik Dipta. “Kamu, sih, main nyosor aja nggak lihat-lihat keadaan,” lanjut Kaira menyalahkan suaminya.Lain hal dengan Dipta yang bodoh amat soal ART-nya yang melihat dirinya bercumbu dengan Kaira.Lagipula sudah hal lumrah bagi Dipta jika sepasang suami istri bermesraan. Kaira saja yang apa-apa dibuat serba tidak enakan.“Sudah nggak ada. Bi Imas sudah pergi,” ujar Dipta memberitahukan soal ini kepada Kaira yang masih saja bersembunyi di balik tubuhnya.Dengan gerakan pelan, Kaira mengintip ke arah di mana Bi Imas berdiri dengan ekspresi terkejut tadi. Ketika Bi Imas memang sudah tidak ada, Kaira mengembuskan napas lega.Tak mau berpapasan dengan Bi Imas, Kaira akhirnya buru-buru pamit pergi menuju ke kamar Alle.“Mangkuk kotornya jangan lupa dicuci!” titah Kaira sambil menunjuk ke arah mangkuk kosong dengan dagunya.Dipta yang ditinggalkan istrinya begitu saja hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sa
Sudah hampir seminggu ini Kaira, Dipta, juga Alle tinggal terpisah di rumah baru. Awalnya bagi Kaira sedikit kewalahan karena saat dulu tinggal di rumah utama keluarga Kertakusuma selalu ada yang menghandle. Namun, sekarang Kaira terjun sendiri untuk menghandle semuanya, termasuk bersih-bersih rumah.“Kamu yakin nggak mau pakai ART?” tanya Dipta selalu menawarkan itu kepada Kaira yang terlihat sangat kelelahan.Kaira selalu saja menggelengkan kepala sebagai jawaban penolakan. Bagi Kaira sendiri, selama masih bisa dan mampu akan dikerjakan sendiri saja.“Ngomong-ngomong kamu udah suci, ‘kan, dari masa nifas?” pancing Dipta mulai menjalankan misi terselubungnya.“Hm,” jawab Kaira sambil memejamkan matanya karena capek habis ngepel lantai tadi sore sebelum Dipta pulang.“Kalau gitu …,” ucap Dipta yang langsung mengubah posisi rebahan menjadi di atas tubuh Kaira. Mengukung tubuh istrinya dengan tubuh atletis milik Dipta.Sontak saja Kaira terkejut ketika membuka mata ternyata wajah suamin
Tak mau ada perang dunia ke dua, Dipta buru-buru menyusul Kaira ke dalam kamar. Ternyata pintu kamar tidur mereka terkunci dari dalam.“Lho, sayang, kok dikunci?” tanya Dipta sambil menekan-nekan handle pintu. Lain hal dengan Kaira yang masih misuh-misuh di dalam dengan perasaan kesal.“Aku malu ih, Mas! Kamu nggak bilang-bilang ada Mama!” teriak Kaira dari dalam kamar. Posisinya saat ini sedang duduk di pinggiran ranjang dengan deru napas yang begitu tersengal-sengal karena terlalu kaget hingga membuatnya berlari kencang.“Tadi mau bangunin kamu tapi nggak tega gitu. Soalnya lihat wajah kamu kayak capek banget,” jelas Dipta dengan penuh kelembutan.Kaira yang mendengar penjelasan suaminya mendadak diam. Otaknya mulai berpikir jika apa yang diucapkan oleh suaminya memang benar adanya.Sungguh Kaira sangat lelah hingga tidak mendengar ada suara tamu sepagi ini. Tapi, kira-kira siapa yang mengambil Alle dari kamar ini? Kalau Mama yang mengambil, berarti melihat tubuhnya yang naked dong!
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y