Selesai berbelanja di mal, kini Kaira pulang dengan membawa beberapa paperbag yang berisi tas branded hasil pilihan dari Vania.Ketika melihat jam di layar ponselnya, Kaira mendesah panjang. Apalagi tadi saat sudah selesai ‘ me time’ niatnya ingin langsung pulang, tapi Vania minta ditemani memilih-milih tas. Dan, itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.Ingin mendumel pun rasanya percuma saja. Hanya buang-buang tenaga. Apalagi Vania sama Dipta ini memiliki karakter yang hampir mirip. Sama-sama suka memanjakan Alle.“Jangan masuk ke kamar Alle, bersih-bersih dulu,” kata Vania mengingatkan Kaira yang sudah hampir ingin membuka pintu kamar putrinya.Semenjak Alle lahir, siapapun yang habis keluar dari rumah wajib bersih-bersih terlebih dahulu sebelum menemui Alle. Vania takut kalau orang yang habis keluar rumah membawa banyak virus atau bakteri hingga membuat Alle gampang terserang penyakit nantinya.Kaira sendiri setuju dengan aturan ini karena membawa dampak baik untuk anaknya. Nam
“Aku malu, Mas,” lirih Kaira yang langsung bersembunyi di balik tubuh milik Dipta. “Kamu, sih, main nyosor aja nggak lihat-lihat keadaan,” lanjut Kaira menyalahkan suaminya.Lain hal dengan Dipta yang bodoh amat soal ART-nya yang melihat dirinya bercumbu dengan Kaira.Lagipula sudah hal lumrah bagi Dipta jika sepasang suami istri bermesraan. Kaira saja yang apa-apa dibuat serba tidak enakan.“Sudah nggak ada. Bi Imas sudah pergi,” ujar Dipta memberitahukan soal ini kepada Kaira yang masih saja bersembunyi di balik tubuhnya.Dengan gerakan pelan, Kaira mengintip ke arah di mana Bi Imas berdiri dengan ekspresi terkejut tadi. Ketika Bi Imas memang sudah tidak ada, Kaira mengembuskan napas lega.Tak mau berpapasan dengan Bi Imas, Kaira akhirnya buru-buru pamit pergi menuju ke kamar Alle.“Mangkuk kotornya jangan lupa dicuci!” titah Kaira sambil menunjuk ke arah mangkuk kosong dengan dagunya.Dipta yang ditinggalkan istrinya begitu saja hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sa
Sudah hampir seminggu ini Kaira, Dipta, juga Alle tinggal terpisah di rumah baru. Awalnya bagi Kaira sedikit kewalahan karena saat dulu tinggal di rumah utama keluarga Kertakusuma selalu ada yang menghandle. Namun, sekarang Kaira terjun sendiri untuk menghandle semuanya, termasuk bersih-bersih rumah.“Kamu yakin nggak mau pakai ART?” tanya Dipta selalu menawarkan itu kepada Kaira yang terlihat sangat kelelahan.Kaira selalu saja menggelengkan kepala sebagai jawaban penolakan. Bagi Kaira sendiri, selama masih bisa dan mampu akan dikerjakan sendiri saja.“Ngomong-ngomong kamu udah suci, ‘kan, dari masa nifas?” pancing Dipta mulai menjalankan misi terselubungnya.“Hm,” jawab Kaira sambil memejamkan matanya karena capek habis ngepel lantai tadi sore sebelum Dipta pulang.“Kalau gitu …,” ucap Dipta yang langsung mengubah posisi rebahan menjadi di atas tubuh Kaira. Mengukung tubuh istrinya dengan tubuh atletis milik Dipta.Sontak saja Kaira terkejut ketika membuka mata ternyata wajah suamin
Tak mau ada perang dunia ke dua, Dipta buru-buru menyusul Kaira ke dalam kamar. Ternyata pintu kamar tidur mereka terkunci dari dalam.“Lho, sayang, kok dikunci?” tanya Dipta sambil menekan-nekan handle pintu. Lain hal dengan Kaira yang masih misuh-misuh di dalam dengan perasaan kesal.“Aku malu ih, Mas! Kamu nggak bilang-bilang ada Mama!” teriak Kaira dari dalam kamar. Posisinya saat ini sedang duduk di pinggiran ranjang dengan deru napas yang begitu tersengal-sengal karena terlalu kaget hingga membuatnya berlari kencang.“Tadi mau bangunin kamu tapi nggak tega gitu. Soalnya lihat wajah kamu kayak capek banget,” jelas Dipta dengan penuh kelembutan.Kaira yang mendengar penjelasan suaminya mendadak diam. Otaknya mulai berpikir jika apa yang diucapkan oleh suaminya memang benar adanya.Sungguh Kaira sangat lelah hingga tidak mendengar ada suara tamu sepagi ini. Tapi, kira-kira siapa yang mengambil Alle dari kamar ini? Kalau Mama yang mengambil, berarti melihat tubuhnya yang naked dong!
“Permisi, Bu Kaira.” “Iya! Pasti mau ambil ASI, ‘kan?” “Hehehe, iya, Bu, disuruh sama Nyonya,” jawab Imas sambil tersenyum. “Bentar, ya, aku pumping dulu yang banyak. Alle kalau malam suka haus soalnya.” “Iya, Bu.” Kaira pun tak lupa mempersilakan Imas untuk masuk ke dalam rumahnya yang jauh lebih kecil dibanding rumah utama keluarga Kertakusuma yang begitu mewah juga megah. Selesai pumping dengan jumlah yang cukup banyak, Kaira memberikan itu kepada Imas. Kini Kaira kembali sendirian lagi di rumah. Apalagi rumahnya kini sudah rapi juga bersih. Sehabis pulang beli rujak, Kaira langsung sibuk bebenah. “Mas Dipta lama banget pulangnya,” dumel Kaira yang merasa jika suaminya sudah telat sekitar lima menitan. Tak lama kemudian terdengar suara deru mesin mobil yang masuk ke dalam halaman rumah. Kaira yang memang sudah menanti kepulangan sang suami, langsung saja buru-buru menuju ke pintu utama. Sebelum membuka pintu, Kaira sedikit merapikan rambutnya yang menurutnya berantakan. Ck
Melihat istrinya merajuk tanpa alasan yang jelas membuat Dipta harus menyuapi Alle makan MP-ASI hasil buatan Kaira.Tidak hanya itu saja, Dipta juga memandikan Alle serta mendandani bayi berusia enam bulan ini. Untungnya saat selesai dipakaikan baju, Alle mendadak tertidur pulas. Mungkin merasa nyaman karena badan sudah bersih sekaligus perut pun terasa kenyang.Alhasil Dipta menaruh Alle di atas kasur khusus bayi yang baru dibelikan oleh Neneknya kemarin.Padahal Dipta sudah mewanti-wanti kepada Vania untuk tidak perlu membelikan apa-apa lagi. Tapi namanya Nenek sayang cucu, tetap saja dibelikan dengan dalih box bayi milik Alle sudah kekecilan mengingat tumbuh kembang bayi itu sangat pesat. Begitu gembul.Kini Dipta mencoba menelepon Mamanya, ingin bertanya soal keanehan sifat Kaira yang gampang sekali menangis juga marah-marah.“Ya, Dip, mau nitip Alle?” celetuk Vania to the poin ketika putranya menelepon.“Enggak, Ma. Mau ngobrol aja soal Kaira,” ujar Dipta sambil menatap ke arah l
Pagi ini baik Dipta maupun Vania tengah menunggu dengan perasaan cemas. Apalagi mereka takut jika hasilnya tidak sesuai keinginan. Ditambah, Kaira begitu lama sekali di dalam toilet.Alhasil Dipta yang tadi sabar menunggu dengan posisi duduk di sofa ruang keluarga, kini sudah berdiri dan berjalan mendekat ke arah toilet.“Sayang, hasilnya gimana? Udah keluar apa belum?” tanya Dipta lembut di depan pintu, namun pria itu tak mendengar sahutan apapun dari Kaira.Khawatir terjadi sesuatu dengan istrinya, Dipta kembali mengetuk pintu toilet untuk memastikan keadaan Kaira di dalam sana.“Sayang, kamu ga—“Cklek!Melihat wajah muram dari Kaira membuat Dipta mengerutkan kedua alisnya hingga menyatu di tengah.“Kalau hasilnya nggak sesuai gapapa kok,” ujar Dipta mencoba menenangkan istrinya yang tampak terlihat berkaca-kaca.“Positif! Hasilnya garis dua, Mas!?” seru Kaira yang langsung menangis tergugu. Wanita itu juga memberikan alat tes kehamilan dengan kasar ke arah Dipta. “Aku hamil! Aku n
Merasa pusing dan bimbang karena ingin memiliki anak lagi, Kaira mengajak sahabatnya untuk ketemuan di salah satu kafe untuk menceritakan beban pikirannya. Biasanya, Wawan, sahabatnya ini akan memiliki banyak motivasi atau kata-kata masukan yang membuatnya merasa lega sekaligus menerima apa yang terjadi.“Sorry, gue telat. Tadi ada klien,” ujar Wawan yang buru-buru langsung duduk di hadapan Kaira. Menatap wajah sahabatnya yang tampak begitu muram. “Lo kenapa?”“Gue pusing banget, Wan.”“Berantem lagi sama Dipta?” tebak Wawan sedikit tepat sasaran karena memang Kaira lagi sebal banget sama suaminya.Kaira tak langsung menjawab, melainkan diam beberapa saat terlebih dahulu sebelum akhirnya mengutarakan apa yang menjadi akar beban pikirannya.“Gue hamil lagi,” lirihnya sambil memperlihatkan wajah cemberut. Lain hal dengan Wawan yang menunjukkan ekspresi kagetnya, namun segera diubah menjadi biasa.“Bagus dong. Tandanya lo subur banget.”“Ck! Bagus apanya coba! Usia Alle aja masih enam bu