“Nama yang bagus,” komentar Kaira tersenyum lembut ke arah box bayi yang sudah ada Alle di sana.Kaira pun kini sudah berada di dalam kamar rawat inapnya. Petugas medis yang mengantarnya kini pamit keluar setelah memastikan selang infus milik Kaira berjalan dengan baik.Baru saja akan mendaratkan pantatnya ke kursi, pintu ruang rawat inap sudah terbuka kembali yang menampilkan sesosok Vania.Wanita paruh baya itu masuk dengan kedua bola mata berkaca-kaca. Apalagi melihat box bayi yang berada di samping brankar milik Kaira.“Selamat sayang, selamat sudah menjadi Ibu saat ini. Mama bangga dan senang bisa memiliki menantu seperti kamu,” ucap Vania sambil memeluk Kaira.“Terima kasih banyak, Ma. Apalagi tadi Mama sudah setia temani aku di ruang bersalin selama Mas Dipta tidak ada.”“Iya, sayang, Mama yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena sudah melahirkan cucu Mama yang cantik itu,” ungkap Vania sembari melirik ke box bayi yang terdapat Alle tertidur di sana.Tanpa disadari Kair
Tepat hari ini Kaira sudah diperbolehkan pulang. Dipta langsung mengurus segala administrasi perawatan serta persalinan milik Kaira dengan cepat.Selesai mengurus pembayaran, Dipta kembali ke dalam ruang rawat inap istrinya untuk berkemas-kemas.Vania yang memang setia menunggu di rumah sakit, kini ikut membantu membereskan semuanya.“Kamu kuat jalan apa tidak, Kai?” tanya Vania penuh perhatian.Kaira tidak langsung menjawab melainkan tampak berpikir sambil mencoba berdiri, namun rasanya masih nyeri di bagian sensitifnya.“Kita pakai kursi roda saja,” ceplos Dipta menimbrung.“Ya sudah kalau begitu Mama setuju! Jangan dipaksakan kalau memang masih sakit atau nyeri,” ujar Vania yang kini beralih untuk meraih Alle dari dalam box bayi untuk segera digendong.Kaira pun akhirnya merasa lega ketika mertua dan suaminya bisa memahami apa yang diinginkan tanpa ia harus mengatakan. Pasalnya Kaira tipe orang yang tidak enakan meski dengan keluarga sekalipun.Mereka bertiga kini berjalan menuju k
Setelah selesai membersihkan diri, Dipta langsung buru-buru turun ke lantai bawah untuk menyusul istrinya juga ingin bermain dengan putri kesayangan, Alle.Ketika baru sampai di tangga terakhir, Dipta mendengar suara tangis kejer dari Alle. Langkah kakinya semakin dibuat cepat menuju ke kamar Alle.Saat membuka pintu, ternyata Alle tengah digendong oleh Kaira, namun masih saja menangis dengan kejer.“Kenapa? Kok nangisnya gitu banget?” tanya Dipta mendekati Kaira yang sedang menimang-nimang Alle.“Nggak tahu, Mas. Padahal udah dikasih susu barusan. Tapi masih nangis aja,” adu Kaira yang merasa ikut bingung apa penyebab anaknya menangis kejer seperti ini.“Mungkin pampers-nya penuh,” tebak Dipta.“Baru aja diganti tadi, Mas. Tapi nangis terus. Udah aku cek semua badannya gapapa kok.”“Sini biar aku yang gantian gendong Alle.” Dipta menerima putrinya dari tangan Kaira. Hal tak terduga terjadi. Alle langsung diam dengan kedua mata yang mengerjap-ngerjap pelan kemudian langsung terpejam.
Selesai berbelanja di mal, kini Kaira pulang dengan membawa beberapa paperbag yang berisi tas branded hasil pilihan dari Vania.Ketika melihat jam di layar ponselnya, Kaira mendesah panjang. Apalagi tadi saat sudah selesai ‘ me time’ niatnya ingin langsung pulang, tapi Vania minta ditemani memilih-milih tas. Dan, itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.Ingin mendumel pun rasanya percuma saja. Hanya buang-buang tenaga. Apalagi Vania sama Dipta ini memiliki karakter yang hampir mirip. Sama-sama suka memanjakan Alle.“Jangan masuk ke kamar Alle, bersih-bersih dulu,” kata Vania mengingatkan Kaira yang sudah hampir ingin membuka pintu kamar putrinya.Semenjak Alle lahir, siapapun yang habis keluar dari rumah wajib bersih-bersih terlebih dahulu sebelum menemui Alle. Vania takut kalau orang yang habis keluar rumah membawa banyak virus atau bakteri hingga membuat Alle gampang terserang penyakit nantinya.Kaira sendiri setuju dengan aturan ini karena membawa dampak baik untuk anaknya. Nam
“Aku malu, Mas,” lirih Kaira yang langsung bersembunyi di balik tubuh milik Dipta. “Kamu, sih, main nyosor aja nggak lihat-lihat keadaan,” lanjut Kaira menyalahkan suaminya.Lain hal dengan Dipta yang bodoh amat soal ART-nya yang melihat dirinya bercumbu dengan Kaira.Lagipula sudah hal lumrah bagi Dipta jika sepasang suami istri bermesraan. Kaira saja yang apa-apa dibuat serba tidak enakan.“Sudah nggak ada. Bi Imas sudah pergi,” ujar Dipta memberitahukan soal ini kepada Kaira yang masih saja bersembunyi di balik tubuhnya.Dengan gerakan pelan, Kaira mengintip ke arah di mana Bi Imas berdiri dengan ekspresi terkejut tadi. Ketika Bi Imas memang sudah tidak ada, Kaira mengembuskan napas lega.Tak mau berpapasan dengan Bi Imas, Kaira akhirnya buru-buru pamit pergi menuju ke kamar Alle.“Mangkuk kotornya jangan lupa dicuci!” titah Kaira sambil menunjuk ke arah mangkuk kosong dengan dagunya.Dipta yang ditinggalkan istrinya begitu saja hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sa
Sudah hampir seminggu ini Kaira, Dipta, juga Alle tinggal terpisah di rumah baru. Awalnya bagi Kaira sedikit kewalahan karena saat dulu tinggal di rumah utama keluarga Kertakusuma selalu ada yang menghandle. Namun, sekarang Kaira terjun sendiri untuk menghandle semuanya, termasuk bersih-bersih rumah.“Kamu yakin nggak mau pakai ART?” tanya Dipta selalu menawarkan itu kepada Kaira yang terlihat sangat kelelahan.Kaira selalu saja menggelengkan kepala sebagai jawaban penolakan. Bagi Kaira sendiri, selama masih bisa dan mampu akan dikerjakan sendiri saja.“Ngomong-ngomong kamu udah suci, ‘kan, dari masa nifas?” pancing Dipta mulai menjalankan misi terselubungnya.“Hm,” jawab Kaira sambil memejamkan matanya karena capek habis ngepel lantai tadi sore sebelum Dipta pulang.“Kalau gitu …,” ucap Dipta yang langsung mengubah posisi rebahan menjadi di atas tubuh Kaira. Mengukung tubuh istrinya dengan tubuh atletis milik Dipta.Sontak saja Kaira terkejut ketika membuka mata ternyata wajah suamin
Tak mau ada perang dunia ke dua, Dipta buru-buru menyusul Kaira ke dalam kamar. Ternyata pintu kamar tidur mereka terkunci dari dalam.“Lho, sayang, kok dikunci?” tanya Dipta sambil menekan-nekan handle pintu. Lain hal dengan Kaira yang masih misuh-misuh di dalam dengan perasaan kesal.“Aku malu ih, Mas! Kamu nggak bilang-bilang ada Mama!” teriak Kaira dari dalam kamar. Posisinya saat ini sedang duduk di pinggiran ranjang dengan deru napas yang begitu tersengal-sengal karena terlalu kaget hingga membuatnya berlari kencang.“Tadi mau bangunin kamu tapi nggak tega gitu. Soalnya lihat wajah kamu kayak capek banget,” jelas Dipta dengan penuh kelembutan.Kaira yang mendengar penjelasan suaminya mendadak diam. Otaknya mulai berpikir jika apa yang diucapkan oleh suaminya memang benar adanya.Sungguh Kaira sangat lelah hingga tidak mendengar ada suara tamu sepagi ini. Tapi, kira-kira siapa yang mengambil Alle dari kamar ini? Kalau Mama yang mengambil, berarti melihat tubuhnya yang naked dong!
“Permisi, Bu Kaira.” “Iya! Pasti mau ambil ASI, ‘kan?” “Hehehe, iya, Bu, disuruh sama Nyonya,” jawab Imas sambil tersenyum. “Bentar, ya, aku pumping dulu yang banyak. Alle kalau malam suka haus soalnya.” “Iya, Bu.” Kaira pun tak lupa mempersilakan Imas untuk masuk ke dalam rumahnya yang jauh lebih kecil dibanding rumah utama keluarga Kertakusuma yang begitu mewah juga megah. Selesai pumping dengan jumlah yang cukup banyak, Kaira memberikan itu kepada Imas. Kini Kaira kembali sendirian lagi di rumah. Apalagi rumahnya kini sudah rapi juga bersih. Sehabis pulang beli rujak, Kaira langsung sibuk bebenah. “Mas Dipta lama banget pulangnya,” dumel Kaira yang merasa jika suaminya sudah telat sekitar lima menitan. Tak lama kemudian terdengar suara deru mesin mobil yang masuk ke dalam halaman rumah. Kaira yang memang sudah menanti kepulangan sang suami, langsung saja buru-buru menuju ke pintu utama. Sebelum membuka pintu, Kaira sedikit merapikan rambutnya yang menurutnya berantakan. Ck