Plak!“Jaga mulutmu, Kaira!?”Kaira terkejut saat pipi mulusnya mendapat tamparan keras dari Vania. Ia merasa dejavu dengan perasaan ini, yang mana dulu juga pernah mendapat tamparan keras dari Widya karena kasusnya dengan Mas Bayu.Tak pernah menyangka bagi Kaira kalau ia akan mendapat perlakuan yang sama seperti dulu. Bahkan kini rasanya jauh lebih sakit dibanding dengan Widya, yang notabene masih calon belum resmi menjadi mertua seperti Vania.Masih dengan memegangi pipinya, Kaira menatap sengit ke arah Vania juga Wisnu. Tak lama Dipta baru muncul dari belakang tubuh Kaira dengan deru napas yang masih terdengar ngos-ngosan.“Sayang.”Dipta tampak diam saat melihat keadaan istri dan kedua orang tuanya yang tampak sedang saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang begitu tegang.“Ada apa ini?” tanya Dipta pelan penuh hati-hati.“Kekacauan ini gara-gara Papa,” celetuk Wisnu yang tiba-tiba jatuh bersimpuh di atas tanah yang membuat Vania tidak terima. “Saya mengaku salah karena d
“Jadi kronologi aslinya seperti itu, Pak,” jelas Wisnu saat selesai menceritakan semua kejadiaan malam itu dengan sejujur-jujurnya.Vania yang ikut mendampingi suaminya hanya bisa pasrah atas tindakan ini. Bagaimanapun Vania sudah tidak bisa merayu ataupun mencegahnya.“Kalau begitu kami akan mengundang beberapa pihak terkait untuk meminta keterangan,” balas Polisi itu dengan bijaksana.Wisnu mengangguk pasrah, namun Vania membuang wajah karena tidak kuat melihat suaminya yang harus mendekam di jeruji besi malam ini.Sebelum berpisah, Wisnu menatap Vania dengan tatapan penuh cintanya seperti biasa. Vania yang merasa sedih langsung menangis dipelukan Wisnu.Meski mereka dibilang sudah tidak muda lagi, namun sikap romantis keduanya patut diacungi jempol.“Jaga diri kamu baik-baik selama aku tidak ada,” pesan Wisnu sambil mengusapi rambut milik Vania dengan lembut. “Aku di sini akan selalu berdoa untuk kamu, Dipta, dan calon cucu kita.”“Mama rasanya nggak sanggup lihat Papa begini,” kel
“Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bisa membenci kamu, Kaira.”Kaira mendongak ke atas, ingin melihat wajah suaminya yang ternyata sudah memejamkan mata meski bibirnya masih terus menjawabi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Kaira.“Meski aku berbuat salah?”“Ya, meski kamu berbuat salah sekali pun rasa itu tidak akan pernah pudar karena aku sangat mencintai kamu melebihi rasa cintaku kepada diriku sendiri.”Terharu mendengar pernyataan dari Dipta membuat Kaira semakin senang sekaligus bersyukur meski sejujurnya ia masih saja sedikit egois di dalam hubungan rumah tangganya ini.Tanpa sadar rasa kantuk itu mulai Kaira rasakan hingga tak lama kemudian wanita itu benar-benar tertidur pulas dipelukan sang suami.Beberapa jam kemudian.Kaira yang masih terpejam merasakan aroma wangi maskulin yang sudah menyeruak ke mana-mana. Kedua matanya yang masih mengantuk berat ia paksakan terbuka.Bisa Kaira lihat jika suaminya sudah berdiri tegap di depan cermin sambil memasang dasi. Buru-b
“Dipta, kamu ke sini? Sama siapa?”Tampak jelas kepala Wisnu melihat ke arah tubuh putranya yang tidak ada siapa-siapa di sana. Kedua alisnya tertaut di tengah ketika Dipta menyerahkan sebuah paperbag yang entah isinya apa.“Apa ini, Dip? Tumben kamu mau bawa-bawa beginian?” sindir Wisnu yang paham betul jika putranya tidak suka ribet.“Makanan untuk Papa sarapan. Gimana, bisa tidur tadi malam?” tanya Dipta yang menatap sendu ke arah Papanya, meski tahu kalau senyum yang ditampilkan Wisnu saat ini hanyalah senyuman palsu agar dirinya tidak khawatir.“Tentu saja sangat nyenyak,” jawab Wisnu dengan senyum lebarnya. “Kamu sendiri sudah makan? Kita makan bersama gimana?”Dipta menggeleng sebagai jawaban. “Dipta udah sarapan tadi sama Mama dan Kaira.”Terjadi keheningan sesaat saat mendengar nama Kaira disebutkan. Wisnu yang akan menghadapi menantunya sendiri nanti merasa bimbang sekaligus gusar. Ada rasa bersalah yang membumbung tinggi di hatinya.Apalagi membayangkan Kaira hidup menderit
Kaira merasa bingung sendiri dengan keadaan yang dialaminya. Entah keputusannya salah atau bagaimana? Yang pasti Kaira hanya ingin melakukan yang terbaik demi keluarganya yang sudah tiada. Kaira hanya ingin memperjuangkan keadilan serta hak mendiang kedua orang tuanya saja tidak lebih.Namun, lagi-lagi langkah yang diambil membuat hati orang yang dicintainya terluka seperti itu. Haruskah Kaira memaafkan? Tapi sungguh hatinya terasa berat dan sulit jika mengingat kejadian belasan tahun lalu, yang mana keluarga suaminya sangat tega kepada kedua orang tuanya.“Bu Kaira, kok ngelamun terus dari tadi? Terus kenapa makan siangnya masih utuh?” tanya Selly saat melihat Kaira tampak diam terbengong sambil memandangi layar komputernya.Parahnya menu makan siang yang sudah diorder untuk dua orang juga masih utuh tak tersentuh sama sekali. Pikiran Kaira berkelana soal ucapan Dipta yang mengobrol dengan Vania di telepon.Mengingat sifat dan karakter Kaira yang gampang kepikiran membuat wanita itu
“Jadi ceritanya begitu, Wan. Menurut lo tindakan yang gue ambil itu benar apa salah?” tanya Kaira yang sudah tidak tahu lagi harus meminta pendapat siapa di dunia ini.Wawan, sahabat dari Kaira masih memilih diam, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Kaira barusan.Bagi Wawan sendiri, masalah yang dihadapi oleh Kaira sangat komplit. Bahkan cenderung membuat psikis Kaira terganggu jika terus-terusan didiamkan saja.“Masalah lo berat banget. Gue dengernya aja sampai ngefreeze beberapa kali,” akui Wawan dengan jujur.“Makanya gue bingung banget, Wan. Menurut lo gue harus gimana? Apa tindakan yang gue ambil salah?”“Menurut gue pribadi tindakan yang lo ambil nggak salah sama sekali. Lo berhak perjuangin apa yang menjadi hak lo. Cuma, ya itu resikonya lo tahu sendiri.”“Terus gue kudu gimana? Sumpah otak gue buntu banget mikirin masalah ini.”“Kalau lo pengin hidup tenang, coba lo pelan-pelan buka hati dan maafin semua kesalahan dari mertua lo itu. Apalagi lo sekarang sedang mengandung
“Emm … itu, Mas, aku bisa jelaskan semuanya nanti,” cicit Kaira pelan karena merasa bersalah sudah ketahuan berbohong.Dipta tak menjawab ucapan Kaira melainkan memberikan kode melalui kepalanya agar istrinya masuk ke dalam rumah.Paham dengan kode yang diberikan oleh Dipta, Kaira langsung menurut masuk ke dalam menuju ke lantai atas. Dipta sendiri mengekori langkah kaki istrinya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana samping.Tepat saat Kaira baru masuk ke dalam kamar, Dipta yang memang dibelakangnya langsung menutup pintu dengan sedikit kencang. Tak lupa langsung mengunci pintu yang membuat Kaira mengerut heran.“Kenapa dikunci?” tanya Kaira dengan dahi mengerut ke atas.“Ada hubungan apa kamu sama Wawan?”“Kenapa kamu tahu nama itu?” Kaira tak menjawab pertanyaan dari Dipta, tapi ia justru memberikan pertanyaan yang membuatnya penasaran dari tadi.“Jangan mengalihkan pertanyaan dengan memberikan pertanyaan baru, Kaira,” jawab Dipta menggeram menahan kesal.Kaira y
“Kenapa rasanya sesakit ini merindukan orang yang telah tiada. Apalagi hanya bisa membayangkan saja tanpa bisa melihat secara nyata,” rancau Kaira dengan sisa tangisnya.Dipta yang tahu bagaimana perasaan Kaira mencoba mengusapi punggung istrinya pelan-pelan. Apalagi deru napas milik istrinya terdengar tak beraturan.Melihat sudah mulai tenang, Dipta mengambilkan air minum yang berada di sampingnya, di atas meja nakas.“Minum dulu biar rileks,” ujar Dipta memberikan perhatian kepada istrinya. “Papa sama Mama mungkin senang melihat kamu bisa bertahan kuat sampai sejauh ini dengan baik. Makanya mereka kasih senyum ke kamu,” lanjutnya memberikan pengertian kepada Kaira agar tidak usah berpikiran yang macam-macam.Kaira yang mendengar segala bentuk ucapan dari Dipta hanya bisa terdiam mencerna saja setiap kata.Sampai akhirnya mereka berdua kembali melanjutkan tidur yang sempat terganggu akibat mimpi dari Kaira.Waktu terus berjalan, matahari mulai muncul dari ufuk timur, suara kicauan bu
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y