Anggara membawa tubuh mungil Ashley menuju kamarnya di lantai dua.“Maafkan Daddy Ash yang belum bisa menjaga mamimu. Mungkin untuk sementara waktu kita harus hidup berdua, tanpa mami dulu,” ucap Anggara terdengar lirih, sembari mencium puncak kepala putrinya.Anggara beranjak dari ranjang, berjalan menuju teras balkon. Angin malam berhembus menerpa wajah dan tubuhnya. Namun tak juga membuat pikirannya tenang.Rasa kerinduan pada Akira begitu menyiksa batinnya. Hanya pertemuan singkat, dan kini kembali harus hidup terpisah.“Bagaimana keadaanmu, sayang?” ucap Anggara bermonolog, seakan-akan istrinya berada di hadapannya dan bisa mendengar suaranya.Tatapannya tertuju pada langit gelap yang dipenuhi bintang.“Apa yang harus aku lakukan, Akira? Melepasmu atau merebutmu?” lanjutnya disertai desahan panjang.***“Cerai? Kau memintaku menceraikanmu? Apa ini semua karena kehadiran pria pengkhianat itu?”Akira kembali menoleh ke arah Argi, pertanyaan Argi terdengar aneh. Namun dia merasa tak
Akira yang mendengar perdebatan itu, mulai membuka suara. “Mas Argi, sudahlah aku melihatnya dari luar saja. Itu juga demi kebaikan bayi kita.” Argi melayangkan tatapan tajam pada suster, sebelum kembali menghampiri Akira. “Besok aku akan berbicara pada dokter yang menangani anak kita,” ucap Argi. “Tidak perlu, mas. Kebaikan putraku menjadi tujuan utamaku. Jangan melanggar peraturan dokter,” tolak Akira sembari menghela nafas panjang. Akira tidak habis pikir melihat sikap Argi yang begitu arogan dan tak berpikir panjang. Peraturan dokter tentu demi kebaikan bayinya bukan? Setelah puas melihat, mereka kembali ke ruangan rawat di lantai paling atas. Argi kembali menggendong untuk memindahkan tubuh Akira kembali ke ranjang pasien, namun tak juga menarik tangannya yang masih berada di bawah punggung Akira. Wajah mereka begitu dekat, hingga hembusan nafas Argi terasa di permukaan wajah Akira. Akira membuka mata dengan alis bertaut. Apa yang akan dilakukan Argi padanya? Mengapa Argi
Anggara mengajak serta Ruth dan Rumi, untuk mempermudah langkahnya. Tentu Argi sudah mewanti-wanti pada pihak rumah sakit, untuk memantau pada tamu yang akan mengunjungi Akira.“Kami keluarga pasien Magdalena Akira,” ucap Ruth pada petugas yang berjaga di depan.“Maaf bisa tahu nama nyonya dan hubungan nyonya dengan pasien?” “Saya mama dari pasien, dan ini cucu saya, anak Akira. Tolong jangan dipersulit, sus. Cucu saya rindu ingin bertemu dengan ibunya,” ucap Ruth memohon.“Maaf nyonya, saya hanya melakukan perintah dari tuan Argi.” “Oma, dimana mami? Ash mau ketemu mami,” Ashley mulai merengek di gendongan Rumi. Tangannya menggapai ke arah Ruth.Hal itu tertangkap di mata petugas resepsionis, hingga sejenak dia memalingkan wajahnya untuk melihat wajah bocah perempuan itu.“Apa ini putri tuan Argi, nyonya? Sudah besar ya,” suster teringat akan bayi perempuan yang lahir prematur dua tahun lalu, merupakan bayi Akira dan suaminya.“Ash mau ketemu mami, dimana mami Ash, tante?” ucap Ash
Argi tengah berada di perjalanan menuju tempat pertemuan, bersama asistennya Bayu. Sementara Clara sudah lebih dulu berada di lokasi tujuan dan menunggu di depan lobi. Membutuhkan waktu hingga tiga jam untuk mencapai lokasi. Di pertengahan jalan, Soni sang supir menghubunginya. “Katakan, ada apa?” Argi terdiam mendengar supirnya berbicara. Namun tak lama, wajahnya terlihat mengerut. “Sudah kau pastikan jika anak itu tidak di rumah? Apa yang mereka katakan?” “Lalu kapan mereka pulang? Kembali nanti sore, dan pastikan kau membawa putriku dan pengasuhnya,” ucap Argi mengakhiri panggilan. Argi segera mengirim pesan pada salah satu anak buah yang dia minta untuk mengawasi rumah Anggara. [Awasi terus rumah itu, jika kalian melihat anak perempuan itu datang. Beritahu aku secepatnya.] Bayu melirik ke arah belakang, lewat kaca spion. Setidaknya dia mendengar perkataan Argi, meskipun dia tidak mendengar ucapan dari lawan bicaranya. Semenjak Argi menikahi memang jarang sekali Bayu mendeng
“Selamat siang, pak Argi Rinega. Silahkan duduk,” ucap Taufan terdengar ramah. Argi segera duduk di salah satu kursi empuk yang terletak mengelilingi meja besar berbentuk lingkaran, diikuti oleh Clara dan Bayu. Ruangan luas yang tampak nyaman, dengan aroma pengharum ruangan yang begitu menenangkan. Perpaduan warna putih dan hitam yang mendominasi, membuat penampakan perusahaan ini terlihat elegan. “Apa kau pemilik perusahaan ini?” tanya Argi yang baru kali ini melihat wajah Taufan. “Mohon maaf sebelumnya, pak Argi. Saya hanyalah direktur di perusahaan ini. Mendadak owner mengabari saya jika memiliki urusan yang sangat mendesak. Urusan yang tidak bisa ditinggalkan, dan berhubungan dengan keluarganya,” jelas Taufan dengan lancar, karena dari pagi dia sudah mempersiapkan jawaban jika kliennya menanyakan perihal pemilik perusahaan. “Hum, bukankah kau mengatakan jika ownernya langsung yang akan memimpin pertemuan ini?” “Iya memang benar, namun ada hal yang lebih mendesak, sehing
Akira tersentak mendengar pertanyaan Anggara. “Maksudku jika kamu sudah merasa bahagia bersama Argi, maka ijinkan aku untuk menjauhimu. Aku hanya tidak ingin membuatmu bingung untuk memilih. Mengenai Ashley kita bisa bergantian menjaganya,” jelas Anggara. Namun ucapan itu justru membuat hati Akira terasa hancur. Apakah itu artinya Anggara hendak menceraikannya? Mengapa Akira merasa tidak rela? Lidahnya terasa kelu untuk menjawab, namun buliran bening mulai terbendung di pelupuk mata. Berusaha menahannya agar tidak keluar, namun dia gagal. Air matanya jatuh kembali, dan hal itu membuat Anggara bingung. “Maaf, apa aku salah berucap?” Anggara beranjak dari kursi dan duduk di tepi ranjang. Akira menunduk sembari terus menangis, sungguh Akira tidak menginginkan perpisahan ini. Anggara adalah cinta pertamanya, sampai saat ini pun Akira tidak mampu menghapus rasa cinta itu. Anggara menyentuh pipi Akira, ibu jarinya menghapus lelehan air mata yang membasahi pipi wanita yang begitu
Argi menghadapkan layar ponsel di depan wajah Clara.“Oh, aku hanya iseng. Aku mengambil foto itu hanya untuk diriku sendiri. Jika aku merindukanmu, maka cukup hanya melihat foto itu, sudah sedikit menghapus rasa rinduku,” jelas Clara sedikit kikuk. “Benarkah? Apa kau yakin?” satu alis Argi terangkat sebelah, dengan mata menatap penuh intimidasi.“Tentu sayang, kau tahu jika aku mencintaimu. Aku hanya ingin mengabadikan momen kebersamaan kita,” ujar Clara berusaha meyakinkan Argi.“Hum, tapi sayangnya mulai hari ini aku ingin menyudahi hubungan kita. Aku akan memperbaiki hubungan pernikahanku. Dan aku harap kau jangan sekali-kali merusaknya!” ucap Argi sembari menekan layar ponsel untuk menghapus foto-fotonya yang tersimpan.Wajah Clara mengerut, “Maksudmu? Kau ingin membuangku?”“Bukankah hubungan kita hanya sebatas kesenangan untuk sesaat? Aku pikir itu tak akan menjadi masalah. Jika kau masih ingin bekerja di perusahaanku, maka jagalah sikapmu dan jangan melanggar perintahku!”Hat
“Katakan apa ada yang mengunjungi kamar istriku tadi?” tanya Argi pada salah satu petugas nakes yang duduk di balik meja resepsionis. “Benar tuan Argi, tadi putri anda datang menjenguk nyonya Akira,” jawab petugas itu. “Sama siapa putriku datang? Mengapa kau tak menghubungiku?” “Maafkan, saya kira putri tuan bukanlah orang lain. Jadi saya tidak menghubungi tuan. Tadi nona Ashley datang bersama Oma dan pengasuhnya,” ucap petugas dengan wajah menunduk. Tentu dia merasa takut jika hal itu menjadi sebuah kesalahan. Oma? Tentu Argi sudah bisa memastikan jika yang datang tak lain Ruth dan Rumi. “Apa hanya kedua wanita itu? Apa kau tak melihat seorang pria?” Suster memutar bola matanya mengingat, lalu menjawab, “Tidak tuan, saya pastikan jika dua wanita saja yang mengantar nona Ashley.” Argi kembali melangkah menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas. Di dalam lift, dia kembali menghubungi supirnya. “Son, sepertinya putriku akan kembali ke rumah itu. Sekarang aku minta kau kemba
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha